Liputan6.com, Palo Alto - Setidaknya lima orang yang telah membayar untuk memesan mobil Tesla Model 3s telah membatalkan pesanan mereka. Hal itu dilakukan setelah CEO perusahaan tersebut, Elon Musk, menjadi penasihat Donald Trump.
Musk tergabung dalam dua kelompok penasihat Trump, yakni di bidang ekonomi dan dewan manufaktur.
Baca Juga
"Dengan menjabat sebagai dewan penasihat presiden, dan mengambil posisi yang tampaknya menyetujui pemerintahan Trump (seperti mengacuhkan kesempatan pencabutan larangan terhadap Muslim), Elon Musk memungkinkan rezim yang rasis dan xenophobia melakukan kekejaman," tulis salah satu pemesan Model 3s yang membatalkan pesanannya, Colin Niloc.
Advertisement
"Bagiku ini tak dapat diterima, dan oleh karena itu aku membatalkan pesanan Model 3. Aku akan memilih menyumbangkan US$ 1.000 untuk donasi. Aku mendesak orang-orang yang telah memesan lainnya untuk melakukan hal yang sama," imbuh Niloc.
"Aku meminta Elon melakukan pekerjaan yang lebih baik untuk menyuarakan orang-orang yang tak bisa menyuarakan suaranya sendiri," tutup Niloc dalam kolom komentar mengapa ia membatalkan pesanannya di website Tesla.
Dikutip dari CNBC, Jumat (3/2/2017), selama akhir pekan lalu Musk menyuarakan kekhawatirannya tentang perintah eksekutif Donald Trump yang melarang warga dari tujuh negara mayoritas muslim untuk memasuki AS.
CEO SpaceX itu juga meminta followers Twitternya untuk membaca perintah tersebut dan menawarkan saran tentang amandemen yang bisa dibuat.
"Larangan masuk warga negara mayoritas muslim bukan merupakan cara terbaik untuk mengatasi tantangan negeri," tulis Musk di Twitter pada 29 Januari 2017.
"Banyak orang yang mengalami dampak negatif kebijakan ini adalah pendukung kuat AS. Mereka melakukan hal benar, tidak salah, dan tak pantas untuk diusir," imbuh dia.
Sebelum memutuskan untuk bergabung menjadi dewan penasihat presiden, bos Tesla itu sempat mengatakan bahwa Donald Trump bukan merupakan pria yang tepat untuk menjadi presiden.
Hal serupa juga dialami Uber. CEO perusahaan penyedia jasa transportasi itu memutuskan untuk keluar dari dewan penasihat ekonomi Presiden AS Donald Trump di tengah meningkatnya tekanan dari aktivis dan karyawan yang menentang kebijakan imigrasi.
"Bergabung dengan kelompok (dewan penasihat ekonomi Trump) bukan berarti mendukung kebijakan presiden. Tapi sayangnya, itu telah disalahartikan," ujar CEO Uber, Travis Kalanick.
Kalanick menyampaikan hal tersebut melalui memo yang dikirimkan via email kepada seluruh staf Uber.