Serangan Udara Suriah dan Rusia Hantam Aleppo dan Idlib Pasca Kemajuan Pemberontak

Iran menyalahkan eskalasi di Suriah pada AS dan Israel.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 02 Des 2024, 09:16 WIB
Diterbitkan 02 Des 2024, 09:16 WIB
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi bersama dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad di Damaskus, Sabtu (30/11/2024).
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi bersama dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad di Damaskus, Sabtu (30/11/2024). (Dok. Kemlu Iran)

Liputan6.com, Damaskus - Serangan udara dari pasukan Suriah dan Rusia mengguncang wilayah-wilayah di Suriah utara, sementara diplomat terkemuka Iran tiba di Damaskus untuk menunjukkan dukungan terhadap rezim Bashar al-Assad setelah kelompok pemberontak merebut Aleppo.

Ketika rezim berusaha menghalau tantangan terbesar terhadap otoritasnya dalam beberapa tahun terakhir, media negara Suriah menampilkan gambar serangan udara di wilayah yang dikuasai oposisi, dengan klaim bahwa serangan itu menargetkan pusat komando dan posisi musuh. Militer Suriah mengatakan mereka melancarkan serangan di dekat stadion di Aleppo dalam operasi bersama dengan Rusia.

Sebelumnya, serangan udara menewaskan 12 orang ketika menghantam lokasi dekat rumah sakit di pusat Aleppo, kota kedua terbesar Suriah yang dulunya merupakan pusat industri, dan tempat pertempuran sengit dalam perang saudara Suriah. Pasukan pertahanan sipil di Idlib, yang dikenal sebagai Helm Putih, menyebutkan serangan udara di Kota Idlib menewaskan empat orang dan melukai 54 lainnya.

Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menjelaskan kepada wartawan di Iran bahwa tujuan kunjungannya ke Suriah adalah untuk menyampaikan dukungan kuat Teheran terhadap Assad dan pemerintahannya. Araghchi bertemu dengan Assad pada Minggu (1/12) malam di Damaskus.

Menurut pernyataan dari kantor presiden Suriah, Assad mengatakan kepada Araghchi bahwa menghadapi serangan mendadak pemberontak tidak hanya penting bagi Suriah, namun juga kestabilan seluruh kawasan.

Laporan kantor berita Iran, ISNA, menyebutkan bahwa Araghchi menyatakan Assad tetap dalam "semangat yang mengagumkan", meskipun dalam kondisi yang sulit.

"Kami mendukung penuh tentara dan pemerintah Suriah," kata Araghchi seperti dilaporkan IRNA.

Assad sebelumnya absen dari publik selama beberapa hari setelah serangan besar oleh kelompok pemberontak dari Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang dalam waktu kurang dari seminggu merebut kota-kota dan desa-desa di Suriah barat laut, sebelum akhirnya mengambil alih Aleppo.

Pemimpin Suriah itu kembali muncul pada Sabtu (30/11) malam untuk melakukan serangkaian pembicaraan dengan sekutu regional di Baghdad dan Abu Dhabi, ketika pasukan yang setia kepada Damaskus mulai melakukan serangan balik. Assad menyampaikan kepada Presiden Uni Emirat Arab Mohamed bin Zayed al-Nahyan bahwa pemerintah Suriah "dapat mengatasi pemberontakan mendadak ini, dengan dukungan dari sekutu dan mitra-mitranya".

Konflik Tak Berkesudahan

20160428-Perang-Suriah-AFP
Relawan memberikan bayi kepada temannya setelah serangan udara di kota Suriah bagian utara, Aleppo, Kamis (28/4). Penyelamatan bayi berlangsung dramatis melalui tangga yang nyaris ambruk usai serangan udara. (AFP PHOTO / Ameer ALHALBI)

Kementerian Pertahanan Suriah menyatakan telah memperkuat garis pertahanan dan mengirimkan persenjataan berat ke wilayah pedesaan utara Provinsi Hama untuk menghadang kemajuan pemberontak. Sebelumnya, mereka berjanji akan melakukan serangan balik "untuk merebut kembali semua wilayah", sementara pasukan pemberontak menggambarkan pertempuran sengit di daerah utara kota Hama.

Rezim Damaskus telah lama bergantung pada dukungan asing, terutama selama pertempuran 2016 untuk merebut kembali Aleppo, di mana kekuatan udara Rusia sangat menentukan. Pemerintah Suriah juga sangat bergantung pada pasukan Iran di lapangan, termasuk anggota Pasukan Pengawal Revolusi Iran. Israel juga semakin intensif melakukan serangan udara terhadap target-target Iran di Suriah dalam setahun terakhir, di tengah konfrontasi yang meningkat dengan Teheran dan sekutunya.

Assad berhasil menghancurkan pemberontakan yang bangkit melawannya pada 2011, sebelum konflik berubah menjadi perang saudara yang brutal, yang memecah kendali atas negara dan membuatnya sangat bergantung pada dukungan dari Iran dan Rusia. Pemimpin Suriah itu disebut telah menggunakan serangan udara, taktik pengepungan, dan senjata kimia terhadap rakyatnya dalam pertempuran sengit untuk merebut kembali wilayah yang hilang.

Kehilangan mendadak Aleppo kepada pemberontak diyakini mengguncang para pendukung Assad di luar negeri. Dalam pembicaraan telepon pada hari Sabtu antara Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan Araghchi, keduanya mengungkapkan kekhawatiran besar terhadap eskalasi berbahaya di Suriah.

Kantor berita Mehr melaporkan bahwa Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengatakan kepada Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani bahwa "Iran siap untuk bekerja sama" dalam mengatasi pemberontakan di Suriah, sementara Sudani dilaporkan menyatakan kekhawatirannya tentang ketidakstabilan.

Araghchi, dalam percakapan dengan mitranya di Suriah pada hari Jumat, menyalahkan kemajuan mendadak pemberontak di barat laut Suriah pada Amerika Serikat (AS) dan Israel, mengklaim bahwa mereka yang mendalangi kemajuan tersebut.

Perolehan wilayah yang cepat oleh pemberontak menimbulkan pertanyaan tentang kapasitas tentara Suriah untuk memberikan respons, sementara para pendukungnya telah mengerahkan sumber daya ke tempat lain, dengan pasukan Rusia lebih fokus pada pertempuran di Ukraina.

Kemajuan ini juga memicu diplomasi regional, dengan Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi berbicara dengan mitranya dari Suriah untuk menyatakan "kekhawatiran Yordania tentang peristiwa yang sedang berlangsung" sambil mengadvokasi penyelesaian politik di Suriah.

Sementara itu, Utusan Khusus PBB untuk Suriah Geir Pedersen mengatakan, "Saya telah berulang kali memperingatkan tentang risiko eskalasi di Suriah, tentang bahaya sekadar pengelolaan konflik daripada penyelesaian konflik, dan kenyataan bahwa tidak ada pihak Suriah atau kelompok aktor yang ada yang dapat menyelesaikan konflik Suriah dengan cara militer."

Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan turut membahas peristiwa di Suriah dengan mitranya dari Irak, Fuad Hussein. Fidan dilaporkan pula telah memberitahukan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bahwa pihaknya menentang perkembangan yang dapat meningkatkan ketidakstabilan di kawasan.

Pejabat Turki, yang mendukung beberapa elemen oposisi bersenjata Suriah, baru-baru ini menawarkan untuk menormalkan hubungan dengan Suriah, setelah para pemimpin regional yang dulunya menghindari Assad mulai menyambutnya kembali.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Sean Savett mengatakan pada Sabtu malam bahwa Washington "memantau dengan cermat situasi di Suriah".

Ketergantungan rezim Assad pada dukungan Rusia dan Iran disebut Savett telah menciptakan ketidakstabilan saat ini. Dia menambahkan bahwa AS tidak ada hubungannya dengan ofensif yang dilancarkan pemberontak, menekankan bahwa HTS sebelumnya telah ditetapkan sebagai organisasi teroris.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya