Rusia Dituduh Uji Coba Senjata di Angkasa Luar oleh AS dan Inggris

Afrika Selatan sekarang ini memiliki total kasus Corona COVID-19 terbanyak kelima di dunia, dengan lebih dari 400 ribu orang terinfeksi Virus Corona.

oleh Hariz Barak diperbarui 25 Jul 2020, 12:03 WIB
Diterbitkan 25 Jul 2020, 12:03 WIB
Roket peluncuran Soyuz-2.1v membawa satelit pengintai militer Rusia ke orbit Bumi. Peluncuran dilaksanakan dari Plesetsk Cosmodrome pada 25 November 2019, kata Kementerian Pertahanan Rusia (kredit: Roscosmos)
(Ilustrasi) Roket peluncuran Soyuz-2.1v membawa satelit pengintai militer Rusia ke orbit Bumi. Peluncuran dilaksanakan dari Plesetsk Cosmodrome pada 25 November 2019, kata Kementerian Pertahanan Rusia (kredit: Roscosmos)

Liputan6.com, Moskow - Rusia menolak tuduhan dari Amerika Serikat (AS) dan Inggris baru-baru ini, atas dugaan 'pengujian persenjataan anti-satelit di angkasa luar' --menyebutnya keliru dan "terdistorsi".

"Pengujian yang dilakukan [pada 15 Juli] tidak menciptakan ancaman bagi pesawat ruang angkasa lainnya," kata Kementerian Pertahanan Rusia, seraya menambahkan bahwa itu tidak melanggar hukum internasional, demikian seperti dikutip dari BBC (25/7/2020).

Moskow mengatakan sebelumnya bahwa mereka telah menggunakan teknologi baru untuk melakukan pemeriksaan pada peralatan ruang angkasa Rusia.

Tetapi AS dan Inggris mengatakan mereka khawatir tentang aktivitas satelit Negeri Beruang Merah.

"Kami prihatin dengan cara Rusia menguji salah satu satelitnya dengan meluncurkan proyektil dengan karakteristik senjata," kata kepala direktorat ruang angkasa Inggris, Wakil Udara Marsekal Harvey Smyth, pada Kamis 23 Juli 2020.

Ini adalah pertama kalinya Inggris membuat tuduhan tentang uji coba senjata Rusia di ruang angkasa, dan datang hanya beberapa hari setelah penyelidikan mengatakan pemerintah Inggris "sangat meremehkan" ancaman yang ditimbulkan oleh Rusia.

Kementerian Luar Negeri AS juga mengatakan pihaknya telah mengamati penggunaan oleh Rusia "yang tampaknya merupakan persenjataan anti-satelit di orbit."

Namun, dalam sebuah pernyataan pada Jumat 24 Juni, Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa salah satu dari 'satelit inspeksi' negara itu telah "melakukan pemeriksaan pesawat ruang angkasa Rusia dalam jarak dekat dengan penggunaan peralatan pesawat ruang angkasa kecil khusus."

Dikatakan operasi itu "tidak melanggar norma atau prinsip hukum internasional."

Kementerian itu menuduh AS dan Inggris "lagi-lagi berusaha menghadirkan situasi dengan cara yang terdistorsi untuk ... membenarkan langkah-langkah mereka untuk menggunakan senjata di ruang angkasa dan mencapai dana untuk tujuan itu".

"Kami menganggap serangan anti-Rusia terbaru ini sebagai bagian dari kampanye informasi yang diprakarsai oleh Washington yang berfokus pada mendiskreditkan kegiatan ruang angkasa Rusia," pernyataan tersebut, dikutip oleh kantor berita Interfax, menambahkan.

Rusia sebelumnya mengatakan bahwa uji satelit pekan lalu telah menghasilkan "informasi berharga tentang kondisi teknis objek yang sedang diselidiki."

 

Simak video pilihan berikut:

Kekhawatiran AS dan Inggris

5 rencana Nazi Jerman (3)
Ilustrasi bendera AS dan Inggris. (Sumber Pixabay)

Dalam sebuah pernyataan pada Kamis 23 Juli, Jenderal Jay Raymond, yang mengepalai komando ruang angkasa AS, mengatakan ada bukti Rusia "melakukan uji coba senjata anti-satelit ruang angkasa."

"Ini adalah bukti lebih lanjut dari upaya berkelanjutan Rusia untuk mengembangkan dan menguji sistem berbasis ruang angkasa dan konsisten dengan doktrin militer Kremlin yang diterbitkan untuk menggunakan senjata untuk membuat aset AS dan sekutunya di ruang angkasa dalam bahaya," katanya.

Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Keamanan Internasional dan Non-Proliferasi, Christopher Ford, menuduh Moskow melakukan kemunafikan setelah mengatakan ingin kontrol senjata diperluas ke ruang angkasa.

"Moskow bertujuan untuk membatasi kemampuan Amerika Serikat sementara jelas tidak berniat menghentikan program antariksa sendiri," katanya.

AS mengatakan sistem satelit Rusia adalah sistem yang sama dengan yang dikemukakannya pada 2018 dan awal tahun ini, ketika AS menuduhnya melakukan manuver dekat dengan satelit Amerika.

Air Vice Marshal Smyth menambahkan: "Tindakan semacam ini mengancam penggunaan ruang angkasa secara damai dan risiko yang menyebabkan puing-puing yang dapat menimbulkan ancaman bagi satelit dan sistem ruang angkasa tempat dunia bergantung."

Rusia, Inggris, AS, dan China adalah di antara lebih dari 100 negara yang telah berkomitmen pada perjanjian antariksa yang menetapkan bahwa ruang angkasa harus dieksplorasi oleh semua dan murni untuk tujuan damai.

Perjanjian itu menambahkan bahwa senjata tidak boleh ditempatkan di orbit atau di luar angkasa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya