Liputan6.com, Palangkaraya - Aksi mahasiswa di Kantor Gubernur Kalimantan Tengah ricuh. Sejumlah mahasiswa mengalami luka diduga akibat tindakan represif aparat dari Satuan Polisi Pamong Praja Pemprov Kalteng.
"Saya dipukul, diinjak. (Pelaku) badannya besar, pakai seragam Satpol PP," kata Enrico, mahasiswa yang mengalami luka di bagian wajah, Senin (14/11/2022) lalu.
Karena tak kunjung ditemui Gubernur Kalteng Sugianto Sabran, mahasiswa sempat terlibat saling dorong di pintu pagar masuk. Namun tensi aksi sempat turun setelah mahasiswa dijanjikan akan ditemui Gubernur Kalteng dan diizinkan masuk.
Advertisement
Baca Juga
Masa kemudian menunggu di pintu gerbang masuk. Sekitar 30 menit lebih menunggu dan tak kunjung ditemui, suhu aksi mahasiswa kembali naik. Mereka kemudian berinisiatif menggelar upacara dan menurunkan bendera setengah tiang sebagai bentuk protes.
Namun aksi ini dihalangi Satpol PP yang kemudian membuat pagar dan mengelilingi tiang bendera. Aksi saling dorong pun tak terhindarkan. Sekitar pukul 17.00WIB kericuhan antara masa aksi dan Satpol PP pecah.
Koordinator Aksi Beni Andriano menyatakan, akibat kejadian tersebut tiga mahasiswa harus mendapatkan perawatan medis.
"Tadi ada banyak pemukulan yang terjadi. Tapi yang sudah kita sortir, ada tiga kawan kita yang harus masuk rumah sakit dan salah satu perempuan," kata Beni ditemui di BEM UPR.
Simak juga video pilihan berikut:
Polisikan Kasatpol PP Kalteng
Mahasiswa yang mendapat tindakan represif dari aparat saat aksi di Kantor Gubernur Kalimantan Tengah menyerbu Polda Kalimantan Tengah. Mereka melaporkan sejumlah oknum termasuk Kasatpol PP Provinsi Kalteng, Selasa (15/11/2022).
Mahasiswa didampingi oleh kuasa hukum Parlin Bayu Hutabarat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Genta Keadilan melaporkan dugaan tindak pidana kekerasan yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja.
Dalam surat laporan nomor STTLP/163/XI/YAN/.2.5/2022/SPKT menunjukkan bahwa mahasiswa melaporkan Kepala Satpol PP Kalimantan Tengah, Baru I Sangkai karena dinilai ikut melakukan kekerasan terhadap mahasiswa.
“Jangan hanya rakyat kecil, kalau penguasa melakukan tindak pidana juga harus ditindak. Ini seperti kembali ke jaman orde baru saat berpendapat direspon dengan tindakan represif dari aparat,” kata Parlin.
Menurut Parlin, aksi mahasiswa dalam mengevaluasi kinerja Gubernur Kalteng merupakan hal wajar. Pasalnya, mahasiswa melihat banyak persoalan dan tidak puas dengan upaya yang dilakukan.
Hal senada juga diungkapkan Direktur LBH Palangkaraya Aryo Nugroho. Menurutnya, aksi aparat dengan kekerasan merupakan tanda Kalimantan Tengah darurat demokrasi.
Ujar Aryo, mahasiswa dilindungi Undang-undang RI Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Sedangkan yang dilakukan aparat menghalang-halangi dengan ancaman kekerasan hak warga negara untuk menyampaikan pendapat adalah pelanggaran sesuai Pasal 18 UU tersebut.
“Selama aksi ini mereka juga buat aksi tandingan, tapi itu tidak soal. Membubarkan aksi dengan kekerasan ini yang jadi soal,” kata Aryo.
Di hari yang sama, pihak Satpol PP Provinsi Kalteng juga melaporkan penganiayaan dan pengrusakan yang diduga dilakukan mahasiswa.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polresta Palangkaraya Komisaris Ronny M Nababan mengatakan, pihaknya menerima dua laporan masuk dari Satpol PP Kalteng mengenai aksi demo mahasiswa atau kelompok Geram.
“Dua anggota Pol PP laporannya masuk hari ini (Selasa, 15/11/2022). Kami terima selanjutnya menunggu hasil visum,” kata Ronny saat dikonfirmasi.
Advertisement