Liputan6.com, Teheran Pemerintah Teheran, Iran menunda jadwal eksekusi Rayhaneh Jabbari (26), terpidana pembunuh seorang pria yang dituduh mencoba memperkosanya.
Menanggapi permohonan pada menit-menit terakhir, aparat menunda eksekusi saat Rayhaneh hendak menuju tiang gantungan atas dakwaan penikaman dan pembunuhan Morteza Abdolali Sarbandi, mantan pegawai Kementerian Intelijen Iran pada tahun 2007.
Pemerintah memang mengumumkan eksekusi ditunda. Namun, tak memberikan indikasi vonis mati dibatalkan. Juga tak menyebut tanggal baru pelaksanaan hukum gantung.
Para aktivis di seluruh dunia telah bekerja tanpa lelah untuk membuktikan Rayhaneh tidak bersalah. Sekaligus agar vonis hukuman matinya dicabut.
Rayhaneh yang sudah menjalani hukuman penjara selama 7 tahun mengklaim Morteza membiusnya dan berusaha melakukan kontak fisik dengannya.
Saat kejadian, Rayhaneh yang kala itu berusia 19 tahun bertemu Morteza di sebuah kafe. Saat itulah Morteza mengetahui bahwa perempuan muda itu adalah seorang desainer interior.
Morteza lalu meminta Rayhaneh menemuinya di kantor untuk mendiskusikan proyek renovasi. Namun, saat Rayhaneh menuju ke alamat yang diminta, itu bukan kantor, melainkan bangunan lawas di lokasi terpencil. Kala itu, Rayhaneh mengaku ditawari jus buah -- yang mengandung obat 'roofie' -- berdasarkan tes forensik yang dilakukan polisi.
Rayhaneh lantas berusaha mempertahankan kehormatan dengan menikam bahu Morteza menggunakan pisau saku dan lari dari lokasi kejadian. Morteza berlumuran darah hingga tewas, Rayhaneh lalu ditahan dan dipenjarakan.
"Rayhaneh mengalami sejumlah siksaan di penjara. Aparat mungkin memaksanya mengaku," kata Shabnam Assadollahi, aktivis Iran di Kanada, seperti dimuat FoxNews, Selasa (15/4/2014).
Shabnam Assadollahi, bersama 3 perempuan lainnya: Nazanin Afshin-Jam, Shadi Paveh, dan Mina Ahadi melakukan kampanye internasional untuk mengangkat kasus Rayhaneh.
Petisi yang mereka sebarkan berhasil mengumpulkan 126.700 tanda tangan dukungan dari seluruh dunia.
Keluarga dan pendukung Rayhaneh mengajukan dalil, pisau saku kecil dan dua tusukan di bahu tidak akan mengakibatkan konsekuensi fatal bagi seorang pria bertubuh besar -- seperti profil fisik korban.
Mereka mengajukan petisi terhadap eksekusinya, percaya pihak ketiga mungkin telah terlibat dalam kasus tersebut.
Ahmed Shaheed, PBB penyidik ​​khusus tentang hak asasi manusia juga angkat bicara melawan eksekusi, menyatakan Rayhaneh tidak diadili secara adil. Bahwa ia harus disidang ulang. Sebagai terdakwa yang membela diri.
(Shinta Sinaga)