Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)Â Megawati Soekarnoputri mengaku, pernah protes kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena tagline Indonesia Maju yang digunakan pemerintahan saat ini.
Sebab, menurut Megawati tagline yang benar adalah Indonesia Raya bukan Indonesia Maju. Sebab, kalimat Indonesia Raya yang diinginkan oleh para pendiri bangsa.
Baca Juga
"Saya bilang pada Pak Jokowi kenapa sih musti Indonesia Maju? Mbok ya sudah Indonesia Raya itu yang diharapkan diinginkan oleh para pendiri kita," kata Megawati, saat memberikan pidato kebangsaan di Mukernas Perindo, di Jakarta, Selasa (30/7/2024).
Advertisement
Megawati pun bercerita, pada saat dia duduk di sekolah dasar dirinya diberitahu oleh Soekarno bahwa kemerdekaan Indonesia ada arahnya.
"Jadi Bung Karno selalu mengatakan waktu itu saya masih SD kamu masih ingat kalau kita merdeka ini tujuannya adalah menuju ke sana," ungkap dia.
"Yang sedang kita bangun adalah jembatan emasnya. Jadi saya mikir ngapaian bangun Jembatan emas ya, tapi lama-lama makin saya dewasa saya lalu mengerti bahwa itu hanya arah, bahwa berarti suatu saat yang Indonesia Raya yang ada di sana itu," sambungnya.
Selain itu, Megawati juga menyebut jika Soekarno meminta agar dirinya selalu ingat bahwa Indonesia merupakam Zambrud di khatulistiwa. Sehingga, dia pun meyakini tagline yang tepat adalah Indonesia Raya bukan Indonesia Maju.
"Dari kecil saya diomongkan oleh bapak saya jangan lupa Indonesia itu adalah sebuah untaian zambrud khatulistiwa saya mana tau yang namanya zambrud itu apa karena teringat terus lalu saya suatu saat mencari di ensiklopedi ternyata zambrud itu batu yang termasuk termahal dibanding sefir, rubi lalu berlian. Saya sangat yakin bahwa kita adalah Indonesia Raya," imbuh Megawati.
Pesan Megawati di Peringatan Kudatuli: PDIP Partai Sah, Tidak Bisa Diperlakukan Sembarangan
Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri, memberikan pesan dalam peringatan peristiwa kerusuhan dua puluh tujuh juli atau Kudatuli. Peristiwa penyerangan di Kantor PDI itu terjadi pada 27 Juli 1996 silam.
Pesan Megawati itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto dalam pidatonya di Kantor DPPÂ PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Sabtu (27/7/2024).
Adapun Megawati mengikuti acara peringatan Kudatuli secara daring. Megawati menegaskan bahwa PDIP adalah partai politik (Parpol) yang sah, sehingga tidak boleh diperlakukan sembarangan.
"Ibu Megawati Soekarnoputri berpesan kepada kita semua bahwa kita adalah partai yang sah, bahwa kita juga warga negara yang sah, yang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Karena itulah kita tidak bisa diperlakukan sembarangan seakan-akan kita bukan warga negara Indonesia, seakan-akan kita bukan pemilik Republik Indonesia," kata Hasto.
Hasto juga bercerita bahwa Megawati sejak kecil telah mengalami berbagai macam kejadian, termasuk sejak era kolonialisme hingga harus hidup dalam pengungsian. Artinya, lanjut Hasto, Megawati bukan hanya sekedar saksi sejarah, tapi juga pelaku sejarah.
"Itu yang mengajarkan bahwa Republik ini dibangun dengan tidak mudah, Republik ini dibangun dengan pengorbanan jiwa raga semuanya sebagaimana dikatakan di dalam Widji Thukul itu adalah demi-demi kedaulatan rakyat itu sendiri," ucap Hasto.
Oleh sebab itu, Hasto menyerukan agar kader dan simpatisan PDIP dapat memahami arti penting peristiwa Kudatuli. Hasto mengajak kader PDIP untuk menggelorakan semangat perlawanan jika suara dibungkam oleh kekuasaan yang otoriter.
"Dengan memperingati Kudatuli ini kita terus turun ke bawah, kita terus gelorakan semangat perjuangan ini sekaligus mengingatkan kalau yang namanya watak kekuasaan," kata Hasto.
Advertisement
Hasto: Kudatuli Pelanggaran HAM Berat
Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menilai peristiwa Kudatuli atau penyerangan 27 Juli 1996 bukan sekedar menggambarkan hukum yang otoriter yang menyerang kedaulatan PDIP. Kudatuli, kata Hasto adalah kejahatan luar biasa.
Hal ini disampakan Hasto dalam pidatonya di acara peringatan 28 tahun peristiwa Kudatuli di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Sabtu (27/7/2024).
"Kudatuli adalah suatu extraordinary crime, suatu kejahatan yang luar biasa, suatu pelanggaran HAM berat," kata Hasto.
PDIP, kata Hasto berharap negara dapat mengakui peristiwa Kudatuli sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Hasto bilang, peristiwa Kudatuli mengajarkan bahwa kekuatan arus bawah tidak bisa dibungkam.
"Ia (kudatuli) adalah serangan terhadap kemanusiaan serangan terhadap peradaban serangan terhadap sistem hukum dan demokrasi dan serangan terhadap kedaulatan rakyat itu sendiri," jelas Hasto.
Cerminkan Watak Kekuasaan Otoriter
Dia menyampaikan, peristiwa kudatuli juga mencerminkan watak kekuasaan yang otoriter. Sehingga, kata dia dalam memperingati peristiwa Kudatuli, kader hingga simpatisan PDIP diajak terus menggelorakan semangat perjuangan.
"Ini sekaligus mengingatkan kalau yang namanya watak kekuasaan pada dasarnya kekuasaan itu muncul bukan melekat pada diri si aktor," kata dia.
Kekuasaan, lanjut Hasto pada dasarnya muncul dari suatu kekuatan kolektif dan ide dari rakyat yang mendambakan kemerdekaan, hak perserikatan dan berkumpul.
"Kekuasaan arus bawah mampu melawan berbagai tembok-tembok kekuasaan yang lupa diri makna sejatinya kekuasaan untuk rakyat untuk kepemimpinan Indonesia bagi dunia," ujar Hasto.Â
Â
Reporter:Â Alma Fikhasari/Merdeka
Advertisement