Di Hadapan PM Israel, Presiden Prancis Kritik Pengakuan Yerusalem

Presiden Macron tak hanya mengkritik kebijakan Trump soal Yerusalem, tapi ia juga meminta PM Israel setop pembangunan permukiman ilegal.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 11 Des 2017, 16:10 WIB
Diterbitkan 11 Des 2017, 16:10 WIB
PM Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Prancis Emmanuel Macron
PM Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Prancis Emmanuel Macron (Philippe Wojazer/Pool via AP)

Liputan6.com, Paris - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengkritik keputusan Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Di lain sisi, Macron mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mengakhiri pembangunan permukiman ilegal.

Dalam konferensi pers bersama dengan Netanyahu di Paris, Macron mendesak pemimpin Israel itu untuk bernegosiasi dengan Palestina.

"Prancis, tetap yakin bahwa satu-satunya solusi yang sesuai dengan hukum internasional adalah memungkinkan pembentukan dua negara yang hidup berdampingan secara damai -- dan ini hanya dapat terjadi melalui negosiasi," kata Macron pada hari Minggu waktu setempat, seperti dikutip dari Al Jazeera pada Senin (11/12/2017).

"Saya meminta Perdana Menteri (Israel) untuk membuat keputusan berani mengenai Palestina dan mengatasi kebuntuan yang terjadi saat ini," imbuhnya.

Lawatan Netanyahu ke Paris terjadi empat hari setelah pada Rabu, 6 Desember lalu Trump mengumumkan kebijakannya mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Langkah sepihak tersebut dikecam keras oleh para pemimpin dunia, termasuk sekutu AS di Eropa, dan memicu bentrokan mematikan di wilayah-wilayah Palestina dan tempat lainnya.

Mengomentari keputusan Trump terkait Yerusalem, Macron menegaskan ketidaksetujuannya karena ia menilai itu "bertentangan dengan hukum internasional". Orang nomor satu di Prancis itu juga mendesak Israel "membekukan pembangunan permukiman" sebagai isyarat perdamaian.

Namun, Netanyahu menyatakan bahwa kebijakan Trump hanya merujuk pada kenyataan di lapangan. PM Israel itu menekankan bahwa Palestina harus menerima Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

"Semakin cepat Palestina menerima kenyataan ini, semakin cepat pula kita menuju ke perdamaian," tutur Netanyahu. "Itulah sebabnya mengapa menurut saya pengumuman Presiden Trump begitu bersejarah dan sangat penting bagi perdamaian."

Netanyahu mengklaim "ada upaya serius yang tengah dilakukan" pemerintah AS "dalam upaya menciptakan perdamaian".

Sementara itu, menanggapi seruan Presiden Macron untuk negosiasi, Netanyahu mengatakan bahwa ia telah lebih dari satu kali "mengulurkan tangan" pada Presiden Palestina Mahmoud Abbas.

Dapat dipastikan bahwa isu Yerusalem mendominasi tatap muka antara Netanyahu dan Macron.

Kunjungan ke Eropa

Di luar isu Yerusalem, Netanyahu dan Macron dikabarkan juga membahas serangkaian topik lainnya, termasuk peran Iran di Timur Tengah.

Netanyahu menyebut Negeri Para Mullah itu sebagai "sumber utama agresi di kawasan". Ia menuding Iran membangun kemampuan militer di Suriah dan Lebanon serta mengklaim bahwa sejumlah negara Arab setuju dengan pandangannya.

"Banyak negara Arab sekarang ini menyadari bahwa Israel bukanlah musuh mereka, tapi sekutu mereka untuk melawan dua sumber utama terorisme di kawasan, yaitu ISIS dan Iran," tutur Netanyahu.

Selama konferensi pers, Macron mengumumkan akan mengunjungi Israel pada 2018.

Dari Paris, Netanyahu akan bertolak ke Brussels, Belgia, di mana ia dijadwalkan bertemu dengan Federica Mogherini, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa.

Sama seperti Macron, Mogherini juga mengkritik keputusan Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya