Rindu Bocah Palestina Saat Idul Adha, Menanti Ortu Bebas dari Penjara Israel

Intelijen Israel menuduh keluarga dua bocah asal Palestina ini telah membunuh seorang mantan tentara Israel di permukiman Gush Etzion di utara Hebron.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 31 Jul 2020, 20:40 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2020, 20:40 WIB
Ilustrasi bendera Palestina
Palestina (iStock)

Liputan6.com, Hebron - Bertepatan dengan Idul Adha yang ditandai dengan berlangsungnya ritual haji tahunan, sebuah keluarga Palestina di Beit Kahel, sebelah utara Hebron di Tepi Barat mengenang peristiwa tragis yang mereka alami tahun lalu pada hari yang sama.

Alkisah tentara Israel menyerbu rumah Aref Asafreh dan menangkap ketiga putranya beberapa jam kemudian, sehari setelah mereka merayakan Idul Adha.

"Pasukan mengepung rumah saya dan memerintahkan keluarga berada dalam satu kamar, dan mulai menginterogasi putra-putra saya selama lima jam. Kemudian mereka membawa Qasem, istrinya Enas, dan dua putra lainnya, Ahmed dan Mohammad," katanya.

Mereka juga menyita kendaraan Qasem. Belakangan intelijen Israel menuduh keluarga Palestina itu telah membunuh seorang mantan tentara Israel di permukiman Gush Etzion di utara Hebron.

Tiga bulan kemudian, pasukan Israel kembali dan menghancurkan empat rumah milik keluarga, salah satunya milik Qasem dan istrinya, demikian dikutip dari laman Aa.com.tr, Jumat (21/7/2020).

Selama satu tahun terakhir, Mohammad (6) dan Abdulrahman (4) menunggu kembalinya orang tua mereka.

Duduk di atas puing-puing rumahnya bersama dengan saudara lelakinya, Saleh, Asafrh mengatakan rasa terpukul itu menjadi lebih keras pada hari-hari spesial seperti Hari Raya, ketika anak-anak mengingat orang tua mereka.

"Mereka kehilangan kehangatan pangkuan ibu. Mereka menanyakan keberadaan orangtua mereka dan kapan mereka akan kembali. Kami tidak punya jawaban," kata Khaleel, saudara laki-laki Qasem.

Meskipun keluarga berusaha untuk memberikan penjelasan dan hal lain, ketidakhadiran kedua orang tua mereka sangat berpengaruh.

Asafreh dan istrinya yang sudah tua merawat tujuh cucu. Sebab, ayah dari cucu mereka ada di penjara. Dengan rumah-rumah mereka diledakkan oleh pasukan Israel, mereka harus berlari pontang-panting mencari tempat berlindung.

"Setelah menangkap putra-putra saya, pasukan pendudukan menangkap tiga keponakan saya. Enam pria di keluarga kami yang kini juga berada di penjara," kata Asafreh.

Asafreh dan istrinya baru bisa bertemu dengan putra mereka sekali saja sejak mereka ditangkap. Alih-alih menahan mereka di penjara tunggal, mereka malah dimasukkan ke penjara berbeda.

 

Simak Video Pilihan Berikut:

Kerinduan Ibu Akan Anaknya

Warga Palestina membentang bendera negara mereka, bergembira menyambut rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah
Warga Palestina membentang bendera negara mereka, bergembira menyambut rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah (AP Photo/Khalil Hamra)

Beberapa hari yang lalu, keluarga menerima surat dari Enas (28) yang berhasil diselundupkannya melalui tahanan wanita yang dibebaskan.

"Aku merindukan Qasem dan putra-putra kami hari ini. Saya berharap untuk bersama mereka dan mempersiapkan diri untuk Idul Adha. Saya ingin membelikan mereka pakaian baru yang bagus," tulis wanita yang ditahan di penjara Damon dekat Haifa.

Qasem di penjara Remon di gurun Negev di ujung selatan kota.

Berbicara kepada Anadolu Agency, Mohammad Asafrh, saudara lelaki Enas mengatakan bahwa saudara perempuannya menderita banyak penyakit kronis, kebanyakan dari mereka mengalami interogasi yang keras di Pusat Interogasi Ashkelon.

"Dia menderita sakit kepala terus menerus, iritasi usus besar, dan nyeri pada tulang sebagai akibat dari kekurangan vitamin, dan kurangnya perawatan medis. Tapi dia selalu berusaha menjadi kuat dan sabar," kata Mohammad.

Dilarang bertemu kerabat dan pengacara mereka selama tiga bulan terakhir sejak Corona COVID-19, sebuah stasiun radio Palestina melalui program tahanan suara telah membantu para tahanan untuk saling terhubung, dengan menyiarkan pesan suara keluarga mereka.

"Saya sedang menunggu transmisi radio FM malam hari, untuk mendengarkan Mohammad dan Abdulrahman," tulisnya.

Anak-anak yang pernah bertemu ibu mereka di belakang panel kaca terkejut melihat ibu mereka untuk pertama kalinya, empat bulan setelah penangkapannya.

"Sangat berbahaya melihat mereka menangis di balik panel kaca dan tidak bisa memeluk dan menenangkan mereka. Saya berharap suatu hari nanti saya bisa mencium dan memeluk putra-putra saya," kata Enas dalam suratnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya