Liputan6.com, Jakarta - PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) menargetkan pendapatan dari bisnis batu bara non termal 50 persen pada 2030. Ini mengingat, terdapat beberapa proyek strategis yang sedang dikembangkan oleh Adaro Energy Indonesia.
Direktur Adaro Energy Indonesia Michael W. P. Soeryadjaya menuturkan, pihaknya menargetkan bisnis batu bara non termal bisa berkontribusi terhadap pendapatan perusahaan sebesar 50 persen pada 2030.
Baca Juga
"Kami cari kesempatan di mana untuk Adaro lebih bisa kembangkan lini bisnis EBT. Kalau kontribusi tersebut berapa sekarang, ya masih rendah," kata Michael dalam Public Expose 2023, Selasa (28/11/2023).
Advertisement
Menurut ia, proyek-proyek energi hijau membutuhkan waktu yang cukup panjang. Dengan demikian, Perseroan menargetkan kontribusi batu bara termal di bawah 50 persen pada 2030.
Sebagaimana yang diketahui, ADRO tengah menggarap proyek smelter aluminium di Kawasan Industri Kalimantan Utara. Smelter yang berkapasitas 500.000 ton per tahun ini ditujukan untuk mendukung hilirisasi mineral sekaligus transisi energi.
Smelter aluminium ini nantinya akan didukung oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang juga tengah dibangun oleh ADRO dengan kapasitas 1,37 juta gigawatt (GW). Dengan kapasitas seperti itu, PLTA ini tidak hanya melistriki smelter aluminium saja, melainkan juga seluruh bagian di Kawasan Industri Kalimantan Utara.
Pada penutupan perdagangan saham Selasa, 28 November 2023, saham ADRO naik 1,18 persen ke posisi Rp 2.580 per saham. Saham ADRO dibuka naik 10 poin ke posisi Rp 2.560 per saham. Saham ADRO berada di level tertinggi Rp 2.620 dan level terendah Rp 2.560 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 5.273 kali dengan volume perdagangan 197.509 saham. Nilai transaksi Rp 51,2 miliar.
Kinerja Keuangan hingga Kuartal III 2023
Sebelumnya diberitakan, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) telah mengumumkan kinerja keuangan sepanjang sembilan bulan pertama 2023. Perseroan mencatatkan penurunan pendapatan maupun laba bersih pada periode tersebut.
Mengutip laporan keuangan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (1/11/2023), Adaro membukukan pendapatan usaha sebesar USD 4,98 miliar hingga kuartal III 2023. Hasil ini turun 15,76 persen dibandingkan pendapatan usaha per kuartal III 2022 senilai USD 5,91 miliar.
Adapun produksi dan penjualan masing-masing naik 12 persen dan 11 persen menjadi 50,73 juta ton dan 49,12 juta ton yang diofset dengan penurunan 25 persen pada harga jual rata-rata. Demikian mengutip dari keterangan tertulis Adaro Energy Indonesia.
Bersamaan dengan itu, beban pokok pendapatan Adaro Enery Indonesia membengkak 17,47 persen menjadi USD 2,99 miliar hingga kuartal III 2023, dibandingkan beban pokok pendapatan perusahaan pada periode yang sama tahun sebelumnya senilai USD 2,54 miliar.
Beban tersebut naik seiring beban royalty PT Adaro Indonesia lebih tinggi dari pada periode sama tahun lalu. Biaya penambangan dan biaya pengolahan batu bara juga baik karena ada kenaikan volume.
Pengupasan lapisan penutup naik 25 persen menjadi 217,43 juta bcm dan nisbah kupas tercatat sebesar 4,29 kali atau naik 12 persen hingga September 2023.
Total biaya bahan bakar naik 18 persen akibat kenaikan 33 persen pada konsumsi bahan bakar. Biaya kas batu bara per ton (tidak termasuk royalti) pada sembilan bulan pertama 2023, naik 11 persen dari sembilan bulan pertama 2022.
Hingga kuartal III 2023, Adaro Energy Indonesia meraih laba usaha senilai USD 1,61 miliar. Angka ini menyusut 48,64 persen dibandingkan laba operasional Adaro Energy Indonesia hingga kuartal III 2022 senilai USD 3,15 miliar.
Alhasil, Adaro Energy Indonesia mengantongi laba bersih periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD 1,21 miliar per kuartal III 2023, atau turun 35,96 persen dibandingkan realisasi per kuartal III 2023 sebesar USD 1,9 miliar.
Advertisement
Aset Adaro
Hingga kuartal III 2023, total aset ADRO tercatat sebanyak USD 10,39 miliar atau menurun dibandingkan total aset perusahaan pada akhir 2022 senilai USD 10,78 miliar.
Liabilitas ADRO per kuartal III 2023 tercatat sebesar USD 2,98 miliar atau turun dibandingkan liabilitas perusahaan pada akhir tahun lalu senilai USD 4,25 miliar.Ekuitas ADRO naik dari USD 6,52 miliar pada akhir 2022 menjadi USD 7,41 miliar hingga kuartal III 2023.
Presiden Direktur dan Chief Executive Officer PT Adaro Energy Indonesia Tbk, Garibaldi Thohir menuturkan, walaupun menghadapi penurunan harga dan tekanan biaya karena inflasi, model bisnis yang terintegrasi tetap berkinerja baik.
“Kami berada di posisi yang baik untuk mencapai target full year 2023 berkat dukungan eksekusi yang baik di setiap bisnis. Kami juga berada di tempat yang tepat untuk ambil bagian pada inisiatif hilirisasi Indonesia, yang menekankan komitmen kami terhadap pertumbuhan berkelanjutan pada jangka panjang,” ujar dia dalam keterangan resmi, Rabu, 1 November 2023.
Belanja Modal
Hingga September 2023, belanja modal Adaro Energy Indonesia naik 71 persen menjadi USD 473 juta dari USD 277 juta pada periode sama tahun lalu. Pengeluaran belanja modal pada periode ini sebagian besar digunakan untuk pembelian dan penggantian alat berat dan kapal, investasi awal pada smelter aluminium dan fasilitas pendukungnya dan investasi pada infrastruktur.
Royalti kepada pemerintah naik 33% menjadi USD 1.170 juta dari USD 882 juta, sementara beban pajak penghasilan turun 71% menjadi USD 332 juta dari $1.165 juta. Setelah mendapatkan IUPK-KOP pada September 2022, mulai 1 Januari 2023, AI menerapkan ketentuan perpajakan dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sesuai peraturan yang berlaku.
Karena IUPK-KOP, tarif royalti AI naik ke kisaran 14% -28%, dari tarif sebesar 13,5% berdasarkan ketentuan sebelumnya. Namun, tarif pajak penghasilan badan turun dari 45% menjadi 22%. IUPK-KOP juga mengakibatkan perubahan lainnya terhadap bisnis AI, misalnya terkait pendapatan negara bukan pajak (PNBP) untuk pemerintah pusat dan porsi pemerintah daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. AI meliputi 74% produksi Grup Adaro hingga September 2023.
Advertisement