Pakistan Batalkan Vonis Hukuman Mati pada Terpidana Kasus Penistaan Agama

Pakistan telah membatalkan hukuman mati seorang terpidana perempuan yang dijerat pasal penistaan ​​agama.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 01 Nov 2018, 08:01 WIB
Diterbitkan 01 Nov 2018, 08:01 WIB
Asia Bibi, terpidana kasus penistaan agama di Pakistan. Pengadilan membatalkan vonis hukuman mati terhadapnya pada 31 Oktober 2018 (AFP PHOTO)
Asia Bibi, terpidana kasus penistaan agama di Pakistan. Pengadilan membatalkan vonis hukuman mati terhadapnya pada 31 Oktober 2018 (AFP PHOTO)

Liputan6.com, Islamabad - Mahkamah Agung Pakistan, pada 31 Oktober 2018, telah membatalkan vonis hukuman mati seorang terpidana perempuan yang dijerat pasal penistaan ​​agama. Kasus itu telah menarik perhatian dan menjadi perdebatan warga di negara tersebut sejak terjadi pada 2009 silam.

Asia Bibi (47) divonis hukuman mati oleh pengadilan tingkat pertama pada tahun 2010 setelah dituduh menghina Nabi Muhammad dalam sebuah adu mulut dengan tetangganya.

Ibu empat anak itu selalu mempertahankan ketidakbersalahannya selama delapan tahun terakhir, di mana ia telah mendekam di sel isolasi, guna menunggu hasil upaya banding hingga ke Mahkamah Agung Pakistan.

Pada Rabu 31 Oktober 2018, Hakim Agung Saqib Nisarm, yang membacakan putusan pembatalan vonis hukuman mati itu, mengatakan Asia Bibi bisa segera bebas dari penjara di Sheikupura, dekat Lahore, jika tidak ada lagi dakwaan terhadapnya sehubungan dengan kasus lain, demikian seperti dikutip dari BBC, Kamis (1/11/2018).

Asia Bibi tidak di pengadilan untuk mendengar putusan itu, tetapi, dalam sebuah sambungan telepon, ia bereaksi terhadap vonis tersebut dengan terkejut.

"Aku tidak percaya apa yang aku dengar, apakah aku akan bebas sekarang? Apakah mereka akan membiarkanku keluar, sungguh?" kantor berita Agence France-Presse mengutip perkataan Asia Bibi.

Kasus Asia Bibi bermula pada Juni 2009, ketika ia dituduh melakukan penistaan agama saat adu mulut dengan sekelompok perempuan muslim yang merupakan tetangganya.

Mereka sedang memanen buah bersama ketika adu mulut pecah akibat perdebatan soal air yang diminum Asia Bibi.

Sekelompok perempuan itu mengatakan, Asia Bibi telah meminum air di sumber mata air setempat menggunakan cangkir, sehingga mereka tidak bisa lagi menyentuhnya, karena perbedaan keyakinan yang dianut Asia Bibi -- menurut para lawan debatnya --membuat najis sumber mata air itu.

Dalam pengadilan, jaksa menuduh bahwa dalam adu mulut yang terjadi kemudian, sekelompok perempuan itu mengatakan Asia Bibi harus masuk Islam. Membalas komentar itu, Asia Bibi dituduh membuat tiga komentar ofensif tentang Nabi Muhammad sebagai jawaban.

Asia Bibi kemudian dipukuli di rumahnya, di mana para penuduhnya mengatakan bahwa dia mengaku melakukan penistaan agama. Dia ditangkap setelah penyelidikan polisi.

Putusan Pembatalan Hukuman Mati

Para Hakim Mahkamah Agung Pakistan mengatakan bahwa dakwaan jaksa yang dirumuskan di pengadilan rendah telah "gagal membuktikan kasusnya tanpa bukti yang logis".

"Kasus ini didasarkan pada bukti yang lemah tanpa ada prosedur penyelidikan yang laik," kata para hakim mahkamah agung.

Pengakuan terdakwa yang digunakan sebagai alat bukti juga tidak sah secara hukum, kata hakim mahkamah agung, karena "disampaikan di depan orang banyak yang tengah mengancam hendak membunuhnya."

Menutup putusan pembatalan vonis hukuman mati terhadap Asia Bibi, hakim mahkamah agung mengutip salah satu hadis Nabi Muhammad yang menyerukan agar umat non-muslim diperlakukan dengan baik.

Hukum di Pakistan mengatur sejumlah ancama bagi terdakwa kasus penistaan agama.

Pengkritik undang-undang penistaan agama di Pakistan mengatakan, pasal tersebut sering digunakan (atau disalahgunakan) sebagai balas dendam yang dipicu percekcokan pribadi dan sepele. Pembuktian atas kasus tersebut pun seringkali didasari pada bukti-bukti yang tidak kuat.

 

Simak video pilihan berikut:

 

Memicu Protes dari Kelompok Garis Keras

Suami dan anak perempuan Asia Bibi (AFP PHOTO)
Suami dan anak perempuan Asia Bibi (AFP PHOTO)

Islam adalah agama resmiPakistan dan menjadi dasar sistem hukumnya. Dukungan publik terhadap undang-undang penistaan agama juga sangat kuat. 

Oleh karenanya, pembatalan hukuman mati terhadap Asia Bibi memicu protes oleh kelompok garis keras yang mendukung undang-undang tersebut.

Demonstrasi menentang putusan tersebut diadakan di Karachi, Lahore, Peshawar dan Multan. Bentrokan dengan polisi telah dilaporkan.

Zona Merah di ibukota Islamabad, tempat Mahkamah Agung berada, telah ditutup oleh polisi, dan pasukan paramiliter telah dikerahkan untuk mengusir para demonstran dari pengadilan.

Protes keras dan dampak buruk dari kasus itu pun telah terjadi sejak 2010 silam. Tak lama setelah Asia Bibi dijatuhi vonis, seorang politikus terkemuka, Gubernur Punjab Salman Taseer, dibunuh karena menyuarakan dukungannya terhadap reformasi undang-undang penistaan agama.

Pembunuh Taseer, Mumtaz Qadri, divonis hukuman mati atas perbuatannya. Namun, oleh kelompok garis keras, pria itu dikultuskan, sampai-sampai, mereka membuat 'kuil' besar yang didedikasikan untuknya di pinggiran Islamabad.

Para pendukungnya juga menciptakan partai politik --berkampanye untuk melestarikan undang-undang penistaan agama-- yang mengumpulkan sekitar dua juta suara dalam pemilihan umum tahun ini.

Ini adalah partai yang sama yang ditakuti banyak orang sebagai penyebab kerusuhan kekerasan dalam beberapa hari mendatang usai putusan pembatalan hukuman mati terhadap Asia Bibi.

Ibu empat anak itu pun kini dirundung ketakutan atas kemungkinan reaksi keras dari para ekstremis.

Putrinya, Eisham Ashiq, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa jika dia dibebaskan: "Saya akan memeluknya dan akan menangis bertemu dengannya dan akan bersyukur kepada Tuhan bahwa dia telah membebaskannya."

Tetapi keluarga mengatakan mereka khawatir akan keselamatan mereka dan kemungkinan harus meninggalkan Pakistan.

Asia Bibi telah ditawari suaka oleh beberapa negara dan diperkirakan akan meninggalkan negara itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya