Liputan6.com, Washington, DC - Pada hari ini 28 Desember 1832, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang wakil presiden Amerika Serikat mengajukan permohonan diri.
Wapres John C. Calhoun, mengaku berseberangan dengan presiden AS kala itu, Andrew Jackson. Selain itu, ia ingin mengisi bangku senat yang kosong di South Carolina. Dengan demikian, ia mengajukan permohonan mundur diri dari jabatanannya.
Baca Juga
Dikutip dari History.com, Calhoun lahir di Abbeville, South Carolina pada 1782. Calhoun adalah seorang yang memperjuangkan hak negara bagian dan pro-perbudakan serta merupakan simbol dari Old South.
Advertisement
Calhoun menjadi Menteri Urusan Perang di bawah Presiden James Monroe pada 1824, dia mencoba peruntungan untuk jadi presiden AS.
Namun, serangan partisan pahit dari pesaing lain memaksanya keluar dari perlombaan, dan dia harus puas dengan wakil presiden di bawah Presiden John Quincy Adams. Pada 1828, ia kembali terpilih menjadi wakil presiden sementara Andrew Jackson memenangkan kursi kepresidenan. Calhoun segera menemukan dirinya terisolasi secara politis dari urusan nasional di bawah Presiden Jackson.
Pada tanggal 12 Desember 1832, Calhoun terpilih untuk mengisi kursi Senat South Carolina setelah pengunduran diri Senator Robert Hayne. Enam belas hari kemudian, dia mengundurkan diri sebagai wakil presiden.
Cikal Bakal Perbudakan dan Perang Sipil AS
Selama sisa kehidupan politiknya, Calhoun mendukung sistem perbudakan di perkebunan dan melawan sikap anti-perbudakan yang semakin meningkat di sejumlah negara bagian.
Pada awal 1840-an, di bawah Presiden John Tyler, dia menjamin masuknya Texas ke Union sebagai negara budak.
Bersama dengan Andrew Jackson, Daniel Webster, dan Henry Clay, John C. Calhoun mendominasi kehidupan politik Amerika pada paruh pertama abad ke-19.
Selama hidupnya, Calhoun mengembangkan dua teori politik.
Salah satunya adalah teori politik bahwa hak-hak bagian minoritas - khususnya, yang dibutuhkan Selatan -- diperlukan untuk melindungi di serikat federal.
Yang kedua adalah argumen yang menunjukkan perbudakan sebagai institusi yang menguntungkan semua pihak yang terlibat.
Komitmen Calhoun terhadap dua hal tersebut dan upayanya untuk mengembangkannya memberinya peran unik dalam sejarah Amerika sebagai suara moral, politik, dan spiritual separatisme Selatan.
Terlepas dari kenyataan bahwa dia tidak pernah menginginkan Selatan melepaskan diri dari Amerika Serikat, namun itu yang terjadi satu dekade setelah kematiannya, kata-kata dan pekerjaan hidupnya menjadikannya Bapak dari Perpecahan Selatan-Utara.
Dengan cara yang sangat nyata, Colhoun adalah Bapak Perbudakan yang memulai Perang Saudara Amerika.
Nama Calhoun sempat diabadikan sebagai salah satu asrama di Yale. Dia juga dijadikan patung yang diletakkan di Calhoun street.
Namun, semua berubah pada 17 Juni 2015. Kala itu, Dylann Roof menghujani Gereja Emanuel African Methodist Episcopal (AME) dengan peluru. Sembilan orang tewas dalam penembakan itu, 3 pria dan 6 perempuan. Selain itu beberapa orang lainnya juga luka-luka. Di antara yang tewas adalah pendeta gereja Clementa Pinckney, yang juga seorang senator dari Partai Demokrat negara bagian South Carolina.
Semenjak insiden itu, sejumlah ikonis Selatan, seperti bendera konfederasi dipindahkan dari tempat publik di South Carolina.
Mahasiswa Yale pun membuat petisi untuk mencopot nama Calhoun dari papan asrama.
Peristiwa lain terjadi di tanggal yang sama pada 1972. Kim Il-sung diangkat menjadi presiden Korea Utara.
Menurut Konstitusi Korea Utara, pria yang terlahir sebagai Kim Song-ju itu adalah Presiden Abadi negara tersebut. Ia menjabat sejak tahun 1972 hingga 1994, atau dengan kata lain selama 22 tahun sebelum berpulang pada 8 Juli 1994 di usia 82 tahun. Kini kekuasaan Korut berada di tangan Kim Jong-un -- cucu Kim Il-sung.
Selain peristiwa itu, 28 Desember tahun 1999 juga ditetapkan sebagai hari di mana pria bernama Saparmurat Niyazov dinyatakan sebagai presiden pertama sekaligus presiden seumur hidup di negara pecahan Turkmenistan.