Suhu Panas Melonjak, WHO: Mengerikan, Apokaliptik

Gelombang panas yang melanda Eropa disebut karena pengaruh perubahan iklim yang terjadi.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 02 Agu 2022, 23:01 WIB
Diterbitkan 25 Jul 2022, 13:14 WIB
New York Dilanda Gelombang Panas
Seorang pria bermain tenis selama gelombang panas musim panas diNew York, Kamis (21/7/2022). Suhu tinggi yang berbahaya mengancam sebagian besar Timur Laut dan Selatan Jauh saat jutaan orang Amerika mencari kenyamanan dari AC , hidran kebakaran, air mancur dan pusat pendinginan. (AP Photo/Andres Kudacki)

Liputan6.com, Jakarta - Perubahan iklim yang terjadi di Eropa menjadi pemberitaan di seluruh dunia. Suhu di negara-negara Eropa bahkan mulai bersaing dengan suhu Jakarta yang biasanya sekitar 30 derajat celcius. 

Pekan lalu, BBC menyebut suhu di kota London telah tembus 40 derajat celcius. Di wilayah Eropa lain, Prancis dan Spanyol terdampak kebakaran hutan yang parah, sementara BNO News melaporkan lebih dari 1.000 orang meninggal di Spanyol dan Portugal akibat cuaca panas. 

Direktur Regional WHO, Hans Henri Kluge, menyebut kondisi yang terjadi di Eropa adalah hal menakutkan. Kantor-kantor WHO juga turut merasakannya.

"Tak pernah terjadi sebelumnya. Menakutkan. Apokaliptik," ujar Kluge dalam pernyataan di situs WHO, dikutip Senin (25/7/2022).

"Perubahan iklim bukanlah hal yang baru. Namun, konsekuensi-konsekuensinya meningkat pada musim demi musim, tahun demi tahun, dengan hasil malapetaka," lanjutnya. 

Kluge menyorot bahwa kebakaran hutan yang biasanya terjadi di selatan Eropa kini ikut melanda wilayah Skandinavia. Selain itu, gelombang panas bisa memicu kematian dini, serta memperparah penyakit penyerta. 

WHO menyarankan agar masyarakat mengurangi dulu aktivitas fisik berlebihan di luar ruangan, serta jangan meninggalkan anak kecil atau hewan peliharaan di kendaraan. Masyarakat juga diminta sering-sering minum air, namun hindari alkohol, kopi, atau minuman dengan gula. 

Apabila masyarakat merasakan gejala seperti pusing, lelah, cemas, atau sangat kehausan, segera pindah ke lokasi yang lebih sejuk. 

"Pada akhirnya, kejadian-kejadian pekan ini kembali menunjukkan perlunya kebutuhan aksi pan-Eropa untuk secara efektif menangkal perubahan iklim, krisis yang menjalar di zaman kita ini mengancam kesehatan individu dan eksistensi kemanusiaan," ujar Kluge.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

WMO Ikut Prihatin

FOTO: Melawan Kebakaran Hutan di Prancis
Petugas pemadam kebakaran memerangi api dekat Landiras, barat daya Prancis, 17 Juli 2022. Petugas pemadam kebakaran berjuang melawan kebakaran hutan yang berkobar di luar kendali di Prancis dan Spanyol ketika Eropa layu di bawah gelombang panas luar biasa ekstrem. (SDIS 33 via AP)

Sebelumnya dilaporkan, benua Eropa sedang diterjang gelombang panas yang membuat suhu tembus 40 derajat celcius. World Meteorological Organization (WMO) memprediksi gelombang panas ini bisa terus terjadi hingga berdekade-dekade.

Dilansir UN News, Rabu (20/7), pola itu disebut terkait aktivitas manusia yang berkontribusi pada pemanasan planet. Dampak besar berisiko terjadi pada sektor agrikultur.

"Kami memperkirakan melihat dampak-dampak besar pada agrikultur. Pada gelombang panas sebelumnya di Eropa, kita kehilangan sejumlah besar panen. Dan di bawah situasi terkini, kita sudah terkena krisis pangan global akibat perang di Ukraina, gelombang panas ini akan membawa dampak pada aktivitas-aktivitas agrikultur," ujr Petteri Taalas, Sekretaris Jenderal WMO, dalam konferensi pers di Jenewa.

Pihak WHO menyebut gelombang panas akan terjadi lebih sering hingga tahun 2060-an. Gelombang panas di Eropa saat ini mungkin akan terus berlanjut hingga pertengahan pekan depan.

Dampak dari gelombang panas bukan hanya membuat situasi tidak nyaman, tetapi berbahaya karena bisa menjebak polusi dan mengurangi kualitas udara. Akibatnya, para lansia terdampak parah. Pada gelombang panas 2023, sekitar 70 ribu orang meninggal di Eropa.

Gelombang panas yang terjadi di 2022 juga memicu kebakaran hutan di Spanyol.

WHO turut menyorot masalah gelombang panas ini karena gelombang panas memiliki dampak langsung terhadap kesehatan. Akses kepada makanan dan minuman pun terkena risiko, serta ada ancaman kekurangan air.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Suhu di China Ikut Melonjak

Kasus Pertama Varian Omicron Terdeteksi di China Daratan
Seorang wanita memakai masker saat mengunjungi pusat perbelanjaan di Beijing, China, Selasa (14/12/2021). Kasus pertama varian omicron COVID-19 telah terdeteksi di daratan negara di kota Tianjin di sebelah timur Beijing. (AP Photo/Ng Han Guan)

Beberapa bagian di China akan mengalami suhu yang membakar selama sepuluh hari ke depan saat gelombang panas mulai terjadi. Di beberapa provinsi, pihak berwenang memperkirakan tingkat akan naik ke setidaknya 40 derajat celcius dan pemerintah nasional telah memperingatkan bahwa kebakaran hutan dapat terjadi.

Dilansir BBC, Minggu (24/7), tingkat merkuri akan mulai melonjak pada hari Sabtu, yang menjadi hari "Panas Besar" dalam kalender tradisional Tiongkok. 

Di Zhejiang, di tenggara, beberapa kota mengeluarkan peringatan merah, peringatan tertinggi. Provinsi ini biasanya mengalami suhu tertinggi 20-an pada bulan Juli, tetapi tahun ini pemerintah setempat memperingatkan 40 derajat celcius dalam 24 jam ke depan.

Untuk mengatasi musim panas, banyak orang di China beralih ke AC di rumah, kantor, dan pabrik mereka, namun hal itu dapat menyebabkan masalah bagi jaringan listrik nasional. 

Permintaan bisa mencapai level tertinggi baru selama musim panas dan Kementerian Manajemen Darurat telah memperingatkan bahwa operasi yang aman akan menghadapi "ujian berat".

Pada bulan Juli, suhu Shanghai mencapai 40,9C yang terik, menyamai hari terpanas sejak pencatatan dimulai pada tahun 1873, mencapai angka ini untuk pertama kalinya pada tahun 2017, lapor kantor berita Reuters.

Kota itu harus mengeluarkan peringatan panas ekstrem ketiganya di musim panas.Gelombang panas menjadi lebih sering secara global, lebih intens, dan bertahan lebih lama karena perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.Dunia telah menghangat sekitar 1,1 derajat celcius sejak era industri dimulai dan suhu akan terus meningkat kecuali pemerintah di seluruh dunia melakukan pemotongan tajam terhadap emisi.

 

Dampak Kerusakan

Kasus Pertama Varian Omicron Terdeteksi di China Daratan
Pengunjung pusat perbelanjaan berjalan melalui pos pemeriksaan kesehatan di Beijing, China, Selasa (14/12/2021). Kasus pertama varian omicron COVID-19 telah terdeteksi di daratan negara di kota Tianjin di sebelah timur Beijing. (AP Photo/Ng Han Guan)

Shanghai, yang masih memerangi wabah COVID-19 sporadis, memperingatkan 25 juta penduduknya untuk bersiap menghadapi cuaca panas minggu ini. Sejak pencatatan dimulai pada tahun 1873, Shanghai hanya memiliki waktu 15 hari dengan suhu di atas 40 derajat Celcius.

Sebuah foto yang dibagikan secara luas di media sosial menunjukkan seorang penguji COVID-19 dalam setelan hazmat seluruh tubuh memeluk balok es setinggi 1 meter di tepi jalan.

Staf di taman margasatwa Shanghai seluas 152 ha menggunakan delapan ton es setiap hari hanya untuk menjaga agar singa, panda, dan hewan lainnya tetap sejuk.

“Tahun ini, cuaca panas datang sedikit lebih awal dari sebelumnya,” kata Zhu Daren, seorang warga Shanghai, saat putranya yang berusia lima tahun bermain di air mancur.

"Meskipun baru Juli, saya merasa (cuaca hangat) sudah mencapai titik tertinggi. Pada dasarnya, Anda perlu menyalakan AC ketika Anda pulang dan memakai tabir surya ketika Anda keluar." 

Infografis 5 Tips Pakai Masker Cegah Covid-19 untuk Anak. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 5 Tips Pakai Masker Cegah Covid-19 untuk Anak. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya