Rupiah Melemah ke 14.134 per Dolar AS Seiring Perkembangan Stimulus AS

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.120 per dolar AS hingga 14.136 per dolar AS.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Des 2020, 10:36 WIB
Diterbitkan 03 Des 2020, 10:35 WIB
Rupiah Melemah Tipis, Dolar AS Apresiasi ke Rp 13.775/US$
Sejumlah uang kertas rupiah ditunjukkan petugas di Bank BUMN, Jakarta, Selasa (17/4). Rupiah hari ini diperdagangkan dengan kisaran Rp 13.766 -Rp 13.778 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Kamis ini. Rupiah melemah seiring perkembangan paket stimulus di Amerika Serikat.

Mengutip Bloomberg, Kamis (3/12/2020), rupiah dibuka di angka 14.120 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya. Namun menjelang siang, rupiah melemah ke 14.134 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.120 per dolar AS hingga 14.136 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 1,93 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.177 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.164 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi bergerak melemah seiring perkembangan paket stimulus di Amerika Serikat.

"Sentimen stimulus fiskal AS telah menekan dolar AS kemarin, tapi hari ini kemungkinan pasar akan memperhatikan proses persetujuan stimulus tersebut yang mendapatkan pertentangan dari pihak Demokrat di parlemen," kata Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra dikutip dari Antara.

Menurut Ariston, penolakan tersebut bisa menahan pelemahan dolar AS hari ini terhadap nilai tukar lainnya.

"Penguatan rupiah pun bisa tertahan hari ini," ujarnya.

Partai Republik dan Demokrat di Kongres tetap tidak dapat mencapai kesepakatan tentang bantuan baru untuk ekonomi AS yang dilanda pandemi, meskipun beberapa investor mengatakan berita ekonomi yang buruk dapat memacu para pembuat kebijakan bekerja lebih keras guna mencapai kesepakatan.

Pemimpin Mayoritas DPR AS Steny Hoyer juga mengungkapkan harapan bahwa kesepakatan dapat dicapai "dalam beberapa hari mendatang."

Ariston memperkirakan hari ini rupiah bergerak di kisaran 14.100 per dolar AS hingga 14.150 per dolar AS.

Saksikan video pilihan berikut ini:

BI Prediksi Rupiah Bakal Terus Menguat

Donald Trump Kalah Pilpres AS, Rupiah Menguat
Petugas menunjukkan mata uang rupiah dan dolar di Jakarta, Senin (9/11/2020). Menjelang siang, rupiah terus menguat ke level 14.145 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencermati nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terus menguat. Hal ini didukung oleh berlanjutnya aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan, nilai tukar rupiah pada 18 November 2020 menguat sebesar 3,94 persen point to point dibandingkan dengan level akhir Oktober 2020.

"Perkembangan ini melanjutkan penguatan pada bulan sebelumnya sebesar 1,74 persen point to point atau 0,67 persen secara rata-rata dibandingkan dengan tingkat September 2020," jelasnya dalam sesi teleconference, Kamis (19/11/2020).

Menurut dia, selain karena peningkatan aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik, penguatan rupiah juga terjadi seiring dengan turunnya ketidakpastian pasar keuangan global, seeta persepsi positif terhadap prospek perbaikan perekonomian domestik.

Dengan perkembangan ini, Perry mencatat, rupiah sampai dengan 18 November 2020 terdepresiasi sekitar 1,33 persen secara year to date jika dibandingkan akhir 2019 lalu.

"Ke depan, Bank Indonesia memandang bahwa penguatan nilai tukar rupiah berpotensi berlanjut seiring dengan levelnya yang secara fundamental masih undervalued," ujar Perry

"Hal ini didukung oleh defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi yang rendah dan terkendali, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko di Indonesia yang menurun, dan likuiditas global yang besar," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya