Pemilu Tak Jamin Negara Jadi Demokratis, Misalnya Korut

BDF ajang berbagi pengalaman berdemokrasi. Apakah semua yang datang adalah negara yang demokratis? Belum tentu.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 08 Nov 2013, 13:52 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2013, 13:52 WIB
hassan-wirajuda-131108b.jpg
Perwakilan 86 negara, peserta dan pengamat, menghadiri acara Bali Democracy Forum untuk berbagi pengalaman berdemokrasi. Apakah semua yang datang adalah negara yang demokratis? Belum tentu.

Mantan Menteri Luar Negeri, Hassan Wirajuda mengatakan, BDF memang sengaja dibuat nyaman tak hanya bagi negara-negara demokrasi, tapi juga mereka yang menginginkan dan berupaya menjadi negara demokrasi.

"Tolak ukur negara demokrasi tak hanya soal komitmen, tapi mampu menyelenggarakan pemilu yang adil, bebas, dan demokratis. Namun, pemilu tak serta merta menjadikan sebuah negara demokrasi," kata Hassan di sela-sela acara Bali Democracy Forum di Nusa Dua, Bali, Jumat (8/11/2013).

Misalnya Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK) atau Korea Utara. "Di Korut ada pemilu, lebih aman, damai, bertanggung jawab malah, namun tidak menjadikan negara itu demokratis," kata Hassan.

Penelusuran Liputan6.com, pemilu di Korut digelar 5 tahun sekali. Di level nasional pemilu dilakukan untuk memilih anggota legislatif  Supreme People's Assembly (SPA) atau Majelis Rakyat Agung. Pemilihan juga digelar di level propinsi hingga lokal.

Yang absen dari negara yang kini dipimpin Kim Jong-un tersebut adalah jaminan kebebasan sipil, berserikat dan berkumpul, juga pers yang tak dikekang. "Sebanyak 182 dari 192 negara anggota PBB menyelenggarakan pemilihan berkala, tapi tak semua yang punya pemilu berkala adalah negara demokratis," kata dia.

Sementara China, yang perpolitikannya didominasi 1 partai yakni Partai Komunis, mengirimkan delegasinya ke acara BDF VI. "Tak masalah, demokrasi adalah proses yang terus berlangsung. Dan ini bagian dari proses. Bahwa China mau ikut kita hargai," kata Hassan. Sebaliknya, Korut tak pernah mengetuk pintu.

Lebih dari PBB

Hassan Wirajuda menambahkan, forum BDF tidak bertujuan membuat penilaian. "Bukan forum untuk menuding, tapi dengan ini, kita ingin memperbaiki," kata dia.

Dua tahun lalu misalnya, negara-negara Eropa keberatan saat Myanmar yang masih dalam cengkeraman junta militer ikut BDF. "Namun kini Myanmar menjadi negara demokratis. Meski, saya tidak bisa mengklaim itu berkat ini (BDF)," kata Hassan

Tak hanya menjangkau kawasan Asia Pasifik, BDF juga diikuti perwakilan Afrika, Eropa, dan Amerika Latin. Ini adalah forum global. "Tak ada forum sebesar itu sekarang. Sangat membanggakan bagi Indonesia," kata dia.

Dan, dibanding PBB yang baru sering menyuarakan demokrasi, apa yang dilakukan Indonesia lebih dari sekedar imbauan. "Kita lebih dari itu. Kita melakukan apa yang lebih dari yang dilakukan PBB."  (Ein/Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya