Liputan6.com, Kinshasa - Pada awal Abad 21, situasi di kawasan Afrika Tengah tengah mencekam, terutama di Republik Demokratik Kongo (RDK). Saat itu tengah terjadi perang saudara di negara yang sebelumnya bernama Zaire. Dalam kondisi tersebut, keamanan negara begitu lemah. Sampai keselamatan presiden pun terancam.
Pada 16 Januari 2001 menjadi hari terakhir bagi Presiden RDK Laurent Kabila. Dia tewas ditembak ajudannya sendiri di lantai atas Istana Kepresidenan Marble Palace di ibu kota Kinshasa.
Baca Juga
Seorang saksi mata mengaku mendengar suara baku tembak di istana. Suara letupan senjata api memekak telinga di lingkungan sekitar istana hingga hampir satu jam. Tentara dan tank kala itu mengelilingi istana.
Advertisement
Sementara, menurut sumber dekat istana, "Presiden ditembak 2 kali. Di bagian punggung dan kaki." Demikian seperti dimuat BBC on This Day.
Presiden yang tengah kritis karena luka tembak kala itu langsung dilarikan ke rumah sakit menggunakan helikopter dengan pengawalan ekstra ketat.
Rumor berhembus dari berbagai sumber bahwa saat itu Kepala Negara Kabila sebenarnya sudah tewas karena ditembak petinggi militer, para jenderal yang berkonspirasi untuk menggulingkan pemerintahan.
Hal ini diperkuat oleh keterangan Menteri Luar Negeri Belgia Louis Michel yang menjadi mitra pemerintah RDK bahwa Presiden Kabila ditembak ajudan saat pertemuan dengan para jenderal militer.
"Dari 3 sumber dekat, saya dengar kabar bahwa Pak Presiden ditembak mati saat itu juga," kata Michel.
Namun demikian, Otoritas RDK menyatakan bahwa Kabila hanya terluka dan masih sadar di lokasi kejadian. Meski pada akhirnya, Pak Presiden menghembuskan napas terakhir untuk selamanya.
Penembakan presiden ini dilatarbelakangi oleh konflik kepentingan di pemerintah. Republik Demokratik Kongo saat itu tak hanya diperintah oleh Kabila, tapi juga pihak luar, yakni negara Uganda dan Rwanda yang sebelumnya telah membantu Kabila menggulingkan pemerintahan sebelumnya.
Lantaran Uganda dan Rwanda mengeruk kekayaan RDK tanpa persetujuan sang presiden, maka Kabila memutuskan untuk mencopot petinggi pemerintah dari dua negara tersebut. Dan hal ini yang menjadi pemicu Kabila ditembak oleh ajudan yang diyakini berafiliasi dengan Uganda dan Rwanda.
RDK saat itu tengah perang dengan pihak pemberontak di internal negara yang dibeking Uganda dan Rwanda. Sementara RDK dibantu tiga negara lain, yakni Angola, Zimbabwe dan Namibia.
Pasca mangkatnya Presiden Kabila, pemerintahan diambil alih oleh sang anak, Joseph Kabila. Dia mengambil langkah damai dengan berdiplomasi yang dimediasi PBB. Namun kekuasaannya tak lama dan diambil alih pemerintahan transisi.
Setahun setelah penembakan, 80 orang diadili lantaran diyakini sebagai pihak yang berkonspirasi untuk membunuh Kabila. Sebanyak 26 dari 80 terdakwa dijatuhi hukuman mati, termasuk Panglima Militer Eddy Kappend. Namun di masa pemerintahan baru, sejumlah terpidana mati mendapat amnesti atau pengampunan.
Today in History lainnya, pada 16 Januari 1970 merupakan awal berkuasanya diktator Muammar Khadafi. Pria yang kala itu masih berusia 28 tahun menjadi Perdana Menteri Libya dalam waktu 4 bulan sesudah menggulingkan Raja Idris. Khadafi tewas di tangan pemberontak setelah berkuasa sebagai Presiden Libya selama 42 tahun.