7 Tips 'Memikat' Seseorang Menurut Mantan Pakar FBI

Penelitian mengungkapkan bahwa hubungan merupakan hal yang penting bagi kebahagiaan.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 09 Jun 2017, 18:00 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2017, 18:00 WIB
Ilustrasi bohong
ilustrasi bohong

Liputan6.com, Jakarta - Bertemu dengan orang baru bisa menimbulkan rasa kikuk. Apa yang harus diobrolkan? Bagaimana cara membuat kesan pertama? Bagaimana agar obrolan berlanjut?

Penelitian mengungkapkan bahwa hubungan merupakan hal yang penting bagi kebahagiaan dan pengembangan jejaring – networking – adalah kunci untuk membangun karir yang memuaskan.

Robert Dreeke, seorang mantan kepala Behavioral Analysis Program di FBI telah mempelajari hubungan antar orang selama 27 tahun dan menuangkan pengalamannya dalam buku "It's Not All About "Me": The Top Ten Techniques for Building Quick Rapport with Anyone."

Seperti dikutip dari theladders.com pada Jumat (9/6/2017), berikut ini adalah sejumlah tips dalam hubungan antar manusia sebagaimana dijabarkan dalam buku tersebut, tapi bukan sebagai petunjuk resmi FBI:

1. Hal Terpenting ketika Bertemu Siapapun

(Sumber Max Pixel via Creative Commons)

Nasehat pertama oleh Robin Dreeke adalah agar kita, "Menggali pemikiran dan pendapat orang tanpa menghakiminya."

Strategi pertama yang selalu ada dalam pikiran Robin Dreeke ketika berbicara dengan setiap orang adalah validasi tidak menghakimi (non-judgment).

Orang tidak ingin dihakimi karena pikiran atau pendapat apapun yang mereka miliki atau yang ada dalam tindakan yang mereka ambil.

Hal demikian bukan berarti kita setuju dengan seseorang. Validasi berarti meluangkan waktu untuk mengerti keperluan, keinginan, mimpi dan aspirasi orang itu.

Jika orang mulai bicara panjang dan lebar yang mungkin tidak kita sepakati, maka reaksi pertama bukanlah langsung menghakimi, tapi menunjukkan minat sehingga orang pun semakin tertarik berbicara tentang subyek paling menarik, yaitu diri mereka sendiri.

Sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa orang lebih mendapatkan kenikmatan ketika berbicara dengan diri mereka sendiri daripada kenikmatan dari makanan ataupun uang.

Masalah dalam penerapan nasehat ini justru pada ego kita.

2. Redam Ego Kita

Ilustrasi otak (University of California San Francisco)

Kebanyakan dari kita mati-matian ingin membuktikan bahwa orang lain bersalah. Tapi sikap demikian tidak menciptakan kesesuaian dan harus dihindari.

Menurut Robin, meredam ego kita berarti menyingkirkan dulu keperluan, keinginan dan pendapat kita. Dengan sadar kita mengabaikan keinginan menjadi yang benar dan memperbaiki orang lain.

Keputusan demkian tidak mengijinkan diri kita secara emosional dibajak oleh suatu situasi ketika kita mungkin tidak setuju dengan pemikiran, pendapat, atau tindakan seseorang.

Penelitian modern tentang ilmu syaraf sepakat dengan hal itu. Misalnya seperti yang tertera dalam "Compelling People: The Hidden Qualities That Make Us Influential."

Dalam laporan tersebut dijelaskan tentang hal yang terjadi dalam otak manusia ketika ia menerima informasi yang bertentangan dengan cara pandangnya ketika berada dalam lingkungan yang sangat politis.

Segera setelah peserta penelitian mengamati klip-klip video yang berseberangan dengan cara pandang mereka, ada bagian-bagian otak yang bertugas untuk menangani akal sehat dan logika yang kemudian menjadi diam.

Sebaliknya, bagian-bagian otak yang menangani serangan-serangan permusuhan, yaitu tanggapan tempur-atau-kabur (fight-or-flight), malah menyala.

3. Menjadi Pendengar yang Baik

Foto Ilustrasi

Kita semua sudah mendengar bahwa kemampuan untuk mendengar merupakan hal yang penting tapi apa rahasianya untuk melakukan itu?

Berhentilah berpikir tentang apa yang ingin kita katakan berikutnya dan fokus pada apa yang orang lain katakan kepada kita sekarang. Jadilah ingin tahu dan minta untuk mendengar lebih banyak lagi tentang apa yang menarik.

Menurut Robin, mendengarkan bukan berarti menutup mulut atau tidak punya apapun yang akan dikatakan. Ada perbedaannya.

Jika kita masih sekadar menutup mulut, itu berarti kita masih memikirkan tentang apa yang ingin kita katakan, hanya saja belum terucapkan.

Saat kita masih memikirkan tentang tanggapan kita, berarti kita setengah mendengarkan apa yang dikatakan orang lain karena kita sebenarnya sedang menunggu kesempatan untuk menyampaikan cerita kita.

Inilah yang harus dilakukan. Segera segera setelah kita memiliki cerita atau pemikiran yang ingin kita lontarkan, tunggu dulu. Secara sadar, katakan kepada diri kita, "Saya tidak akan mengatakannya."

Tanyakan ini pada diri sendiri, "Gagasan atau pemikiran apa dari dirinya yang menarik dan ingin diulas?"

Penelitian menunjukkan bahwa, hanya dengan bertanya kepada orang membuat kita lebih disukai sehingga orang ingin membantu kita.

Hal mendasar untuk mendengar secara aktif cukup jelas, yaitu mendengarkan apa yang mereka bilang dan jangan memotong, tidak setuju, atau "menilai."

Tanpa kentara, ulangi apa yang orang baru saja katakan berdasarkan kerangka acuan orang itu. Bertanyalah, karena mengajukan pertanyaan menunjukkan bahwa kita memberi perhatian dan diskusinya bergerak maju.

4. Ajukan Pertanyaan Terbaik

(Sumber Max Pixel via Creative Commons)

Hidup naik dan turun pada setiap orang, baik yang kaya ataupun miskin, yang tua maupun muda. Kita semua menghadapi tantangan dan ingin membicarakannya. Jadi, tanyakan tentang itu.

Menurut Robin, pertanyaan bagus termasuk soal tantangan, "Apa jenis tantangan yang harus Anda lalui minggu ini? Apa jenis tantangan untuk hidup di tempat ini? Apa tantangan yang dihadapi membesarkan para remaja?"

Pertanyaan sungguh memiliki kekuatan, jadi tanyalah nasehat. Seperti tertera dalam "Give and Take: A Revolutionary Approach to Success" oleh Adam Grant, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa, dalam industri manufaktur, jasa keuangan, asuransi, dan farmasi, mencari nasehat termasuk sebagai cara paling efektif untuk mempengaruhi rekan, atasan, dan bawahan.

Meminta pendapat cenderung lebih persuasif daripada taktik menekan bawahan atau mengesalkan atasan. Meminta pendapat juga secara konsisten lebih berpengaruh daripada pendekatan saling balas budi.

Tapi, melalui "Give and Take: A Revolutionary Approach to Success," peneliti Liljenquist mendapati bahwa sukses "bergantung kepada target yang mengalaminya sebagai sikap yang tulus dan tidak dibuat-buat."

5. Membuat Orang Tak Dikenal Merasa Nyaman

(Sumber Max Pixel via Creative Commons)

Menurut Robin, ketika orang lain mengira kita akan segera pergi, mereka menjadi rileks. Ketika kita duduk dekat orang lain di bar dan mengatakan, "Boleh saya belikan minum?" maka sekat perlindungan diri mereka pun tercipta.

Dalam benak mereka muncul pertanyaan, "Siapa kamu, apa yang kamu mau, kapan kamu pergi?"

Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesepakatan lebih tinggi ketika pemohon menanyakan tentang ketersediaan responden dan menunggu tanggapan.

Tidak ada orang yang ingin merasa terjebak berbicara dengan orang tak dikenal. Orang sebenarnya lebih ingin membantu daripada yang kita duga, tapi mereka harus merasa aman dan memegang kendali.

Selanjutnya, Robin mengatakan salah satu alasan kunci sehingga seseorang dipandang tidak bisa dipercaya adalah karena kata-kata mereka tidak sejalan dengan bahasa tubuh.

6. Bahasa Tubuh Terbaik untuk Membangun Kepercayaan

(Sumber Max Pixel via Creative Commons)

Di bagian awal disebutkan agar kata-kata kita positif, terbebas dari ego dan penghakiman. Tapi, bahasa tubuh yang non-verbal pun harus sepadan.

Robin menganjurkan demikian, "Hal nomor satu adalah kita harus senyum. Orang mutlak harus senyum. Suatu senyuman adalah satu cara yang hebat untuk membangun rasa percaya."

"Jagalah sudut dagu merendah agar tidak terlihat seperti memandang rendah kepada orang lain. Boleh juga dengan sedikit memiringkan kepala."

"Hindari memberikan tampilan tubuh secara frontal sepenuhnya. Hal itu bisa terasa menyerang bagi beberapa orang. Berikan sedikit sudut."

"Jagalah agar telapak tangan ke atas ketika bicara, bukannya telapak tangan ke bawah. Hal demikian mengatakan, 'Saya mendengarkan apa yang kamu bilang. Saya terbuka kepada gagasan Anda.'"

Jadi kita selalu ingin memastikan sedang menunjukkan non-verbal yang baik, terbuka, dan nyaman. Angkat alis sedikit.

Hindari apapun yang menekan semisal mengernyit bibir, mengernyit alis, berbisik-bisik, karena hal demikian menandakan stres.

Penelitian mendukung hal itu, misalnya dari penelitian Dale Carnegie yang mendapati bahwa senyuman itu penting. Bahkan, untuk meningkatkan dayanya, senyumlah secara perlahan.

Penelitian ilmu syaraf bertajuk "Smile: The Astonishing Powers of a Simple Act" mengungkapkan bahwa senyuman memberikan kenikmatan kepada otak setara dengan kenikmatan seorang yang menyantap 2000 batang cokelat atau mendapatkan uang senilai US$ 25 ribu.

7. Menghadapi Orang yang Tidak Dipercaya

(Sumber Max Pixel via Creative Commons)

Cara menghadapi yang dimaksud ini tentunya bukan berarti memanipulasi orang lain. Pertanyaannya, apa yang kita lakukan ketika merasa ada seseorang menggunakan cara ini dan mencoba memanipulasi kita?

Tanpa perlu bernada permusuhan, tanyakan secara langsung apa yang mereka inginkan dan apa tujuannya dari interaksi tersebut.

Seperti disebutkan Robin, "Anda melontarkan kata-kata indah kepada saya. Jelaslah Anda sangat ahli melakukannya."

"Tapi saya penasaran…apa tujuan Anda? Apa yang ingin kamu capai? Saya di sini dengan tujuan-tujuan saya. Jadi ceritakan sajalah tujuan Anda, karena jelas kamu harus meraih tujuan Anda."

"Jadi jika kamu ceritakan saja apa tujuan kamu, kita bisa memulai dari situ dan melihat apakah kita bisa bersama-sama menanganinya. Jika tidak, tidak apa-apa juga."

Amati keberadaan validasi. Jika ada orang mencoba melakukan validasi terhadap kita, pikiran kita, dan pendapat kita, waspadalah.

Berikutnya, galilah tujuannya, "Apakah Anda di sana untuk saya atau Anda di sana untuk diri Anda? Jika Anda di sini hanya untuk keuntungan Anda sendiri dan sama sekali tidak mencakup prioritas saya, saat itulah saya melihat orang itu sedang memanipulasi saya."

Mau membangun hubungan dengan seseorang. Fokuslah pada rasa percaya (trust), bukan tipu muslihat (trick). Begitulah cara meraih hormat.

Rasa percaya itu rentan, tapi ketidakpercayaan itu menghadirkan dirinya sendiri (self-fulfilling).

Bagi banyak orang, ciri karakter yang terpenting adalah kelayakan dipercaya (trustworthiness).

Para peserta untuk 3 penelitian diminta mempertimbangkan beragam karakteristik untuk anggota ideal dalam kelompok yang saling bergantung (tim kerja, tim atletik) dan hubungan (anggota keluarga, pegawai).

Di antara beberapa ukuran kepentingan ciri dan kelompok serta hubungan yang berbeda, kelayakan dipercaya dipandang sangat penting bagi semua yang memiliki saling ketergantungan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya