Presiden Rusia Desak Israel Tak Memperburuk Situasi di Suriah

Rusia mendesak Israel untuk menghindari langkah apa pun yang dapat meningkatkan ketidakstabilan di Suriah.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 12 Apr 2018, 13:02 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2018, 13:02 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin dan PM Israel Benjamin Netanyahu
Presiden Rusia Vladimir Putin dan PM Israel Benjamin Netanyahu (Vasily Maximov/AFP)

Liputan6.com, Moskow - Presiden Rusia Vladimir Putin mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menghindari langkah apapun yang dapat meningkatkan ketidakstabilan di Suriah. Hal tersebut disampaikan Putin kepada Netanyahu melalui sambungan telepon pada Rabu, 11 April 2018.

Permintaan orang nomor satu di Rusia itu mencuat di tengah meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran menyusul serangan Israel ke pangkalan udara Suriah.

Percakapan via telepon Putin dan Netanyahu dikonfirmasi oleh Kremlin.

"Atas prakarsa dari Israel, percakapan via telepon terjadi antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Isu Suriah dibahas, termasuk serangan rudal terbaru ke lapangan udara T-4 di Homs yang dilakukan oleh Angkatan Udara Israel," demikian pernyataan resmi yang dirilis Kremlin seperti dikutip dari Sputniknews.com, Kamis (12/4/2018).

Lebih lanjut, pernyataan yang sama berbunyi, "Vladimir Putin menekankan pentingnya menghormati kedaulatan Suriah dan menyerukan untuk menahan diri dari setiap tindakan yang dapat semakin mengacaukan situasi di negara itu serta menimbulkan ancaman bagi keamanannya".

Israel juga mengonfirmasi pembicaraan via telepon tersebut. Seperti dilansir Haaretz.com, dalam percakapan tersebut, Netanyahu menegaskan kepada Putin bahwa Israel tidak akan mengizinkan Iran membangun kekuatan militernya di Suriah.

Tel Aviv dikabarkan sangat mewaspadai serangan balasan Iran setelah Negeri Para Mullah itu mengumumkan ancaman langsungnya terhadap Israel pada Selasa lalu. Dalam pidato peringatan Holocaust baru-baru ini, Netanyahu menegaskan bahwa Iran masih berniat menghancurkan Israel. PM Israel itu pun mengeluarkan peringatan.

"Saya punya pesan untuk para pemimpin Iran: Jangan menguji tekad Israel," ujar Netanyahu.

Selain itu, dalam kesempatan yang sama, Netanyahu juga mengecam dugaan serangan senjata kimia di Suriah.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Ancaman Donald Trump

Keakraban Erdogan, Putin, Rouhani Saat Bahas Perdamaian Suriah
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (tengah) bersama Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) dan Presiden Iran Hassan Rouhani (kiri) bergandengan tangan setelah konferensi pers bersama di Ankara, Turki, Rabu (4/4). (AP Photo/Burhan Ozbilici)

Di lain sisi, dugaan penyerangan menggunakan senjata kimia di Douma, Suriah, juga telah memicu reaksi Amerika Serikat. Presiden Donald Trump bahkan menjuluki Presiden Suriah Bashar al-Assad sebagai binatang.

Trump berjanji, Assad akan membayar serangan tersebut dengan "harga yang sangat tinggi".

"Rusia bersumpah akan menembak jatuh setiap rudal yang mengudara di Suriah. Bersiaplah Rusia, karena mereka (rudal-rudal) akan datang dengan baik, baru, dan 'pintar'! Anda seharusnya tidak menjadi mitra Gas Killing Animal yang membunuh rakyat dan menikmatinya," twit Donald Trump pada Rabu, 11 April 2018.

Dalam twit lainnya, Donald Trump mengatakan, "Hubungan kami dengan Rusia jauh lebih buruk dari sebelumnya, bahkan saat Perang Dingin. Tidak ada alasan untuk ini. Rusia membutuhkan kita untuk membantu ekonomi mereka, sesuatu yang sangat mudah untuk dilakukan, dan kita membutuhkan agar seluruh bangsa bekerja sama. Hentikan perlombaan senjata?".

Kremlin enggan menanggapi kicauan Donald Trump. Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa setiap pihak harus menjaga untuk tidak memperburuk situasi di Suriah.

"Kami tidak terlibat dalam diplomasi Twitter. Kami mendukung pendekatan yang serius. Kami terus menyakini bahwa penting untuk tidak mengambil langkah-langkah yang dapat membahayakan situasi yang sudah rapuh," tegas Peskov.

Suriah sedang dilanda perang proksi yang melibatkan Rusia dan Amerika Serikat. Negeri Beruang Merah merupakan pendukung setia rezim Assad, sementara Amerika Serikat menyokong kelompok pemberontak.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya