Evakuasi Tersendat, Anak-anak Aleppo Terancam Mati Kedinginan

ICRC sudah mewanti-wanti bahwa anak-anak dan mereka yang terluka paling berisiko tewas dari udara dingin yang menggigit.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 18 Des 2016, 16:22 WIB
Diterbitkan 18 Des 2016, 16:22 WIB
Evakuasi Tersendat, Anak-anak Aleppo Terancam Mati Kedinginan
Seorang perempuan duduk bersama anaknya membaca Al Quran sambil menunggu evakuasi keluar dari kota yang dikuasai pemberontak, Aleppo timur, Suriah 17 Desember 2016, (REUTERS/Abdalrhman Ismail)

Liputan6.com, Aleppo - Ribuan anak-anak kini terancam mati kedinginan di jalanan yang telah hancur di Aleppo. Hal itu diperingatkan oleh tim bantuan internasional, jika evakuasi terhadap penduduk sipil tak berjalan lancar.

Ratusan keluarga berkumpul di jalanan, sementara temperatur udara mencapai minus derajat Celcius pada Sabtu 17 Desember 2016. Mereka sengaja mempersiapkan diri di jalanan dan bekas bangunan yang telah jadi puing demi diangkut untuk evakuasi.

Para orangtua membakar sampah dan menyelimuti tubuh anak-anak dengan selimut, sementara mereka menghadapi dua pilihan yang menyakitkan: tetap tinggal dalam antrean bus meski suhu menggigit, atau meninggalkan barisan pergi mencari tempat perlindungan yang hangat dan menyerahkan tempat mereka bagi keluarga lain. Demikian seperti dikutip dari Telegraph, Minggu (18/12/2016).

"Sepertinya mereka tak punya pilihan, tinggal tapi bisa mati kedinginan atau, pergi meninggalkan barisan tapi nanti tak terangkut evakuasi. Ini sungguh keputusan tragis," kata Melodie Schindler, juru bicara untuk Komite Palang Merah Internasional (ICRC)

Temperatur diperkirakan akan mencapai -3 derajat Celcius pada Sabtu malam. ICRC sudah mewanti-wanti bahwa anak-anak dan mereka yang terluka paling berisiko tewas dari udara dingin yang  menggigit di Aleppo.

"Musim dingin ini akan menjadi pembunuh bagi ribuan keluarga yang tak punya perlindungan dasar bagi tubuh mereka," kata Norwegian Refugee Council.

"Ini adalah semacam perlombaan antara waktu dan cuaca agar mereka yang ingin evakuasi bisa aman dan selamat," tambah organisasi itu.

Sekitar 10.000 orang berhasil dievakuasi pada Kamis dan Jumat lalu.

Namun, pada Jumat, tiba-tiba evakuasi sempat berhenti karena permintaan rezim Suriah agar warga di dua desa yang dikuasai pemberontak juga bisa keluar.

Tentara pro-Presiden Bashar al-Assad mengatakan, mereka meminta warga sipil Syiah pendukung al-Assad dari desa Foua dan Kefraya bisa keluar. Tak lama setelah keluar, terdapat baku tembak yang membuat proses evakuasi berhenti.

Saat itu, pemerintah Suriah menuding pemberontak melontarkan senjata ke arah konvoi, sementara pemberontak menuduh justru tentara pemerintahlah pelakunya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Nasib Tak Menentu

Bagi mereka yang berhasil keluar dari Aleppo mengalami kebingungan karena tak jelasnya bagaimana nasib mereka selanjutnya.

Salah satu dari mereka adalah Modar Sheko. Suster berusia 28 tahun itu turut berhasil naik bus hijau oleh pemerintah Suriah. Ia kini tinggal di tempat tinggal sementara di luar kota.

Sheko telah kehilangan segalanya. Saudara perempuannya tewas dalam serangan udara di rumah sakit di mana ia bekerja dari tahun 2012.

Saudara laki-lakinya tewas pada bulan November dan sang ayah meninggal beberapa jam kemudian setelah menguburkan anaknya akibat serangan udara.

Suster muda itu masih menggunakan foto keluarganya di Facebook-nya.

Meski ia kehilangan Aleppo, ia masih memiliki harapan bagi kotanya itu.

"Jiwaku masih berada di kota itu bersama teman-teman, rumahku, saudaraku, ayahku, rumahku... dan tanahku," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya