Masih Dibayangi Sentimen Global, IHSG Diprediksi Tersungkur

Kinerja keuangan para emiten di kuartal III menjadi pendorong positif bagi pergerakan IHSG.

oleh Bawono Yadika diperbarui 29 Okt 2018, 06:20 WIB
Diterbitkan 29 Okt 2018, 06:20 WIB
IHSG
Pekerja bercengkerama di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi bergerak melemah pada perdagangan saham di awal pekan ini. Sentimen eksternal masih membayangi IHSG tertahan di awal perdagangan.

Managing Director Jagartha Advisors, FX Iwan mengatakan, IHSG berpotensi diperdagangkan pada level 5.720-5.840. Rilis data laporan keuangan emiten pada kuartal III menjadi katalis positif bagi IHSG.

"Ini kemudian akan menjadi katalis positif jika rilis keuangan emiten di Q3 ini sesuai atau melebihi ekspektasi pasar," tutur dia kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (28/10/2018).

Membenarkan, Analis Binaartha Parama Sekuritas Nafan Aji menyebutkan, banyak pelaku pasar modal yang tercatat melakukan akumulasi beli. Ini yang kemudian mengangkat IHSG tidak tersungkur terlalu dalam.

"Terutama pada perdagangan Kamis (18/10) kemarin, karena banyak yang netting, IHSG ditutup di zona positif secara signifikan. Meskipun pada pembukaan perdagangan dibuka melemah serta masih banyaknya sentimen global yang membayangi," ujarnya.

Kinerja keuangan para emiten di kuartal III menjadi pendorong positif bagi pergerakan IHSG. Adapun pada hari ini Nafan memproyeksikan IHSG di rentang 5.732-5.817.

Sementara itu, dari sisi saham rekomendasi, Iwan cenderung menyarankan saham-saham besar antara lain PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT United Tractors Tbk (UNTR), dan PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID).

Kemudian Nafan menganjurkan saham-saham perbankan dan pertambangan seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), serta PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE).

Perdagangan Pekan Lalu

Terjebak di Zona Merah, IHSG Ditutup Naik 3,34 Poin
Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (16/5). Sejak pagi IHSG terjebak di zona merah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi tajam selama sepekan yang dipengaruhi hasil kinerja keuangan emiten dan sentimen global.

Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, Sabtu (27/10/2018), IHSG merosot 0,9 persen dari posisi 5.837 pada Jumat 19 Oktober 2018 menjadi 5.784 pada 26 Oktober 2018. Saham berkapitalisasi besar yang masuk indeks LQ45 melemah 0,72 persen selama sepekan. Investor asing jual saham mencapai USD 47 juta atau sekitar Rp 714,96 miliar (asumsi kurs Rp 15.212 per dolar AS).

Sementara itu, indeks obligasi naik 0,2 persen di tengah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS cenderung tertekan ke posisi 15.217. Imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun berada di posisi 8,7 persen. Aliran dana investor asing masuk ke pasar obligasi hingga Kamis mencapai USD 599 juta atau sekitar Rp 9,11 triliun.

Sejumlah sentimen dari eksternal dan internal yang bayangi pasar keuangan termasuk IHSG. Dari eksternal, pemerintahan Amerika Serikat (AS) di bawah pimpinan Presiden AS Donald Trump tidak akan partisipasi bernegosiasi dengan China hingga buat keputusan besar.

Ancaman perang dagang berbulan-bulan dapat mengancam pertumbuhan ekonomi global. Ini ikuti permintaan Trump kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk selidiki China yang mencuri kekayaan intelektual bisnis AS.

Sementara itu, penjualan rumah AS melemah. Penjualan rumah yang sebelumnya dimiliki di AS merosot 3,4 persen pada September 2018 dari sebelumnya turun 0,2 persen pada Agustus. Penjualan rumah bagi keluarga baru di AS melemah 5,5 persen atau 553 ribu pada September 2018. Penurunan itu lebih rendah dari Agustus sekitar 3 persen.

Dari Asia, China membukukan pertumbuhan ekonomi yang melambat. Ekonomi China tumbuh 6,5 persen hingga September 2018 dari periode sebelumnya 6,7 persen.

Pertumbuhan ekonomi itu di bawah konsensus 6,6 persen. Angka itu terendah sejak kuartal I 2009 selama krisis keuangan global. Hal ini terjadi di tengah perang dagang AS dan China. Ditambah kekhawatiran pinjaman oleh pemerintah daerah.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya