Resesi Jadi Cerminan Kegagalan Pemerintah?

resesi tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi hampir seluruh negara mengalaminya karena dampak pandemi Covid-19.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Sep 2020, 16:25 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2020, 16:25 WIB
Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Pandangan udara permukiman warga dan gedung pencakar langit di Jakarta, Senin (27/7/2020). Berbagai sektor di Jakarya yang anjlok akibat Covid-19 antara lain listrik dan gas, perdagangan, pendidikan serta industri olahan. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia kemungkinan besar masuk jurang resesi di tahun ini. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2020 diperkirakan akan kembali minus sehinga dua kuartal berturut-turut berada di angka negatif. 

Namun, resesi bukan sesuatu yang harus ditakutkan dan dihindari. Alasannya, resesi tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi hampir seluruh negara mengalaminya karena dampak pandemi Covid-19.

"Resesi itu akan jadi kenormalan baru, sangat besar kemungkinan kita akan mengalami resesi. BPS (Badan Pusat Statistik) akan mengumumkan (pertumbuhan ekonomi) Kuartal III di bulan Oktober nanti, sangat besar kemungkinan negatif dan resesi," ujar Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah dalam diskusi virtual, Selasa (15/9/2020).

Lanjut Piter, karena pandemi Covid-19 menghantam sektor riil, aktivitas ekonomi jadi terhambat. Rantai pasok jadi berhenti mendadak, yang akibatnya langsung terasa ke tingkat pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, dirinya menegaskan, resesi tidak disebabkan oleh kinerja pemerintah, BI, OJK, LPS maupun lembaga lainnya. Resesi juga tidak dipengaruhi kinerja sektor keuangan. Kata Piter, hal ini tidak relevan.

"Jadi ini bukan cerminan kegagalan pemerintah, kegagalan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Persoalan kita tidak di situ (sektor keuangan) tapi di sektor riil karena adanya pandemi," kata Piter.

Piter menambahkan, seluruh pihak harusnya bisa memahami keadaan saat ini dengan keadaan sebelum pandemi yang jelas berbeda.

Alih-alih mengutarakan wacana yang dinilai tidak penting, seperti mengusulkan pengembalian fungsi pengawasan perbankan OJK ke BI atau pembentukan Dewan Moneter, seluruh pihak harusnya mengapresiasi kuatnya pengawasan integrasi yang dilakukan lembaga tersebut di tengah pandemi.

"Kita sekarang merujuknya ke kondisi yang benar-benar tidak menghadapi pandemi. Nampaknya ingin cepat keluar, padahal pandemi saja masih berlangsung," katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan berikut ini:


PSBB Jakarta Bakal Perparah Jurang Resesi Indonesia

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Pandangan udara permukiman padat penduduk di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, Seiring dengan kembali diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh Pemprov DKI Jakarta, ekonom menilai semakin besar pula keyakinan bahwa Indonesia akan mengalami resesi.

“Tanpa pengetatan PSBB resesi sudah diyakini akan terjadi. Apalagi dengan PSBB,” ujar Ekonom Piter Abdullah kepada Liputan6.com, Kamis (10/9/2020).

 

Pada masa PSBB transmisi, Piter menilai perekonomian sudah bergerak kembali meski masih sangat terbatas. Diantaranya dapat dilihat dari penyaluran kredit yang mulai tumbuh. Terutama dengan dorongan likuiditas dari Pemerintah. “Semua akan berbalik melambat kembali,” kata dia.

Lebih lanjut, kondisi ekonomi ini juga tergantung pada berapa lama PSBB ini akan diperpanjang. Semakin lama masa pemberlakuannya, kata Piter, maka semakin besar pula dampaknya. Dimana sektor ekonomi dipastikan terpuruk.

“Pertanyaannya, akan berapa lama pengetatan ini berlangsung?Kalau lama, misal hingga akhir tahun, dampaknya akan besar. Ekonomi Akan benar-benar kembali terpuruk. Penyaluran kredit Akan kembali terhenti,” beber Piter.

“Untuk kredit, saya kira walaupun ada tekanan meningkat tapi NPL akan bisa diredam dengan kebijakan restrukturisasi kredit,” imbuh dia.

Namun, di saat yang bersamaan Piter juga menyadari bahwa penanganan dari sisi kesehatan juga menjadi penting saat ini. Sehingga, melalui kebijakan ini ia berharap angka kasus covid-19 segera melandai.

“Memang penanggulangan wabah harus diutamakan. Semoga dengan pengetatan PSBB ini jumlah kasus covid-19 bisa benar-benar melandai,” pungkas dia.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya