Pasar Modal Indonesia Bakal Terkena Dampak jika Amerika Serikat Gagal Bayar Utang

Ekonom BCA David Sumual menuturkan, jika Amerika Serikat mengalami gagal bayar utang berdampak terhadap pasar modal Indonesia. Ke sektor riil, menurut David tidak terlalu signifikan.

oleh Agustina Melani diperbarui 07 Mei 2023, 06:00 WIB
Diterbitkan 07 Mei 2023, 06:00 WIB
Jika AS Gagal Bayar Utang, Ekonomi Menilai Berdampak terhadap Pasar Modal Indonesia
Amerika Serikat (AS) berpotensi gagal bayar utang pada 1 Juni 2023 jika plafon utang tidak dinaikkan. (Dok. Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Jika Amerika Serikat (AS) mengalami gagal bayar utang berdampak terhadap pasar modal Indonesia yakni volatilitas saham. Sedangkan dampak ke sektor riil tidak berdampak signifikan karena fundamental ekonomi Indonesia cukup baik.

Ekonom BCA, David Sumual menuturkan, AS sudah berkali-kali mengalami krisis utang. Untuk mencapai plafon utang dengan nominal tertentu harus persetujuan Kongres.

Jika belum disetujui kongkres, David menuturkan akan berdampak terhadap kegiatan pemerintahan karena gagal memenuhi kewajibannya yakni  membayar gaji pegawai, membayar layanan kesehatan. Krisiis utang terparah di AS menurut David terjadi pada 2011.

Saat itu pasar modal AS berdampak dengan indeks saham turun sekitar 11 persen. Gejolak di pasar modal terjadi selama 2-3 bulan. David menambahkan, bahkan lembaga pemeringkat internasional S&P menurunkan rating utang AS jadi AA dari AAA.

Adapun jika AS gagal bayar utang, menurut David berdampak terhadap sektor keuangan terutama pasar modal Indonesia. Namun, hal itu akan sementara. David mencontohkan ketika AS alami krisis utang pada 2011, gejolak di pasar modal AS berlangsung sekitar 2-3 bulan.

“Volatilitas terjadi pasar modal, saham naik turun. Aliran dana investor akan keluar. (Kalau sektor riil-red) yang lain tidak terlalu berdampak. Fundamental kita lebih baik. Saat pandemi, the Fed naikkan suku bunga, kita bertahan,” ujar David saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Minggu (7/5/2023).

David menambahkan, rupiah juga akan relatif stabil lantaran dampak jika AS gagal bayar utang kepada sektor riil tidak terlalu signifikan.

David mengatakan, saat ini kongres AS setuju plafon utang AS dengan catatan memangkas sejumlah pengeluaran. Akan tetapi, hal tersebut tidak disetujui oleh Presiden AS Joe Biden. Hal ini mengingat AS juga akan menggelar pemilihan umum. Meski demikian, David menilai plafon utang AS akan disetujui karena AS tidak ingin membiarkan gagal bayar utang terjadi karena dapat ganggu layanan pemerintahan.

Adapun terkait utang AS, David menilai, batas utang AS selalu naik setiap tahun. Hal ini tidak hanya dialami AS tetapi juga negara maju lainnya. “ Debt limit AS naik tiap tahun. Dahulu (utang AS-red) USD 15 triliun terhadap PDB. Utang AS saat ini sudah hampir 130 persen terhadap PDB,” kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Plafon Utang Tidak Naik, AS Terancam Gagal Bayar Utang pada 1 Juni

Landmark di Washington DC Tutup
Foto yang diabadikan pada 12 Maret 2020 ini menunjukkan Gedung Capitol AS di Washington DC, Amerika Serikat. Sejumlah bangunan ikonis (landmark) di Washington DC, termasuk Gedung Putih, terpaksa ditutup sementara untuk umum akibat wabah COVID-19 yang tengah merebak di negara itu. (Xinhua/Ting Shen)

Sebelumnya, Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen kembali menyuarakan risiko pada ekonomi negaranya jika plafon utang tidak segera dinaikkan, yang telah mencapai ambang batas.

Seperti diketahui, utang AS  telah mencapai ambang batasnya sebesar USD 31,4 triliun atau setara Rp. 474,7 kuadriliun (asumsi kurs Rp. 15.700 per dolar AS) pada 19 Januari 2023.

Melansir Channel News Asia, Selasa (2/5/2023) Yellen mengingatkan kemungkinan bahwa AS dapat mengalami gagal bayar utang atau default pada 1 Juni mendatang jika plafon utang tidak dinaikkan.

"Perkiraan terbaik kami adalah bahwa kami tidak akan dapat terus melunasi semua kewajiban pemerintah pada awal Juni, dan berpotensi paling cepat 1 Juni, jika Kongres tidak menaikkan atau menangguhkan batas utang sebelum waktu itu," kata Yellen, dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Ketua DPR AS dari Partai Republik, Kevin McCarthy dan para pimpinan lainnya.

"Mengingat proyeksi saat ini, Kongres harus bertindak sesegera mungkin untuk meningkatkan atau menangguhkan batas utang dengan cara yang memberikan kepastian jangka panjang bahwa pemerintah akan terus melakukan pembayarannya," jelas Menkeu AS.

Sebelumnya, Partai Republik AS mendorong Undang-Undang terkait pembatasan pengeluaran yaitu Limit, Save, Grow Act melalui majelis rendah Kongres untuk memperkuat posisi mereka dalam negosiasi dengan Presiden AS Joe Biden.

Tetapi undang-undang tersebut tidak memiliki peluang karena ditentang oleh Demokrat yang mengendalikan Senat dan Gedung Putih.

Sementara itu, Gedung Putih mengatakan pada Senin malam bahwa Presiden AS Joe Biden telah berbicara melalui panggilan telepon dengan McCarthy untuk bertemu dan membahas ancaman default pada 9 Mei mendatang.

Sebuah sumber yang mengetahui negosiasi tersebut mengatakan kepada bahwa Biden dan McCarthy membahas perpanjangan utang nasional dan menghindari gagal bayar.

Sebagai kepala mayoritas suara Partai Republik di DPR AS, McCarthy memiliki kendali utama atas masalah anggaran.

 


Janet Yellen: Utang AS di Ambang Batas Bahaya

Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam sesi House Financial Services Committee. (AP)
Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam sesi House Financial Services Committee. (AP)

Sebelumnya, Yellen telah memperingatkan bahwa jika Kongres tidak menaikkan pagu utang pemerintah, dan dampak yang dihasilkan dapat memicu "malapetaka ekonomi" yang akan membuat suku bunga lebih tinggi untuk tahun-tahun mendatang.

Melansir Channel News Asia, Jumat (28/4/2023) Yellen menjelaskan, default utang AS akan mengakibatkan hilangnya pekerjaan, mendorong lonjakan biaya hipotek, pinjaman mobil, dan hingga kartu kredit .

"Merupakan tanggung jawab dasar Kongres untuk meningkatkan atau menangguhkan batas pinjaman USD 31,4 triliun," jelasnya, memperingatkan bahwa default akan mengancam kemajuan ekonomi yang telah dibuat Amerika Serikat sejak pandemi COVID-19.

"Kegagalan utang kami akan menghasilkan bencana ekonomi dan keuangan," ujar Yellen kepada anggota Sacramento Metropolitan Chamber of Commerce.

"Gagal bayar akan menaikkan biaya pinjaman selamanya. Investasi masa depan akan menjadi jauh lebih mahal," dia menambahkan.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya