Kapal Selam Rudal Balistik AS Tiba di Korea Selatan Perdana dalam 4 Dekade, Korut Luncurkan 2 Misil

Kapal selam rudal balistik Amerika Serikat (AS) tiba di pelabuhan Korea Selatan (Korsel) untuk pertama kalinya dalam empat dekade. Tiba-tiba Korut meluncurkan rudal.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 19 Jul 2023, 11:01 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2023, 11:01 WIB
Bendera Korea Utara (AFP)
Ilustrasi Korea Utara menembak rudal beberapa jam setelah kapal selam rudal balistik Amerika tiba di pelabuhan Korea Selatan (Korsel). (AFP).

Liputan6.com, Seoul - Kapal selam rudal balistik Amerika Serikat (AS) tiba di pelabuhan Korea Selatan (Korsel) untuk pertama kalinya dalam empat dekade. Selang beberapa jam kemudian, Korea Utara (Korut) menembakkan rudal.

"Korea Utara meluncurkan dua rudal balistik ke arah timur pada Rabu pagi (19/7/2023)," kata militer Jepang dan Korea Selatan seperti dikutip dari Channel News Asia.

Kedua rudal itu tampaknya jatuh di luar zona ekonomi eksklusif Jepang, kata kementerian pertahanan Jepang.

Kepala Joint Chiefs of Staff (JCS) atau Staf Gabungan Korea Selatan meminta Korea Utara untuk menghentikan peluncuran semacam itu.

"Kami mengutuk keras peluncuran rudal balistik berturut-turut Korea Utara sebagai tindakan provokatif serius, yang merusak perdamaian dan stabilitas semenanjung Korea serta masyarakat internasional," kata JCS dalam sebuah pernyataan, menambahkan bahwa peluncuran tersebut jelas melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.

Militer Amerika Serikat mengatakan bahwa pihaknya mengetahui peluncuran rudal tersebut dan sedang berkonsultasi secara dekat dengan sekutu dan mitranya.

Peluncuran tersebut tampaknya tidak menimbulkan ancaman langsung bagi Amerika Serikat atau sekutunya, tetapi peristiwa tersebut menyoroti dampak destabilisasi dari program senjata ilegal Korea Utara, kata US Indo-Pacific Command (Komando Indo-Pasifik AS) dalam sebuah pernyataan.

"Rudal pertama mencapai ketinggian 50 km dan menempuh jarak 550 km, sedangkan yang kedua naik setinggi 50 km dan terbang sejauh 600 km," kata Menteri Pertahanan (Menhan) Jepang Yasukazu Hamada kepada wartawan.

Jepang mengajukan protes terhadap peluncuran rudal melalui saluran diplomatik, sambung Menhan Yasukazu Hamada.

 

Sepekan Usai Rudal Balistik Antarbenua Hwasong-18 Terbaru Dilluncurkan Korut

Ilustrasi bendera Korea Utara
Ilustrasi bendera Korea Utara (Wikipedia)

Penembakan rudal itu terjadi hampir seminggu setelah Korea Utara menguji coba rudal balistik antarbenua Hwasong-18 terbarunya, sebuah peluncuran yang dikatakan Pyongyang sebagai peringatan bagi Amerika Serikat dan musuh lainnya.

Juga pada Selasa 18 Juli, seorang tentara AS yang menghadapi tindakan disipliner melarikan diri melintasi perbatasan antar-Korea ke Korea Utara. Prajurit itu diyakini berada dalam tahanan Korea Utara, kata Washington, menciptakan krisis baru antara kedua musuh tersebut.

"Penembakan rudal balistik terbaru Korea Utara mungkin tidak terkait dengan seorang tentara Amerika yang melintasi perbatasan antar-Korea, tetapi insiden semacam itu juga tidak membantu," kata Leif-Eric Easley, seorang profesor di Universitas Ewha di Seoul.

Korea Utara "tidak diragukan lagi menentang" kelompok perencanaan perang nuklir AS-Korsel baru yang bertemu untuk pertama kalinya pada hari Selasa, serta kunjungan kapal selam rudal balistik nuklir AS, katanya.

Korea Utara Diduga Uji Coba Peluncuran Rudal yang Jatuh ke Perairan Rusia

Bendera Korea Utara (AFP PHOTO)
Bendera Korea Utara (AFP PHOTO)

Sementera itu, Rusia sedang menyelidiki apakah rudal Korea Utara mendarat di perairannya selama peluncuran uji coba pada Rabu 12 Juli 2023 lalu, kata para pejabat.

Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Andrei Rudenko mengatakan kementerian pertahanan negara itu sedang menyelidiki peluncuran itu, demikian seperti dikutip dari New York Post, Minggu (16/7/2023).

Tetapi, Rudenko menambahkan, "sejauh ini kami tidak memiliki informasi yang jelas bahwa rudal itu jatuh di zona ekonomi Rusia."

Rudenko mengatakan peluncuran rudal Korea Utara itu merupakan reaksi terhadap Amerika Serikat dan sekutunya sehingga "memprovokasi Korea Utara untuk membangun kekuatan pertahanannya."

Pada Kamis 13 Juli, Asisten Sekretaris Jenderal PBB Khaled Khiari mengatakan rudal itu menempuh jarak lebih dari 625 mil dalam waktu sekitar 74 menit dan jatuh di perairan yang termasuk dalam zona ekonomi Rusia dekat wilayah Jepang.

Uji coba rudal Hwasong-18 kerap digunakan sebagai simbol peringatan kepada musuh-musuh Korea Utara, termasuk Amerika Serikat, kata media pemerintah Rusia.

Jepang, Korea Selatan, dan AS mengutuk uji coba peluncuran rudal Korea Utara itu.

Korea Utara telah berada di bawah sanksi nuklir sejak 2006, ketika Dewan Keamanan PBB mengutuk uji coba nuklir pertama negara itu dan memberlakukan sanksi ketat terhadap persenjataan berat, teknologi dan komponen rudal dan barang-barang mewah tertentu.

Namun, Dewan Keamanan PBB telah terpecah selama beberapa tahun terakhir tentang bagaimana menangani kemampuan nuklir Korea Utara. Rusia dan China mengklaim lebih banyak sanksi hanya akan memperburuk situasi.

Korea Utara Bela Diri Soal Uji Coba Rudal Balistik Antar Benua dan Salahkan AS atas Ketegangan Regional

Bendera Korea Utara dan Korea Selatan berkibar berdampingan - AFP
Bendera Korea Utara dan Korea Selatan berkibar berdampingan - AFP

Sebelumnya lagi, Duta Besar Korea Utara untuk PBB Kim Song membela peluncuran rudal balistik antar benua (ICBM) yang dilakukan negaranya pada Rabu (12/7/2023). Pembelaan itu disampaikannya di forum Dewan Keamanan (DK) PBB pada Kamis (13/7), fenomena yang langka terjadi.

Kim Song menjelaskan kepada anggota DK PBB bahwa uji coba rudal Hwasong-18 tersebut adalah pelaksanaan yang sah dari hak Korea Utara untuk membela diri. Amerika Serikat (AS), menurutnya, telah meningkatkan ketegangan regional dengan ancaman nuklir dan pengerahan kapal selam bertenaga nuklir ke Korea Selatan untuk pertama kalinya dalam 14 tahun.

Peluncuran Hwasong-18, tegas Kim Song, tidak berdampak negatif pada keamanan negara tetangga. Dia merujuk pada pernyataan otoritas Jepang yang menyebutkan bahwa ICBM yang diluncurkan pihaknya terbang dengan sudut curam dan mendarat di perairan terbuka di luar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Jepang. Demikian seperti dilansir AP, Jumat (14/7).

Duta Besar Korea Selatan untuk PBB Hwang Joon Kook membalas pernyataan tersebut dengan bertanya, "Bagaimana peluncuran ICBM dapat membuat negara tetangga merasa aman?"

Hwang Joon Kook menegaskan bahwa setiap peluncuran rudal balistik memungkinkan Korea Utara memajukan teknologinya menuju tujuannya, yaitu memiliki gudang senjata nuklir.

Para diplomat di PBB menuturkan bahwa kemunculan Kim Song menandai pertama kalinya bagi seorang diplomat Korea Utara berbicara di DK PBB sejak tahun 2017.

Sesaat sebelum pertemuan, 10 anggota DK PBB termasuk AS, Jepang, dan Korea Selatan mengutuk uji coba ICBM Korea Utara dan menekankan bahwa itu merupakan peluncuran rudal balistik ke-20 tahun ini, secara terang-terangan melanggar sejumlah resolusi DK PBB yang melarang tes semacam itu.

Pernyataan dari 10 negara juga menyebutkan mereka tetap berkomitmen untuk berdiplomasi tanpa prasyarat. Namun, Kim Song tidak menyinggung soal dialog yang terhenti sejak 2018.

DK PBB memberlakukan sanksi pasca uji coba senjata nuklir pertama Korea Utara pada tahun 2006 dan memperketatnya selama bertahun-tahun dalam 10 resolusi, yang sejauh ini dinilai tidak berhasil mengekang program rudal balistik dan nuklir negara itu.

Resolusi sanksi terakhir diadopsi oleh DK PBB pada Desember 2017. Pada Mei 2022, Rusia dan China memveto resolusi yang disponsori AS, yang akan memberlakukan sanksi baru atas serentetan peluncuran ICBM.

Sejak saat itu, Rusia dan China, yang merupakan anggota tetap DK PBB yang memiliki hak veto telah memblokir setiap tindakan DK PBB terhadap Korea Utara, termasuk kecaman via media.

Selengkapnya di sini...

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya