Liputan6.com, Damaskus - Konvoi truk PBB yang membawa bantuan kemanusiaan ke Ghouta Timur, Suriah mengalami hambatan dalam melakukan pendistribusian bagi warga sipil terdampak konflik awal pekan ini.
Badan Urusan Pengungsi PBB atau UNHCR mengatakan, sebuah konvoi yang terdiri dari 46 truk pembawa bantuan kemanusiaan masuk ke Ghouta Timur awal pekan ini -- menjadikan konvoi itu yang pertama menjangkau kawasan tersebut sejak Dewan Keamanan PBB meloloskan resolusi gencatan senjata pertengahan Februari lalu.
Namun, dari seluruh total truk yang masuk, tersisa 10 kendaraan yang gagal melakukan distribusi suplai barang-barang bantuan kemanusiaan. Demikian seperti dikutip dari BBC (6/3/2018).
Advertisement
Baca Juga
Sepuluh truk yang tersisa terpaksa harus mundur lebih awal dari Ghouta Timur tanpa sempat menyalurkan suplai yang dibawa, karena, penyaluran bantuan terganggu oleh rangkaian bombardir udara dan artileri yang terus terjadi sepanjang proses itu.
Mereka kemudian pergi bersama konvoi truk lain yang telah menyelesaikan distribusi suplai.
Seluruh konvoi itu pun meninggalkan area Ghouta Timur hanya dalam waktu 9 jam. Padahal, konvoi tersebut dijadwalkan menetap dalam durasi yang lebih lama, demi menuntaskan penyaluran seluruh suplai yang dibawa.
"Kita menyalurkan sebanyak yang kita bisa, meski terus dibombardir sepanjang prosesnya," kata Sajjad Malik, perwakilan UNHCR untuk Suriah.
"Parahnya, warga sipil yang terjebak di dalam situasi itu," tambahnya.
Melengkapi pernyataan UNHCR, representasi organisasi kemanusiaan international di Suriah mengatakan bahwa 46 truk itu berisi parsel makanan untuk 27.500 orang dan suplai medis untuk 70.000 orang di Kota Douma, Ghouta.
Dan, menyikapi kondisi terkini, perwakilan organisasi kemanusiaan internasional itu sangat menyayangkan bombardir yang terus terjadi serta menyebabkan tidak efektifnya distribusi suplai.
"Konvoi itu melaksanakan tugas dalam kondisi yang tidak memungkinkan ... Padahal, akses penyaluran bantuan kemanusiaan yang berkesinambungan adalah suatu hal yang sangat penting. Dan hal itu mesti didukung oleh semua pihak untuk ke depannya," kata Robert Maridni, Direktur Kawasan Timur Tengah International Committee of the Red Cross (ICRC).
Di sisi lain, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO melaporkan, sebelum berangkat, suplai yang dibawa oleh 46 truk itu sejatinya telah dikurangi sebanyak 70 persen (berupa perlengkapan medis) atas desakan rezim pemerintahan Presiden Suriah Bashar Al Assad -- sebuah langkah yang sangat disayangkan oleh organisasi tersebut.
Pihak Al Assad berdalih, pengurangan itu dilakukan demi memastikan agar kombatan pemberontak yang terluka -- akibat bertempur melawan pasukan pemerintah Suriah di Ghouta Timur -- tidak menerima perawatan medis.
Situasi Sangat Buruk
Bisa dikatakan, situasi di Ghouta Timur saat ini sangat buruk. Mengingat, bantuan kemanusiaan dan evakuasi medis yang dilakukan oleh organisasi kemanusiaan internasional tidak berjalan efektif, karena terganggu oleh pertempuran yang masih berlangsung di kawasan.
Pasukan rezim pemerintahan Presiden Suriah Bashar Al Assad yang didukung Rusia - Iran serta kombatan pemberontak/oposisi anti-Al Assad masih melakukan baku tembak dan saling balas-membalas bombardir udara juga artileri hingga awal pekan ini.
Padahal, baik Dewan Keamanan PBB hingga Rusia sekalipun telah memandatkan gencatan senjata di kawasan sejak pertengahan Februari lalu, menyusul melonjaknya jumlah korban yang diperkirakan mencapai ribuan orang, dengan 700 orang di antaranya merupakan korban tewas.
Jumlah korban luka dan jiwa di Ghouta Timur juga diperkirakan akan semakin bertambah jika seluruh pihak kombatan tidak mengindahkan mandat-mandat gencatan senjata. Apalagi mengingat, masih ada hampir sekitar 400.000 orang yang masih berada di dalam wilayah yang hanya berjarak beberapa kilometer dari Ibu Kota Damaskus.
Awal pekan ini saja, sekitar 77 orang yang diduga warga sipil non-kombatan tewas akibat rangkaian bombardir dan artileri di kawasan. Demikian seperti dikutip dari The Guardian 6 Maret 2018.
Sementara pada hari Minggu 4 Maret 2018, sekitar 12 orang tewas akibat rangkaian serangan serupa.
Advertisement