Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan mendukung upaya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam menyelesaikan persoalan pembiayaan bermasalah di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) melalui jalur hukum dengan Kejaksaan Agung.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman menuturkan, upaya Kemenkeu tersebut merupakan suatu langkah yang strategis untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah dari debitur-debitur yang tidak kooperatif dalam memenuhi kewajibannya terhadap LPEI.
Baca Juga
"OJK sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) juga akan terus melanjutkan pengawasan secara off-site maupun pemeriksaan langsung (on-site) terhadap LPEI. OJK juga berkoordinasi dengan Kemenkeu mengenai pengawasan LPEI," ujar Agusman, seperti dikutip dari keterangan resmi, Selasa (19/3/2024).
Advertisement
LPEI sebagai Lembaga Keuangan di bawah pembinaan dan pengawasan Kementerian Keuangan, adalah sebuah lembaga yang didirikan pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009. LPEI adalah lembaga keuangan sui generis berstatus badan hukum yang seluruh modalnya dimiliki Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai lembaga keuangan sui generis, LPEI juga diawasi OJK sesuai POJK No. 9/POJK.05/2022 tentang Pengawasan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan dugaan fraud LPEI kepada Kejaksaan Agung. "Hari ini kami bertandang ke Kejaksaan Agung untuk menyampaikan hasil pemeriksaan dari tim terpadu, terutama terhadap kredit bermasalah yang terindikasi adanya fraud, yaitu adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan debitur,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, dikutip dari Antara, Senin, 18 Maret 2024.
Sri Mulyani mengatakan, terdapat empat debitur yang terindikasi fraud dengan nilai outstanding Rp2,5 triliun. Keempat debitur yang dimaksud yaitu PT RII, PT SMS, PT SPV, dan PT PRS.
Tak Ada Toleransi
Laporan tersebut merupakan hasil penelitian kredit bermasalah yang dilakukan LPEI bersama dengan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, atau yang bergerak di bawah tim terpadu.
Sri Mulyani meminta jajaran direksi dan manajemen LPEI untuk terus meningkatkan peran dan tanggung jawab, terutama dalam membangun tata kelola yang baik.
Tak Ada Toleransi
Sri Mulyani mengatakan, LPEI tidak boleh menoleransi segala bentuk indikasi pelanggaran hukum, korupsi, dan konflik kepentingan serta harus menjalankan mandat sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
“Kami mendorong LPEI melakukan inovasi dan koreksi bersama-sama dengan tim terpadu untuk terus melakukan pembersihan di dalam tubuh dan neraca LPEI,” kata dia.
Sementara itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin menuturkan, laporan tersebut merupakan tahap pertama dari hasil temuan. Masih ada temuan tahap kedua yang diduga memiliki nilai outstanding fraud sebesar Rp3 triliun.
“Nanti ada tahap kedua, ada enam perusahaan. Yang sedang dilakukan pemeriksaan oleh BPKP, saya minta tolong segera ditindaklanjuti agar tidak kami lanjutkan dengan tindak pidana,” kata dia.
Advertisement
Jaksa Agung: Dugaan Korupsi Fasilitas Kredit LPEI Rp 2,5 Triliun sejak 2019
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, dugaan tindak pidana korupsi tersebut melibatkan empat debitur perusahaan, yang sudah terdeteksi sejak lama, yakni sekitar 2019.
"Dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang mana sebenarnya tindakan ini sudah cukup lama," kata Burhanuddin usai bertemu Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kejaksaan Agung dikutip dari Antara, Jakarta, Senin (18/3/2024).
Dugaan tindak pidana korupsi pada LPEI itu resmi dilaporkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Jaksa Agung pagi tadi. Total ada empat debitur yang dilaporkan dengan nilai kredit macet total Rp2,505 triliun.
Daftar Empat Debitur
Keempat debitur tersebut, yakni:
- PT RII senilai Rp1,8 triliun
- PT SMS sebesar Rp216 miliar
- PT SPV sebesar Rp144 miliar
- PT PRS sebesar Rp305 miliar
Selain itu, ST Burhanuddin menuturkan, laporan ini baru tahap pertama. Akan ada tahap kedua yang melibatkan enam perusahaan dengan nilai kredit mencapai Rp3 triliun.
4 Debitur LPEI Terindikasi Fraud Berkecimpung di Sektor Batu Bara, Nikel hingga CPO
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani indrawati membeberkan empat debitur yang terindikasi fraud senilai Rp2,5 triliun terkait kasus dugaan korupsi terkait pemakaian dana kredit pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Keempat perusahaan yang terindikasi korupsi antara lain PT RII sebesar Rp1,8 triliun, PT SMS Rp216 miliar, PT SPV Rp144 miliar dam PT PRS Rp305 miliar. Sehingga jumlah secara keseluruhan hingga Rp2.504 triliun
"Hari ini khusus kami sampaikan 4 debitur yang terindikasi fraud dengan outstanding pinjaman Rp2,5 triliun," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Jakarta, Senin (18/3/2024).
Sementara itu, Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana menuturkan empat perusahaan tersebut terdiri dari sektor yang bergerak di bidang batu bara, nikel, kelapa sawit, dan perkapalan.
"Empat perusahaan ini adalah korporasi yang bergerak di bidang kelapa sawit, batu bara, nikel dan shipping atau perusahaan perkapalan," kata Ketut.
Sebelumnya,Menteri Keuangan Sri Mulyani mendatangi kantor Kejaksaan Agung untuk Jakarta, Senin, 18 Maret 2024 untuk melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengunaan dana kredit pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Dia menuturkan, pihaknya telah membentuk tim terpadu bersama LPEI, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jaksa Agung Muda bidang perdata dan tata usaha negara (Jamdatun) dan Inspektorat Kemenkeu untuk meneliti seluruh kredit-kredir yang bermasalah di LPEI.
"Pada kesempatan yang baik pagi ini kami bertandang ke Kejaksaan. Dan Jaksa Agung Burhanuddin sangat baik hati menerima kami untuk juga menyampaikan hasil pemeriksaan dari tim terpadu tersebut terutama terhadap kredit permasalahan yang terindikasi adanya fraud yaitu adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh debitur,” ujar Sri Mulyani.
Advertisement