Tercebur ke Mata Air Panas Yellowstone, Pria AS Alami Luka Bakar

Pria yang menderita luka bakar parah setelah jatuh ke mata air panas Yellowstone, segera dilarikan ke rumah sakit.

oleh Citra Dewi diperbarui 16 Jun 2017, 12:30 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2017, 12:30 WIB
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone (AFP Photo)

Liputan6.com, Cheyenne - Seorang pria menderita luka bakar parah setelah jatuh ke mata air panas di Taman Nasional Yellowstone. Korban yang bernama Gervais Dylan Gatete, saat itu sedang sedang bersama tujuh orang lainnya saat peristiwa itu terjadi.

Oleh rekan-rekannya, Pria berusia 21 tahun itu langsung dilarikan ke rumah sakit dengan bantuan dari petugas taman nasional.

Gatete yang merupakan karyawan hotel di TN Yellowstone, diterbangkan dari bandara di West Yellowstone ke Salt Lake City. Saat ini, ia diketahui berada dalam kondisi stabil di rumah sakit.

Pengawas Yellowstone, Dan Wenk, dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa mata air panas di taman nasional itu berbahaya. Tanah di dekatnya rapuh dan tipis, dengan air mendidih berada di bawah permukaannya.

"Kami terus-menerus menekankan bahwa pengunjung harus tetap berada di jalur di cekungan geyser. Itu tak hanya untuk melindungi sumber daya alam, tapi demi keselamatan mereka sendiri," ujar Wenk seperti dikutip dari BBC, Jumat (16/6/2017).

Suhu air panas Yellowstone dapat mencapai 93 derajat Celcius.

Pada 2016, seorang pria berusia 23 tahun tewas di Lower Geyser Basin setelah keluar dari jalur yang telah ditentukan dengan saudara perempuannya.

Pihak berwenang kemudian memutuskan untuk tak mengeluarkan jasadnya, karena telah larut hampir seluruhnya pada hari berikutnya.

Area taman tempat sumber air panas dan geyser yang menyemburkan air panas ke udara, berada di tepi kaldera Yellowstone yang terkenal. Aktivitas kaldera-lah yang memicu kolam termal di daerah tersebut.

 

Simak video menarik berikut ini:

Gunung Super yang 'Mengancam' AS

Taman nasional di Wyoming, Montana, dan Idaho, Amerika Serikat berada tepat di bawah puncak salah satu gunung api terbesar di dunia, Yellowstone. Sebuah supervolkano alias gunung super.

Para ahli mengkhawatirkan, gunung yang masih aktif ini bakal meletus. Apalagi, kaldera Yellowstone menunjukkan tanda-tanda peningkatan aktivitas sejak 2004 lalu.

Supervolkano Yellowstone terakhir meletus sekitar 640 ribu tahun yang lalu. Demikian menurut catatan Badan Survei Geologi AS (USGS).

Sementara, seperti dimuat Russia Today, Desember tahun lalu geolog melaporkan bahwa ruang penyimpanan magma gunung super itu ternyata 2,5 kali lebih besar dari perkiraan sebelumnya.

"Tapi bukan berarti (ruang magma) itu membesar," kata ilmuwan dari University of Utah, James Farrell. "Hanya kemampuan kita melihatnya yang makin baik."

Dapur magma Yellowstone (geology.com)Pada Maret lalu, video eksodus bison ke taman nasional memunculkan rumor letusan akan terjadi dalam waktu dekat.

Namun, beberapa hari kemudian di awal April, para ilmuwan dan pejabat taman nasional menepis dugaan itu. Kata mereka, perilaku bison adalah migrasi alami, bukan tanda aktivitas gunung berapi yang akan terjadi.

Pada minggu yang sama, sebuah gempa berkekuatan 4,8 skala Richter mengguncang area barat laut taman nasional -- menjadi aktivitas seismik terbesar di Yellowstone sejak 1980.

Kepanikan warga ada alasannya. Sebab, jika sampai Yellowstone meletus, itu artinya bencana bagi AS. Erupsinya diperkirakan ribuan kali lebih kuat dari letusan gunung St Helena pada 1980.

Yellowstone diperkirakan akan memuntahkan lava ke langit, sementara abunya yang panas akan mematikan tanaman dan mengubur wilayah sekitarnya hingga radius 1.000 mil atau lebih dari 1.600 kilometer.

Tak hanya itu, dua pertiga wilayah Amerika Serikat bisa jadi tak bisa dihuni karena udara beracun yang berembus dari kaldera. Ribuan penerbangan dibatalkan, jutaan orang menjadi pengungsi.

Ini adalah mimpi buruk yang diprediksi para ilmuwan, jika Yellowstone kembali meletus untuk pertama kalinya dalam 600 ribu tahun. Berita buruknya, ini mungkin nyata terjadi di masa depan. "Kami yakin suatu hari ia akan kembali erupsi, tapi entah kapan," kata Farrel.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya