Liputan6.com, Jenewa - Virus Corona (COVID-19) telah merenggut nyawa lebih dari 3.118 orang sejak kemunculannya Desember lalu. Pada awal Maret ini, total orang yang tertular ada 91 ribu orang dan 48 ribu pasien sembuh.
Penyebaran yang luas membuat pemimpin WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengakui bahwa saat ini dunia memasuki ke situasi yang tak dikenal.
Advertisement
Baca Juga
"Kita berada di wilayah yang belum dipetakan," ujar Tedros seperti dilansir France24, Selasa (3/3/2020).
"Kita belum pernah melihat patogen pernapasan yang mampu menular di antara masyarakat, tetapi yang juga bisa diredam dengan tindakan-tindakan yang benar," ia menambahkan.
Jumlah tertinggi kasus Virus Corona berada di China, kemudian disusul Korea Selatan dan Italia.
Pemimpin WHO berkata Virus Corona bisa dilawan. Ia menyebut tiap negara perlu memiliki pendekatannya masing-masing dalam melawan Virus Corona dan dimulai dengan meredam penyebaran virus.
Di antara sekitar 60 negara yang melaporkan Virus Corona, lebih dari setengahnnya melaporkan hanya 10 kasus atau kurang.
"Sekitar delapan negara belum melaporkan kasus-kasus baru selama dua minggu dan telah mampu meredam penyebaran wabah," ujar Tedros.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Melawan Stigma
Tedros berkata musuh utama dari penyebaran ini adalah stigma. Kondisi ini menimbulkan prasangka di tengah merebaknya virus.
Laporan rasisme sudah terjadi di beberapa negara. Masyarakat Asia Timur terutama terdampak stigma terkait Virus Corona.
"Stigma sejujurnya lebih berbahaya dari virus itu sendiri. Mari garis bawahi hal tersebut. Stigma adalah musuh paling berbahaya," kata Tedros.
Dua pasien Virus Corona di Indonesia juga mengalami kerugian privasi karena informasi mereka tersebar di dunia maya. Presiden Jokowi meminta agar kasus ini berhenti.
Jokowi telah meminta para menterinya untuk mengingatkan agar rumah sakit, pejabat pemerintah agar tidak membuka privasi pasien. Menurut Jokowi, kode etik dan hak-hak pribadi penderita corona harus dijaga.
"Tidak boleh dikeluarkan di publik, ini etika kita dalam berkomunikasi. Media juga harus menghormati privasi mereka sehingga secara psikologis mereka tidak tertekan dan dapat segera pulih dan sembuh kembali," jelasnya.
Advertisement