Liputan6.com, Jakarta - Para ahli penyakit menular mengawasi dengan cermat beberapa varian COVID-19 yang telah mengakibatkan lonjakan kasus di Eropa dan Asia.
Selama beberapa minggu, para ahli telah memperhatikan puncak kasus COVID-19 di Eropa dan Asia. Mayoritas menunjuk ke varian XBBÂ dan BQ.1. Para ilmuwan di AS percaya bahwa itu adalah tanda peringatan.
Baca Juga
"XBB telah menyebar sangat cepat di Singapura di mana ia telah melampaui BA5," kata Nadia Roan, PhD, seraya menambahkan, "Keduanya sangat memprihatinkan karena sangat mudah menular."
Advertisement
CDC sudah mengaitkan 5,7% kasus di AS dengan varian BQ.1 dan 47 urutan ke XBB menurut data dari organisasi penelitian internasional yang melacak jenis ini.
Apa yang membuat mereka berbeda dari strain Virus Corona COVID-19 lain?
"Mereka telah mengubah protein permukaan mereka sedemikian rupa sehingga antibodi yang diperoleh baik oleh infeksi sebelumnya atau dengan vaksinasi, pada dasarnya tidak bekerja dengan baik melawan mereka. Jadi itulah sebabnya mereka sangat menular," jelas penyelidik Senior di Gladstone Institutes, Nadia Roan seperti dikutip dari 6abc.com, Selasa (25/10/2022).Â
Sementara itu, spesialis penyakit menular Universitas California San Francisco Dr. Monica Gandhi yakin kita akan melihat lebih banyak kasus di AS.
"Saya akan melihat ke Inggris. Kami melihat kasus naik sekitar empat minggu lalu. Lalu turun, kasusnya tidak terlalu tinggi. Penyakit parah, rawat inap tetap datar (stabil)," kata Dr. Gandhi.
"Saya pikir kita akan melihat peningkatan kasus. Artinya infeksi ringan. Saat ini, kita berada dalam jeda COVID. Saat ini kita mendapatkan lebih banyak virus influenza dan virus pernapasan. Kemudian COVID akan mengambil peran menyebabkan infeksi ringan," sambungnya.
Gandhi tidak percaya kita akan melihat peningkatan rawat inap di AS, tetapi menyarankan untuk mendapatkan booster terbaru yang dilengkapi untuk melawan strain Omicron.
Subvarian COVID-19 Omicron XBB Bisa Picu Gelombang Infeksi Baru
Sebelumnya, Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia Dr Soumya Swaminathan pada Kamis 20 Oktober 2022 mengatakan bahwa beberapa negara mungkin melihat "gelombang infeksi lain" dengan subvarian XBB dari Omicron. Tetapi ilmuwan klinis India itu juga menambahkan bahwa hingga saat ini tidak ada data yang tersedia dari negara mana pun yang menunjukkan bahwa varian baru ini secara klinis lebih parah daripada yang sebelumnya.
"Ada lebih dari 300 subvarian Omicron. Saya pikir salah satu yang mengkhawatirkan saat ini adalah XBB, yang merupakan virus rekombinan. Kami telah melihat beberapa virus rekombinan sebelumnya. Yang satu ini sangat menghindari kekebalan, yang berarti dapat mengatasi antibodi. Jadi ada kemungkinan kita melihat gelombang infeksi lain di beberapa negara karena XBB," kata Swaminathan seperti dikutip dari Hindustan Times, Jumat (21/10/2022).
Swaminathan menginformasikan bahwa WHO juga melacak turunan Varian Virus Corona COVID-19, BA.5 dan BA.1, yang lebih menular dan menghindari kekebalan. Ketika virus itu berkembang, maka akan menjadi lebih menular, tambahnya.
Tindakan yang Harus Diambil
Mengomentari langkah-langkah pencegahan yang dapat diambil untuk mencegah lonjakan COVID-19, dia menegaskan bahwa "pemantauan dan pelacakan" adalah langkah kunci.
"Kami perlu terus memantau dan melacak. Kami telah melihat bahwa pengujian telah menurun di seluruh negara, pengawasan genomik juga telah turun selama beberapa bulan terakhir," paparnya.
"Kami perlu mempertahankan setidaknya pengambilan sampel strategis pengawasan genom sehingga kami dapat terus lacak variannya seperti yang telah kami lakukan dan pelajari," ujarnya lebih lanjut.
Advertisement
CDC AS Ungkap Kekhawatiran COVID-19 Subvarian Omicron BQ.1, BQ.1.1, dan XBB
Sebelumnya lagi, Centers for Disease Control and Prevention/CDC atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (AS) menyatakan sedang melacak dengan cermat berbagai sublineage atau subgaris keturunan Omicron. Termasuk di antaranya tiga yang baru-baru ini menarik perhatian.
Demikian seperti disampaikan lembaga itu pada Jumat 21 Oktober 2022.
Menurut pernyataan CDC AS yang juga dikutip dari Xinhua, Minggu (23/10/2022), tiga subvarian baru tersebut adalah BQ.1, BQ.1.1, dan XBB.
BQ.1 dan BQ.1.1 merupakan turunan dari subvarian Omicron BA.5, yang menjadi varian dominan di AS selama berbulan-bulan, menurut CDC.
Data CDC menunjukkan bahwa BQ.1 dan BQ.1.1 tampaknya menyebar relatif cepat sejauh ini, tetapi masih dalam proporsi kecil dari keseluruhan varian.
CDC juga tengah mengawasi XBB berdasarkan laporan internasional, meskipun masih sangat jarang ditemukan di AS.
Banyak varian SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19, telah terlacak keberadaannya di AS dan secara global selama pandemi.
Terkadang, varian-varian baru dari Virus Corona COVID-19 muncul dan menghilang.
Sementara itu, varian-varian tersebut bertahan dan terus menyebar di masyarakat. Saat menyebar, Virus Corona tersebut memiliki peluang baru untuk berubah dengan cara yang dapat membuat varian-varian yang muncul lebih sulit dihentikan karena efektivitas vaksinasi atau perawatan kemungkinan telah berkurang, papar CDC.
Pandemi COVID-19 Belum Berakhir
Kepala ilmuwan WHO itu juga menekankan apa yang dikatakan Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, bahwa COVID-19 terus menjadi darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional, menambahkan bahwa 8.000 hingga 9.000 kematian dilaporkan setiap minggu di seluruh dunia karena infeksi Virus Corona COVID-19 itu.
"Jadi kita belum bilang pandemi sudah selesai, artinya semua kewaspadaan dan alat tetap digunakan. Untung sekarang kita punya banyak alat dan yang terpenting vaksin," kata Dr Swaminathan seraya menekankan pentingnya vaksin untuk memerangi pandemi. Â
Â
Advertisement
WHO Sebut COVID-19 Masih Darurat Kesehatan Global, Meski Ada Kemajuan
Banyak negara di dunia mulai melonggarkan protokol kesehatan untuk mencegah COVID-19. Perbatasan pun sudah mulai dibuka, turis asing pun sudah mulai diizinkan untuk pelesir.
Kendati demikian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Rabu 19Â Oktober 2022Â mengatakan masih terlalu dini untuk mencabut status peringatan tertinggi untuk krisis COVID-19. Mengapa?
Hal itu mengingat situasi pandemi COVID-19 masih menjadi darurat kesehatan global meskipun terdapat sejumlah kemajuan baru-baru ini.
Komite darurat WHO untuk COVID-19 pada minggu lalu bertemu dan menyimpulkan bahwa status pandemi masih berada dalam kondisi Darurat Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional (PHEIC), status yang diumumkan pada Januari 2020.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, pada Rabu 19Â Oktober mengatakan kepada wartawan bahwa ia setuju dengan saran komite itu.
"Komite menekankan perlunya memperkuat pengawasan dan memperluas akses pada tes, perawatan, dan vaksin bagi mereka yang paling berisiko," kata Ghebreyesus, yang berbicara dari markas besar badan kesehatan PBB itu di Jenewa seperti dikutip dari laporan VOA Indonesia, Kamis (20/10/2022).Â
WHO pertama kali menyatakan wabah COVID-19 sebagai PHEIC pada 30 Januari 2020, ketika terdapat kurang dari 100 kasus COVID-19 tercatat di luar China.
Meskipun deklarasi PHEIC adalah mekanisme yang disepakati secara internasional untuk memicu respons internasional terhadap wabah semacam itu, baru pada bulan Maret, banyak negara mulai menyadari bahaya COVID-19 ketika Tedros menggambarkan situasi yang memburuk sebagai pandemi.
 Â