Liputan6.com, Warsawa - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memberikan semangat untuk melawan invasi Rusia di Ukraina. Pidato itu diberikan di Warsawa, Polandia, beberapa jam setelah Presiden Vladimir Putin berpidato di Moskow.
Pada pidatonya, Presiden Biden menyindir Rusia sedang berusaha membangun lagi kekaisaran.
Advertisement
Baca Juga
"Seorang diktator yang ingin membangun kembali kekaisaran tidak akan bisa menghapus kecintaan pada kemerdekaan. Brutalitas tidak akan mengurangi keinginan kebebasan. Dan Ukraina, tidak akan dimenangkan Rusia. Tidak akan pernah," ujar Presiden AS Joe Biden, dikutip Rabu (22/2/2023).
Presiden Joe Biden menegaskan bahwa dukungan ke Ukraina tidak akan luntur, serta NATO tidak akan terpecahkan.
"Hawa nafsu Presiden Putin untuk tanah dan kekuasaan akan gagal. Dan kecintaan rakyat Ukraina untuk negaranya akan menang. Demokrasi-demokrasi dunia akan menjaga kemerdekaan hari ini, besok, dan selamanya," ucap Presiden Biden.
Presiden Biden turut berkata Rusia menggunakan pemerkosaan sebagai senjata, hingga menculik anak-anak Ukraina agar mencuri masa depan negara tersebut. Infrastruktur sipil Ukraina pun menjadi target.
"Mengebom stasiun-stasiun kereta, rumah sakit bersalin, sekolah, dan panti asuhan. Tidak ada satu pun - tak ada yang bisa mengalihkan mata mereka dari kekejian yang Rusia lakukan terhadap rakyat Ukraina. Itu keji," kata Presiden Biden.
Kabar baiknya, Joe Biden menyebut ada 50 persen wilayah Ukraina yang direbut Rusia, tetapi kini telah dikuasai Ukraina lagi.
"Presiden Zelensky masih memimpin sebuah pemerintahan yang dipilih secara demokratis yang mewakili keinginan rakyat Ukraina. Dan dunia telah memilih berkali-kali, termasuk di United Nations General Assembly, untuk mengecam agresi Rusia dan mendukung perdamaian yang adil," tegas Presiden Biden.
Jelang Setahun Perang Rusia-Ukraina, Dubes Uni Eropa: Indonesia Sudah Beri Dukungan
Jelang setahun perang Rusia-Ukraina, Duta Besar Uni Eropa Vincent Piket menyebut bahwa pemerintah Indonesia sudah memberikan dukungan agar situasi bisa menjadi lebih baik.
"Dukungan pertama telah diberikan oleh Indonesia. Dukungan itu berupa suara di resolusi PBB tahun lalu," ujar Dubes Vincent Piket dalam diskusi bertajuk 'Sejauh Apa Indonesia Bisa Berperan Menghentikan Agresi Rusia' yang disiarkan oleh The Conversation Indonesia, Selasa (21/2/2023).
"Kedua, Indonesia saat memegang presidensi G20. KTT itu menyimpulkan pernyataan bersama yang sangat-sangat jelas mengutuk invasi Rusia ke Ukraina."
"Jadi itu adalah hal penting yang dicapai Indonesia bersama para mitranya."
Meski demikian, Dubes Vincent Piket berharap bahwa harus ada langkah yang bisa dilakukan. Seperti contoh, mengisolasi Rusia secara diplomatis.
"Sekarang kita harus melihat lebih jauh. Kita harus terus mengisolasi Rusia secara diplomatis," kata Dubes Vincent Piket, meski tak secara gamblang meminta hal tersebut dilakukan oleh Indonesia.
Ia juga mengingatkan bahwa akan ada pemungutan suara penting yang terjadi lusa, tepatnya tanggal 23 Februari 2023 di sidang PBB.
Dikutip dari laman Antara, sidang tersebut akan melakukan pemungutan suara negara anggota terkait rancangan resolusi guna mencapai perdamaian perang di Ukraina secara komprehensif, adil, abadi dan sesegera mungkin.
Jelang setahun perang Ukraina-Rusia, Dubes Vincent Piket juga menututkan bahwa ada banyak dampak yang dirasakan oleh negara-negara anggota Uni Eropa.
"Di sisi ekonomi. Kami sedang dalam proses pemulihan setelah COVID-19. Kemudian invasi terjadi dan Rusia mengganggu proses pemulihan itu," kata Dubes Vincent Piket.
"Hal ini juga telah sangat menurunkan pertumbuhan sebagian besar ekonomi di dunia. Meningkatkan inflasi karena kekurangan bahan makanan dan energi, dan telah menimbulkan masalah bagi industri di seluruh dunia karena rantai pasokan yang terganggu."
Dubes Vincent Piket juga menyoroti dampak setahun terakhir di Afrika yang banyak menderita karena kurangnya makanan serta inflasi.
"Jadi dampak ekonomi sangat-sangat signifikan bagi semua orang, dan kami masih belum bisa mengatasinya."
Advertisement
China Sebut Jangan Ada yang Provokasi
Menteri Luar Negeri (Menlu) China Qin Gang mengatakan pada Selasa (22/2/2023), pihaknya ingin memainkan peran dalam mengakhiri perang Ukraina. Hal tersebut disampaikan Menlu Qin dalam konferensi keamanan di Beijing, di mana dia juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa invasi Rusia ke Ukraina yang berlangsung hampir setahun dapat lepas kendali.
China, sebut Qin, akan terus mendesak pembicaraan damai untuk menghasilkan penyelesaian politik.
"Pada saat yang sama, kami mendesak negara-negara terkait untuk segera berhenti menambahkan bahan bakar ke api, berhenti menyalahkan China, dan berhenti membesar-besarkan soal Ukraina hari ini, Taiwan besoknya," ungkap Menlu Qin merujuk kepada dukungan militer Barat terhadap Kyiv serta kekhawatiran bahwa China sedang bersiap untuk menegaskan klaimnya atas Taiwan. Demikian seperti dikutip dari AP, Rabu (22/2).
Sejak invasi Rusia ke Ukraina, China telah menolak mengutuk langkah tersebut dan mengecam keras sanksi ekonomi Barat terhadap Moskow. Sejauh ini, China juga tidak mendefinisikan apa yang terjadi di Ukraina sebagai invasi.
China Mengaku Ingin Damaikan
China dan Rusia memiliki kebijakan luar negeri yang selaras, di mana keduanya menentang Amerika Serikat. Beberapa pekan sebelum invasi Rusia ke Ukraina, para pemimpin kedua negara mengumumkan kemitraan tanpa batas.
Beijing meyakini bahwa Moskow terprovokasi untuk menggunakan kekuatan militer sebagai respons atas ekspansi NATO ke timur.
Meski demikian Menlu Qin menegaskan, pihaknya selalu mengambil sikap objektif dan tidak memihak.
"China sangat khawatir dengan eskalasi situasi dan kemungkinan itu di luar kendali," tutur Menlu Qin.
Menurutnya, Presiden Xi Jinping telah mengajukan proposal yang secara garis besar menegaskan peran China yang bertanggung jawab dan konstruktif dalam meredakan situasi dan mengurangi krisis.
"Kami akan terus mempromosikan pembicaraan damai, memberikan kebijaksanaan China untuk penyelesaian politik krisis Ukraian, dan bekerja dengan komunitas internasional untuk mempromosikan dialog dan konsultasi dalam mengatasi masalah," ujar Qin.
China menentang kritik terhadap Rusia di PBB, bersikeras bahwa kedaulatan dan integritas teritorial semua negara harus dihormati.
Advertisement