Berbagai Modus Pencurian Ikan di Indonesia

Terdapat berbagai modus yang digunakan untuk melakukan IUU Fishing

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Feb 2020, 20:30 WIB
Diterbitkan 23 Feb 2020, 20:30 WIB
6 Kapal Asing Pencuri Ikan Menunggu Diledakan
Kapal-kapal itu terlihat sangat besar dan telah dilengkapi berbagai teknologi mumpuni dibandingkan kapal nelayan Indonesia. (Liputan6.com/Richo Pramono)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali mengingatkan negara-negara lain untuk bersama-sama memberantas aktivitas pencurian ikan yang dinilai dapat mengatasi fenomena overfishing atau penangkapan ikan secara berlebihan.

Ada berbagai modus yang dilakukan para pencuri ikan untuk memuluskan aksinya. "Tren perikanan tangkap sempat meningkat namun cenderung statis saat ini. Hal ini disebabkan oleh penangkapan ikan secara berlebihan," ujar Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP Sjarief Widjaja, seperti mengutip Antara, Minggu (23/2/2020)dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu malam.

 

Sjarief mengungkapkan terdapat berbagai modus yang digunakan untuk melakukan IUU Fishing, antara lain penggunaan flag of convenience state atau modus menggunakan suatu bendera negara pada kapal tanpa adanya hubungan asli antara pemilik kapal dan pengoperasiannya kepada negara tersebut.

“Modus ini seringkali digunakan karena negara bendera memberikan keuntungan untuk pemilik kapal seperti pengawasan yang rendah, pendaftaran yang sangat mudah, dan perpajakan yang kecil," ungkapnya.

Selain itu, ujar dia, modus tersebut memungkinkan untuk menyembunyikan pemilik kapal yang sebenarnya.

Ia juga mengungkapkan modus di mana para pemilik kapal memilih tempat pendaratan yang memiliki inspeksi yang sangat minim karena rendahnya kapasitas, sistem pencatatan yang tidak baik, maupun korupsi.

 

Modus Lain

Curi Ikan di Natuna, 5 Kapal Vietnam Ditangkap
Curi Ikan di Natuna, 5 Kapal Vietnam Ditangkap

Kemudian, modus kejahatan untuk melakukan IUU Fishing dilakukan dengan mematikan alat pendeteksi posisi kapal seperti Automatic Identification System (AIS) dan Vessel Monitoring System (VMS).

"Terdapat kewajiban bagi kapal berukuran 300 Gross Ton (GT) untuk mengaktifkan AIS. Namun yang seringkali terjadi pada praktiknya di laut, mereka secara sengaja mematikan AIS dan VMS tersebut agar keberadaan kegiatannya tidak dapat dimonitor," jelas Sjarief.

Selanjutnya, terdapat praktik kejahtaan IUU Fishing di mana para pelaku menggunakan dokumen dan identitas yang dipalsukan serta melibatkan jaringan pemilik kapal yang kompleks dan lintas negara sehingga pemilik kapal yang sebenarnya sulit untuk dideteksi.

Sjarief menjelaskan bahwa praktik IUU Fishing memiliki beberapa faktor pendorong yaitu insentif ekonomi, lemahnya Regional Fisheries Management Organisations (RFMOs), dan pemerintahan yang lemah sehingga ditawarkan sejumlah solusi untuk itu.

"Kita bisa memberikan insentif ekonomi bagi para pelaku usaha yang patuh, meningkatkan penegakan hukum, dan memperkuat pemerintahan," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya