Liputan6.com, Jakarta - Saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) ditutup ke zona hijau pada perdagangan Selasa, 11 Juli 2023. Saham ADRO naik 0,41 persen ke posisi 2.430, melanjutkan penguatan awal pekan ini.
Saham ADRO dibuka pada posisi 2.400 dan sempat bergerak pada rentang 2.390-2.440. Melansir data RTI, frekuensi perdagangan saham ADRO tercatat sebanyak 7.067 kali.
Baca Juga
Volume saham yang ditransaksikan yakni 31,87 juta lembar senilai Rp 77,09 miliar. Dalam sepekan, harga saham ADRO masih naik 3,85 persen. Sedangkan dalam satu tahun terakhir, harga saham ADRO terkoreksi 16,78 persen.
Advertisement
Pengamat pasar modal yang juga founder Traderindo.com Wahyu Laksono menilai, sekarang adalah saat yang tepat untuk mulai mengakumulasi saham-saham sektor batu bara yang berpotensi rebound, salah satunya Adaro Energy Indonesia.
"Pelemahan jangka pendek atau bulanan ini justru untuk buy on weakness. ADRO, PTBA, itu sedang rebound. Namun ADRO lebih baik sedikit. Bisa pertimbangkan level buy pada 2200-2250, 2000-2100. Target pada 2.600, 2.800, 3.000," ungkap Wahyu kepada Liputan6.com, Selasa (11/7/2023).
Sebagai gambaran, Wahyu mengatakan, batu bara kokas sulit untuk ditambang, dan dampaknya terhadap lingkungan jauh lebih besar dibandingkan dengan kegiatan penambangan batu bara pada umumnya.
Menurut statistik, pertumbuhan kapasitas batu bara kokas yang disetujui diperkirakan akan mencapai sekitar 30 juta mt tahun ini. Peningkatan marjinal kapasitas batu bara kokas terbatas dan pasokan kemungkinan akan tetap pendek untuk jangka waktu yang lama.
Faktor yang Pengaruhi Batu Bara
Secara khusus, pasokan batu bara kokas berkualitas tinggi telah sangat berkurang sejak akhir tahun 2020 ketika impor batu bara Australia dihentikan. Dalam hal batu bara termal, di bawah latar belakang pengurangan emisi karbon global, belanja modal terkait batu bara terus menurun, terutama setelah reformasi sisi penawaran ketika pelepasan kapasitas batu bara berjalan lambat.
Selain itu, di bawah tekanan ketidakseimbangan penawaran-permintaan, kapasitas baru yang ditambahkan masih belum cukup elastis untuk memenuhi permintaan hilir. Sebagai “batu pemberat” konsumsi energi, konsumsi batu bara tetap tumbuh positif sepanjang tahun.
Di bawah tekanan ketidakseimbangan permintaan-penawaran dan inflasi impor dari luar negeri, harga batu bara terus berada di level yang tinggi pada 2023.
"Jadi coal masih potensial bullish. Emiten nya juga masih potensial diuntungkan. Kinerjanya masih bagus. Cuan. Harga komoditas khususnya energi masih cenderung lower consolidation hingga akhir tahun nanti," imbuh Wahyu.
Advertisement
Harga Batu Bara Diprediksi Sentuh USD 200 pada 2023, Ini Respons Adaro Energy Indonesia
Sebelumnya, harga batu bara termal global diprediksi di kisaran USD 200 atau Rp 2,9 juta per ton. Prediksi harga batu bara tersebut lebih rendah dari rekor harga batu bara tertinggi pada 2022.
Hal itu berdasarkan analis dan pejabat industri. Koreksi harga batu bara tersebut seiring meningkatnya pasokan memberikan kelonggaran bagi konsumen yang diguncang oleh volatilitas tahun lalu.
Dikutip dari Financial Post, Jumat, 26 Mei 2023, analis prediksi indeks batu bara Newcastle yang merupakan patokan akan berada rata-rata USD 175-USD 212 per ton. Harga batu bara itu lebih tinggi dari rata-rata USD 86 selama 10 tahun sebelum perang Rusia-Ukraina pecah pada 2022, tetapi turun lebih dari 50 persen dari level tertinggi pada September 2022 di USD 440.
Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Indonesia Tbk, Febriati Nadira menuturkan, harga batu bara tidak dapat diprediksi dan bergerak mengikuti siklusnya.
"Kami akan tetap fokus pada segala sesuatu yang dapat kami kontrol seperti kontrol operasional untuk memastikan pencapaian target perusahaan dan efisiensi biaya,” ujar Febriati, saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, ditulis Minggu (4/6/2023).
Selain itu, ia mengatakan pihaknya akan terus mengikuti perkembangan pasar dengan tetap menjalankan kegiatan operasional sesuai rencana di tambang-tambang milik perusahaan dengan fokus untuk mempertahankan marjin yang sehat dan kontinuitas pasokan ke pelanggan.
"Adaro optimis dengan prospek pertumbuhan ke depan terutama didukung oleh pertumbuhan permintaan di wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Asia Selatan,” kata dia.
Perempuan yang akrab disapa Ira ini menambahkan, Adaro terus berupaya mengembangkan dan mendiversifikasi bisnis di luar batu bara.
“Neraca yang sehat, serta profitabilitas yang kuat memungkinkan Adaro mempercepat proyek transformasi perusahaan dan membangun Adaro yang lebih besar dan lebih ramah lingkungan,” kata dia.
Harga Batu Bara Diproyeksi Tembus USD 200 pada 2023, Ini Pemicunya
Sebelumnya, harga batu bara termal global tahun ini diperkirakan mencapai kisaran USD 200 atau setara Rp2,9 juta per ton.
Angka ini lebih kecil setengah dari rekor harga batu bara tertinggi pada 2022, menurut analis dan pejabat industri, dengan meningkatnya pasokan memberikan kelonggaran bagi konsumen yang diguncang oleh volatilitas tahun lalu.
Melansir Financial Post, Jumat (26/5/2023) analis memperkirakan indeks batu bara Newcastle, yang merupakan patokan, akan berada rata-rata USD 175-USD 212 per ton tahun ini.
Angka tersebut lebih tinggi dari rata-rata USD 86 selama sepuluh tahun sebelum perang Rusia-Ukraina pecah pada 2022, tetapi turun lebih dari 50 persen dari level tertinggi pada September 2022 di USD 440.
Tahun lalu, sanksi Barat terhadap Rusia mendorong pembeli Eropa membayar mahal untuk bahan bakar pembangkit listriknya, memicu lonjakan inflasi secara global. Rusia adalah pemasok batu bara dan gas alam terbesar di Eropa sebelum perang.
Namun, harga batu bara diperkirakan akan mencapai kisaran yang lebih ketat tahun ini, membantu utilitas dan pengguna lain merencanakan pembelian bahan bakar dengan lebih baik, mengurangi tekanan pada ekonomi yang berjuang meredam inflasi tinggi.
Harga bahan bakar biasanya mencakup lebih dari setengah total biaya pembangkitan listrik.
Kepala eksekutif perusahaan analitik DBX Commodities yang berbasis di London, Alexandre Claude, mengatakan bahwa dia memperkirakan volatilitas yang lebih rendah pada 2023 dibandingkan dengan tahun 2022. Hal itu dikarenakan arus perdagangan telah stabil setelah "kejutan energi" yang terjadi menyusul invasi di Ukraina.
Advertisement