Terkuak, Asteroid Pemusnah Dinosaurus Picu Kegelapan di Muka Bumi

Sebuah studi baru menemukan, asteroid pemusnah dinosaurus menyebabkan Bumi dilanda kegelapan selama dua tahun. Bagaimana bisa?

oleh Citra Dewi diperbarui 29 Agu 2017, 20:00 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2017, 20:00 WIB
Kiamat-01
Sebuah asteroid akan melintasi Bumi malam sebelum Natal. Namun sebuah kelompok mengungkapkan bahwa kiamat akan datang. (News.com.au)

Liputan6.com, Boulder - Hingga kini, hantaman asteroid raksasa ke Bumi, masih diyakini sebagai penyebab punahnya dinosaurus pada 65,5 juta tahun lalu. Asteroid itu, diperkirakan berukuran 10 kilometer.

Menurut sebuah penelitian baru, hantaman asteroid itu menyebabkan Bumi dilanda kegelapan selama hampir dua tahun.

Gelapnya langit itu disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya awan jelaga sisa hasil kebakaran hutan yang terjadi di seluruh Bumi. Terhalangnya sinar Matahari untuk masuk ke Bumi, membuat tanaman tak dapat berfotosintesis dan Bumi mengalami penurunan suhu secara drastis.

Dua faktor kunci itu disebut mengacaukan rantai makanan secara global dan berkontribusi dalam kepunahan massal pada akhir zaman dinosaurus -- dikenal sebagai Mesozoikum.

Penemuan baru tersebut, diyakini membantu para ilmuwan untuk memahami lebih mendalam penyebab 75 persen spesies di Bumi mengalami kepunahan akibat hantaman asteroid.

Efek Hantaman Asteroid Raksasa

Asteroid raksasa yang menghantam Bumi memicu gempa, tsunami, dan erupsi gunung berapi. Benda angkasa luar bertenaga besar itu menguapkan batu dan menjadikannya partikel kecil yang disebut spherule.

Ketika spherule jatuh ke Bumi, partikel tersebut bertabrakan dengan molekul udara, menyebabkan gesekan, dan meningkatkan suhu untuk cukup memicu kebakaran di seluruh dunia. Faktanya, pita tipis spherules masih bisa ditemukan dalam catatan geologi.

Dilansir dari Live Science, Selasa (29/8/2017), hewan-hewan darat pada Zaman Mezosoik yang paling besar mati sesaat setelah asteroid menghantam Bumi. Namun menurut peneliti utama studi tersebut, Charles Bardeen, hewan laut dapat bersembunyi sehingga bisa bertahan.

"Studi kami menyoroti efek awal setelah terjadi gempa bumi dan tsunami," ujar Bardeen, yang juga merupakan ilmuwan proyek di National Center untuk Atmospheric Research (NCAR) di Boulder, Colorado.

"Namun, kami juga ingin melihat konsekuensi jangka panjang dari hantaman asteroid, termasuk hewan yang tersisa," imbuh dia.

 

Bumi Tanpa Fotosintesis dan Bencana Lainnya

Bumi Tanpa Fotosintesis

Bardeen dan rekan-rekannya menggunakan perhitungan awan jelaga teranyar yang terekam dalam catatan geologi, yakni sebanyak 15.000 ton. Kemudian mereka menghubungkan jumlah tersebut dalam model iklim kimia modern, di mana model tersebut memungkinkan ilmuwan mensimulasikan efek awan jelaga selama bertahun-tahun setelah asteroid menghantam Bumi.

"Berbagai penelitian telah mengasumsikan berbagai jenis partikel, termasuk debu, sulfat, dan jelaga," ujar Bardeen.

Hasil baru penelitian tersebut menunjukkan efek bencana yang ditimbulkan awan jelaga sisa dari kebakaran hutan.

"Studi kami menunjukkan, dampak asteroid cukup untuk menghentikan fotosintesis hingga dua tahun," ujar Bardeen.

"Ini akan memberikan efek menghancurkan, terutama di lautan, karena laut bergantung pada fitoplankton sebagai sumber utama makanan dan kehilangannya akan menjadi bencana bagi keseluruhan rantai makanan," jelas dia.

Bahkan menurut penelitian, jika tingkat awan jelaga berkurang hingga tiga pertiganya, fotosintesis masih akan berhenti selama satu tahun penuh.

Bencana Lain yang Terjadi Akibat Hantaman Asteroid

Selain menghentikan fotosintes, awan jelaga yang timbul di seluruh Bumi memblokir sebagian besar panas Matahari untuk sampai ke Bumi.

Tiga tahun setelah hantaman asteroid terjadi, suhu daratan dan lautan di Bumi menurun drastis hingga 28 dan 11 derajat Celsius.

Sebaliknya, suhu atmosfer bagian atas atau stratosfer meningkat karena di sana awan jelaga berada dan menyerap panas Matahari. Suhu di sana merusak ozon dan memungkinkan sejumlah besar uap air melayang di stratosfer.

Ketika uap air tersebut bereaksi secara kimiawi di stratosfer, senyawa tersebut akan menciptakan senyawa hidrogen yang menyebabkan kerusakan ozon.

Saat stratosfer mendingin, uap air di sana tiba-tiba memadat dan mulai hujan mulai turun membasuh jelaga. Setelah siklus pendinginan ini diulang berkali-kali, lapisan jelaga menipis dan menghilang dalam beberapa bulan.

 

Saksikan video berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya