Liputan6.com, Asti - Sudah banyak laporan yang menyebutkan bahwa krisis migran di Eropa telah menjerumuskan lebih banyak orang ke dalam berbagai jenis perbudakan, termasuk perbudakan seksual.
Selain negara-negara Timur Tengah, Nigeria termasuk negara asal pengungsi ke Eropa. Tapi, laporan International Organization for Migration (IOM) menyebutkan bahwa sekitar 80 persen kaum wanita Nigeria yang berhasil menyeberangi Laut Tengah dan tiba di Italia malah dijebak dalam perdagangan seks.
Advertisement
Baca Juga
Yang menyakitkan, para pelakunya adalah sesama kaum wanita yang menjerumuskan wanita-wanita lain demi meraup untung puluhan ribu dolar.
Laporan Malcom Brabant untuk PBS yang dikutip pada Senin (8/5/2017) membeberkan kesaksian sejumlah korban. Brabant melaporkan dari Asti, suatu kota utara Italia yang bangga menjadi ibu kota industri wine negeri itu.
Di sisi lain, kota itu menjadi kediaman para wanita Nigeria yang diselamatkan setelah diselundupkan menjadi pekerja seks komersial (PSK), misalnya Blessing Ighodaro yang masih berusia 26 tahun saat diwawancarai.
Dari Nigeria, ibu 3 anak itu tiba di Italia pada Juni 2016 setelah diiming-iming cerita akan menjadi pekerja kebersihan atau menjadi pengasuh anak bagi para ibu Italia.
Ighodaro melakukan perjalanan berbahaya ke Libya dengan melewati Gurun Sahara. Dari Libya, ia menyeberang ke Eropa menggunakan perahu karet dan hampir tenggelam karena kelebihan muatan.
Para muncikari Nigeria pelaku penyelundupan manusia akan menagih sekitar 35 ribu euro yang disebutkan sebagai biaya membawa Ighodaro ke Eropa. Korban juga dilarang menceritakan kepada siapa pun bahwa ia dibawa oleh madam tersebut.
Laporan Brabant menyebutkan bahwa "Blessing kemudian mendengar ada program di Asti yang membantu para korban melepaskan diri dari madam. Ia kemudian meninggalkan kehidupan di jalanan walaupun menerima intimidasi."
Tapi masalah itu pun melibatkan keluarga, kata Ighodaro, "Jika saya tidak membayarnya, ia akan menyakiti keluarga saya. Dan jika saya tidak mampu membayarnya, ia tidak ada urusan dengan keluarga saya."
Kepada Brabant, Ighodaro mengaku belum membayar kepada penyelundupnya.
Sesama Korban Saling Tolong
Seorang wanita lain bernama Cynthia, yang saat itu berusia 18 tahun, menceritakan kesamaan janji dan jebakan dirinya memasuki dunia pelacuran. Ia kemudian mendapatkan pertolongan dari Princess Inyang Okokon, seorang pegiat.
Okokon sendiri pernah menjadi korban, katanya, "Di Turin, mereka menjual saya kepada seorang madam. Ia membeli saya. Saya menjadi menjadi anak buah pertama wanita tersebut."
Cynthia dibawa ke persimpangan jalan, tidak sesuai dengan pekerjaan yang dijanjikan kepadanya. Wanita yang menyelundupkannya pun mengancam akan menyakiti keluarga di kampung halaman.
Para korban perdagangan yang dapat berujung maut itu biasanya adalah orang-orang lugu, miskin, dan kurang pendidikan. Jejaring penyelundupan terutama memangsa kaum wanita dari pedesaan Afrika.
Menurut Princess Inyang Okokon, para operator yang berkeliling ke desa-desa adalah pria-pria muda. Mereka mendatangi keluarga-keluarga yang orangtuanya sedang sakit atau kurang biaya untuk anak-anak.
Kira-kira 4 di antara 5 wanita yang diselamatkan di Laut Tengah kemudian terjerumus dalam perdagangan seks. Namun demikian, Okokon menepis dugaan keterlibatan mafia Italia, katanya, "Orang Nigeria dan Ghana terlibat, namun mafia Italia tidak terlalu terlibat dalam pidana pelacuran."
Walaupun bertujuan menyelamatkan para migran agar tidak mati tenggelam, organisasi-organisasi penyelamat secara tidak sengaja malah menjadi lintasan penting rantai pasokan pembawa para korban pelacuran ke Eropa.
Advertisement
Ditakuti Menggunakan Ilmu Hitam
Di sisi lain, penggunaan ilmu hitam juga berperan dalam penyelundupan manusia dari Afrika. Agar tunduk, para wanita yang menjadi korban ditakut-takuti menggunakan ilmu hitam yang dikenal dengan juju.
Para wanita dari keluarga miskin itu diancam agar bersumpah bahwa, jika mereka sudah sampai di tujuan dan tidak membayar, maka sumpah itu akan membunuh korban dan keluarganya atau saudara perempuan dan lelaki, atau anak-anaknya.
Salah satu faktor penting membengkaknya krisis migran adalah begitu banyaknya kaum muda lajang yang memasuki Eropa sehingga, dalam pandangan para muncikari, akan menjadi sumber langganan.
Semua wanita yang telah diselamatkan mengakui bahwa kebanyakan pengguna mereka adalah orang Afrika atau negara-negara berbahasa Arab semisal Maroko. Hanya sedikit warga Italia.
Masalahnya, para pelanggan itu pun miskin, sehingga pembayaran jasa seks pun rendah. Artinya, para korban harus bekerja sangat keras untuk bisa melunasi utangnya.
Perdagangan manusia itu sendiri sepertinya berulang. Kebanyakan madam pernah menjadi korban penyelundupan manusia.
Menurut Okokon, "Mereka sadar akan segala hal mengerikan di jalanan. Artinya, mereka sengaja menjerat manusia lain agar menghadapi kekelaman yang mereka pernah hadapi. Mau marah rasanya. Jika orang menjadi budak, jangan menjadikan orang lain menjadi budak berikutnya."
Ada Permintaan
Sementara itu, di Milan yang lebih sejahtera, banyak migran yang tinggal di tempat terbuka karena negara-negara tetangga seperti Prancis, Swiss, dan Australia, telah memperketat perbatasan.
Fabio Di Giacomo dari International Organization for Migration (IOM) menjelaskan bahwa permintaan akan wanita-wanita itu bukan datang dari kaum migran itu sendiri, melainkan dari warga lokal Italia dan Eropa.
Para wanita yang biasanya bertujuan akhir di Italia sekarang telah melanjutkan perjalanan ke Prancis, Austria, Spanyol, dan Jerman. Jelaslah bahwa hal ini merupakan perbudakan modern dan harus ditanggapi sesegera mungkin.
Para pelaku juga tidak peduli dengan usia korban, seperti pengakuan seorang korban yang berusia 14 tahun namun mengaku berusia 17 tahun.
Seorang korban berusia 17 tahun bernama Onome Efanadju datang ke Italia tahun 2015 dan bekerja sebagai PSK selama 2 bulan sebelum ditolong IOM. Ia sekarang mengikuti pelatihan katering di perusahaan Italia yang memberikan pelatihan kepada puluhan wanita agar bisa meraih hidup baru.
Efanadju mengatakan, "Mereka hanya membohongi kita agar datang ke Eropa. Yang mereka lakukan adalah membawa kamu ke sini dan menjual tubuhmu, pikirkan ulang sebelum pergi ke Eropa."
Gloria, seorang penata rambut berusia 32 tahun, dijebak pergi Eropa karena janji palsu sehingga ia sekarang kehilangan kontak dengan 3 anaknya yang masih kecil, katanya, "Saya harus bertemu dengan akan-anak saya. Saya tidak punya siapa pun yang menolong di sini. Jika punya pilihan, saya lebih ingin pergi melihat anak-anak saya."
Advertisement