Liputan6.com, Jakarta - Resesi resmi melanda negara-negara maju di dunia. Berawal dari Korea Selatan, lalu Singapura, dan terbaru, kabar resesi melanda negara-negara Uni Eropa.
Bukan hal yang mengejutkan jika negara-negara memasuki jurang resesi, terlebih pandemi Covid-19 yang menjadi dalang kelumpuhan ekonomi belum menunjukkan tanda mereda. Ekonom Center of Reforms on Economic (CORE) Piter Abdullah menyatakan, sebenarnya, resesi sudah dimulai sejak awal tahun.
Baca Juga
"Sekarang ini semua negara tinggal menunggu waktu saja menyatakan resesi secara resmi. Semua karena wabah. Semua terseret gelombang wabah yang sama," ujar Piter saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (4/8/2020).
Advertisement
Bagi negara-negara yang mengandalkan ekspor-impor sebagai pemantik pertumbuhan ekonomi, tentu resesi ini berpengaruh besar karena permintaan global anjlok. Mitra-mitra ekspor-impor juga memberlakukan sistem pembatasan barang, sehingga alur ekspor impor terhambat.
Kenyataannya, ekonomi Indonesia berorintasi pada permintaan domestik sehingga meskipun negara-negara maju resesi, Indonesia tidak terkena imbasnya. Dan sebagai informasi, Indonesia sendiri sudah mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi karena konsumsi dalam negeri menurun, begitu pula dengan investasi.
"Jadi resesi di Amerika Serikat dan banyak negara lainnya tidak akan menambah buruk ekonomi Indonesia. Dampak resesi sudah kita rasakan, dimana permintaan ekspor menurun. Dan tidak akan berdampak lebih besar lagi," jelas Piter.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ancaman Resesi
Indonesia bukannya tidak lepas dari ancaman resesi. Kemungkinan pasti ada, namun kontraksinya tidak sedalam negara lain. Sekali lagi, karena tidak bergantung kepada ekonomi global, Indonesia bisa lebih 'tenang' terhadap kemunculan resesi ini.
"Karena masyarakat bagaimanapun akan melakukan konsumsi, dan ditambah dengan adanya bantuan dari pemerintah, sehingga konsumsi bisa tumbuh," jelasnya.
Poin penting lainnya ialah jumlah kasus positif Covid-19 yang perbedaannya sangat kontras tiap negara. Negara seperti Vietnam, meskipun tetap terpapar Covid-19, namun masih bisa mengendalikan lonjakan kasusnya. Kasus positifnya tercatat mencapai 652 jiwa dengan korban meninggal 8 orang. Pemerintah Vietnam langsung melakukan pelacakan di daerah yang diduga menjadi episentrum penyebaran virus. Kemudian, pihaknya berencana melakukan lockdown guna mencegah penyebaran.
Negara tetangga lainnya, Malaysia, memiliki 9.002 kasus positif dengan angka kematian 125 orang. Melihat hal itu, pemerintah Malaysia langsung menerapkan lockdown, dan terbukti berhasil karena "hanya" mencatat 2 kasus anyar.
Advertisement
Pembatasan Sosial
Bila dibandingkan, Indonesia telah menerapkan pembatasan sosial untuk mengimbangi aktivitas ekonomi dan penekanan penyebaran virus.
Kendati, lonjakan kasus positif masih belum bisa dikatakan mereda. Mantan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Ahmad Yurianto membeberkan, salah satu faktor yang paling menyumbang kasus positif terbanyak adalah ketidakdisiplinan menggunakan masker.
Pada akhirnya, 'resep' penanganan Covid-19 yang paling tepat ialah dengan menekankan disiplin dan penemuan vaksin. Langkah penanganan Covid-19 apapun tidak akan berhasil tanpa dua hal tersebut.
"Resepnya cuma satu, disiplin semua pihak. Masyarakat disiplin melaksanakan protokol kesehatan, serta percepatan penemuan vaksin (dilakukan). Semua cara harus dilakukan serentak, namun utamanya, kedua hal itu," jelas Piter.