Liputan6.com, Jakarta - Bandara bukan sebuah rumah yang ideal. Namun ternyata karena berbagai alasan, ada orang-orang yang terpaksa tinggal di sana bahkan hingga berbulan-bulan.
Ada yang menetap karena dilarang pulang oleh negara asalnya, diusir dari negerinya sendiri, atau ada pula yang karena masalah dengan dokumen perjalanan.
Advertisement
Baca Juga
Yang mengejutkan ada yang memutuskan sendiri untuk menetap di bandara. Seperti dilansir listverse.com pada Sabtu (8/4/2017) berikut kisah menarik mereka yang tinggal di bandar udara:
1. Zahra Kamalfar
Zahra Kamalfar dan suaminya menghadiri protes melawan pemerintah Iran pada 2004. Dua tahun kemudian, Kamalfar diberi izin selama 2 hari untuk mengunjungi para kerabat yang mengatakan kepada wanita itu bahwa suaminya telah dihukum mati.
Wanita itu memutuskan untuk melarikan diri dari Iran dengan menggunakan dokumen palsu atas dirinya dan keluarga. Ia dan anak-anaknya kemudian menaiki penerbangan ke Kanada, untuk pergi ke tempat tinggal seorang saudara lelakinya.
Keluarga itu harus bertukar pesawat di Rusia dan Jerman. Mereka lolos dari bandara Rusia, tapi ketahuan menggunakan dokumen palsu di Jerman sehingga rombongan keluarga tersebut dikirim kembali ke Rusia.
Pihak Rusia ingin mengirim mereka kembali ke Iran, tapi keluarga itu tidak memiliki dokumen perjalanan maupun identitas Iran. Mereka pun dipaksa menandatangani dokumen yang bisa mengirim mereka kembali ke Iran.
Sesudah itu, rombongan diminta ke kawasan publik di lounge. Mereka tidur di lantai, mandi di beberapa kamar mandi bandara, dan makan dari sumbangan orang.
Kamalfar mengajukan status pengungsi dari PBB, tapi ditolak. Ia mengajukan banding hingga keluarga itu kemudian mendapatkan status pengungsi. Setelah 10 bulan terjebak di sebuah bandara di Rusia, Kamalfar dan anak-anak akhirnya menuju Kanada.
Advertisement
2. Feng Zhenghu
Pada tahun 2009, Feng Zhenghu pergi ke Jepang demi mendapatkan perawatan kedokteran. Tapi saat pulang kembali ke China, ia dilarang masuk.
Zhenghu memesan penerbangan lain dan ditolak lagi. Ia mencoba hingga delapan kali. Dalam empat kejadian, otoritas China mendepaknya kembali ke luar negeri, sedangkan empat sisanya ialah karena yang bersangkutan dilarang menaiki pesawat terbang.
Dalam upaya terakhirnya, ia ditolak masuk ke Jepang sehingga Zhenghu memilih menunggu di bandara Jepang hingga pejabat China mengizinkannya masuk kembali. Penantiannya tidak sebentar dan tidak menyenangkan.
Selama menunggu, ia minum air keran beberapa hari pertama dan pihak berwenang Jepang menolak menerima uangnya ketika ingin membeli makan. Iapun mengandalkan orang-orang tak dikenal untuk bertahan hidup dan cukup banyak yang menyumbang.
Zheng tidur di atas kursi besi antara jam 11 malam hingga 5 pagi, apalagi bandara selalu sibuk.
Ia menghabiskan 92 hari di bandara Jepang, tapi tidak mendapat sambutan hangat ketika pulang ke China. Zhenghu berada di bawah pengawasan khusus selama 1 tahun. Telepon dan komputernya disita, sedangkan ia dikenakan tahanan rumah.
Zhenghu adalah pegiat HAM yang menulis beberapa tulisan kritis terhadap pemerintah China. Ia diadukan karena pelanggaran hukum China. Ia pun pernah membeberkan 430 kasus yang menguak pelanggaran hak-hak warga China.
3. Mohammed Al-Bahish
Seorang pria Palestina bernama Mohammed al-Bahish berkenalan dengan seorang wanita ketika berlibur pada tahun 2013. Mereka kemudian sepakat untuk menikah. Al-Bahish memesan tiket penerbangan ke Kazakhstan, tempat tinggal kekasihinya. Mereka kemudian mendaftarkan niat menikah.
Kemudian al-Bahish mendapati bahwa dokumen perjalanan pengungsinya hilang dan visanya Kazakhstan pun kadaluarsa. Ia terbang ke Turki untuk memperpanjang visa, tapi ditolak di perbatasan dan dikirim kembali ke Kazakhstan.
Tapi, karena visa Kazakhstan itu sudah kedaluwarsa, negeri itu menolaknya masuk. Dan ia tidak bisa ke mana-mana karena Israel pun tidak mengizinkannya masuk ke wilayah Palestina.
Pria itu terjebak di bandara dan ditempatkan dalam ruang sempit tanpa jendela, walau ada ranjang dan sofa. Pihak keamanan bandara mengawasi semua tindakannya dan ia jarang diizinkan meninggalkan ruang itu. Ia pun harus dikawal ketika rehat ke kamar mandi ataupun minum kopi.
Al-Bahish menghabiskan lima bulan terjebak di bandara sebelum akhirnya diberikan status pengungsi ke Finlandia. Ia mulai belajar bahasa Finlandia sambil menunggu pasangannya menyusul.
Advertisement
4. Kokoba De Jacques
Kokoba de Jacques adalah seorang pengungsi dari Pantai Gading. Setelah berkelana selama beberapa bulan, ia memutuskan untuk tinggal di Maroko dan mendaftar sebagai pengungsi pada 2012 sehingga diizinkan tinggal.
Dua tahun kemudian, de Jacques memohon otorisasi untuk bepergian. Permohonannya disetujui dan ia mengunjungi sesama pengungsi di Mauritania selama 4 hari, lalu kembali ke Maroko.
Namun demikian, pejabat berwenang di bandara menolaknya masuk dan meminta bukti tempat tinggal serta sumber keuangan. Jacques menunjukkan dokumennya, tapi tetap ditolak masuk. Ia pun terjebak di bandara.
Ia tidak diizinkan meninggalkan kawasan transit dan bahkan tidak diperbolehkan mengambil kopernya. Hanya ada sisa uang senilai 100 euro yang dihabiskannya untuk membeli makanan. Uangnya habis dalam tiga minggu dan kemudian para karyawan bandara membawakan roti serta keju.
Untunglah Jacques memiliki komputernya sehingga bisa berhubungan dengan para kerabat. Ia berhasil menghubungi seorang pengacara yang membantu sehingga pengadilan kemudian memerintahkan pembebasannya.
Pihak bandara sempat membandel melawan perintah itu seminggu lamanya. Ketika ia dibebaskan, ia sudah menghabiskan 43 hari tidur dalam kotak kardus. Tidak ada penjelasan apapun dan tidak ada permintaan maaf yang disampaikan kepadanya.
5. Sanjay Shah
Sanjay Shah dulunya tinggal di Kenya dan ingin pindah ke Inggris. Ia berhak mengurus paspor warga Inggris Seberang Lautan (British Overseas) karena lahir di Kenya ketika negeri itu masih di bawah pemerintahan kolonial Inggris.
Shah diizinkan melamar menjadi warga negara sepenuhnya, tapi tidak melengkapi semua dokumen yang dipersyaratkan ketika ia pergi ke Inggris pada 2004.
Shah tiba di Inggris dengan tiket sekali jalan dan hanya memiliki sedikit uang. Karena dianggap ingin menetap di Inggris, pejabat bandara membubuhkan cap 'imigran terlarang' pada paspornya lalu mengirimnya kembali ke Kenya.
Ternyata, Shah sudah membatalkan kewarganegaraannya di Kenya karena negeri itu tidak mengizinkan dwi-kewarganegaraan. Shah sudah menyerahkan paspor Kenya ketika berangkat ke Inggris.
Shah khawatir akan ditangkap dan dipenjara jika keluar dari bandara Kenya. Pejabat Kenya kemudian menjelaskan bahwa ia boleh meninggalkan bandara. Namun demikian, ia khawatir kehilangan kesempatan menjadi warga negara Inggris jika menginjakkan kaki keluar bandara.
Shah menetap di bandara. Ia makan di kantin, tidur di kursi lounge, dan mandi di toilet. Istri dan putranya membawakan makanan dan pakaian setiap hari.
Setelah 13 bulan berada di bandara, ia meraih kewarganegaraan Inggris sepenuhnya. Ia kemudian pergi ke Inggris dan tinggal bersama saudara perempuannya hingga mandiri.
Advertisement
6. Hiroshi Nohara
Pada 2008, seorang wisatawan Jepang bernama Hiroshi Nohara menaiki penerbangan menuju Brasil. Penerbangan itu rehat di Meksiko, tapi Nohara ketinggalan penerbangan dan ia pun memutuskan untuk tinggal di bandara walaupun ia sebenarnya memiliki uang dan tiket pulang.
Setelah beberapa minggu, Nohara bertahan di bandara. Pihak berwenang Jepang dan Meksiko sama-sama membujuknya untuk pergi, tapi ia menolak.
Nohara tidak bisa dipaksa meninggalkan bandara karena ia tidak melakukan apapun yang melanggar hukum. Visa yang dimilikinya memungkinkan dia tinggal di Meksiko selama enam bulan dan tidak ada aturan yang melarangnya menetap di bandara.
Pada awalnya, Nohara menakutkan para penumpang, tapi orang-orang lain ramah kepadanya. Mereka membawakan makanan dan minuman, dan ia pun menjadi selebriti setempat.
Para wisatawan berfoto bersamanya dan meminta tandatangan. Ia diwawancarai dan mengaku tidak memiliki alasan untuk pergi dari bandara.
Setelah 3 bulan menetap di bandara, seorang wanita bernama Oyuki berbelas kasihan dan menawarkan Nohara untuk pindah tidur di tempat yang layak. Nohara pergi meninggalkan bandara bersamanya.