IOC Masih Larang Atlet Rusia dan Belarusia Ikut Turnamen Internasional

Atlet Rusia dan Belarusia harus menerima dampak invasi negaranya.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 20 Okt 2022, 08:27 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2022, 08:27 WIB
Presiden Rusia, Vladimir Putin
Presiden Vladimir Putin melakukan pemanasan sebelum mengikuti sesi latihan judo bersama atlet nasional Rusia di Sochi, Kamis (14/2). Judo merupakan salah satu olahraga kegemaran Putin yang telah digeluti sejak masa muda. (Mikhail KLIMENTYEV/SPUTNIK/AFP)

Liputan6.com, Seoul - International Olympic Committee (IOC) menegaskan masih mendukung pelarangan atlet Rusia dan Belarusia agar dilarang ikut turnamen-turnamen olahraga internasional. Ini masih terkait invasi Rusia ke Ukraina.  Belarusia juga kena sanksi karena membuka jalur invasi darat. 

Presiden IOC Thomas Bach mengaku merasa berat karena pelarangan tersebut, sebab atlet tidak bersalah atas keputusan politikus. 

"Kami melakukannya dengan hati yang sangat berat," ujar Thomas Bach, dikutip media pemerintah Rusia TASS, Rabu (19/10/2022).

"Para atlet seharusnya tidak menjadi korban kebijakan pemerintahan mereka," sambungnya.

Ucapan itu disampaikan oleh Thomas Bach saat menghadiri sidang umum Association of National Olympic Committees (ANOC) di Seoul, Korea Selatan.

Lebih lanjut, Thomas Bach berkata situasi tersebut merupakan dilema. Ia ingin melindungi atlet agar bersatu, namun dia berkata situasi ini berbeda.

"Situasi ini membuat kita berada dalam dilema yang sulit diatasi. Pada satu sisi, kami tidak bisa menghidupi misi Olimpiade kita, yakni melindungi para atlet dan menyatukan seluruh dunia dalam kompetisi bersahabat," ujar Bach.

"Kami selalu bersikeras atas prinsip ini karena kami semua setuju bahwa kompetisi damai yang mempersatukan merupakan inti dari misi kami ... Sekarang sayangnya situasi ini unik, satu-satunya cara melindungi misi ini adalah merekomendasikan non-partisipasi hanya karena paspor mereka," lanjutnya.

Rekomendasi pelarangan atlet Rusia dan Belarusia telah dirilis sejak Februari 28 2022, beberapa hari setelah Rusia melancarkan invasi kepada Ukraina. Alhasil, mayoritas federasi dunia memutuskan melarang atlet-atlet kedua negara itu dari semua turnamen olahraga internasional.

Hyundai Mempertimbangkan Jual Pabrik di Rusia

FOTO: Rusia - Ukraina Memanas, Emmanuel Macron Temui Vladimir Putin di Moskow (SPUTNIK/AFP)
Presiden Rusia Vladimir Putin saat bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Moskow, Rusia, 7 Februari 2022. Vladimir Putin dan Emmanuel Macron berupaya menemukan titik temu atas Ukraina dan NATO di tengah kekhawatiran Rusia sedang mempersiapkan invasi ke Ukraina. (SPUTNIK/AFP)

Hyundai Motor Korea Selatan tengah mempertimbangkan pilihan untuk operasi di Rusia, yang mencakup penjualan pabriknya. Hal tersebut dilaporkan media lokal, Selasa (18/10/2022).

Banyak pabrik di Rusia yang telah menangguhkan produksi, dan cuti pekerja karena kekurangan peralatan berteknologi tinggi karena sanksi dan eksodus pabrikan barat, sejak Moskow mengirim angkatan bersenjata ke Ukraina, pada 24 Februari 2022.

"Kami memperkirakan bahwa Hyundai dan Kia bersama-sama dapat dapat mengalami setidaknya kerugian 450 miliar won tahun ini karena lingkungan bisnis di Rusia," ujar Esther Yim, seorang analis di Samsung Securities.

Hyundai Motor menangguhkan operasi di pabrik Rusia pada Maret, dan pengajuan peraturan dari perusahaan menunjukkan tidak ada penjualan mobil di negara tersebut pada Agustus dan September.

"Meskipun masih belum jelas apa yang akan dilakukan Hyundai dengan pabriknya di Rusia, Hyundai memiliki banyak faktor untuk benar-benar keluar dari Rusia, seperti situasi keuangan dan hubungannya dengan Rusia dan Amerika Serikat," tambah Jin-Woo, Seorang Analis di Korea Investment & Securities.

Pekan lalu, Nissan Motor mengatakan akan menyerahkan bisnisnya di Rusia kepada entitas milik negara hanya sebesar 1 euro atau Rp 14 ribu.

Nissan Terpaksa Jual Pabrik

Presiden Rusia Vladimir Putin
Presiden Rusia Vladimir Putin. (AFP)

Sebelumnya, Nissan Motor Co akan menyerahkan bisnisnya di Rusia, kepada badan usaha milik negara. Pabrikan asal Jepang ini, mengalami kerugian di negara tersebut dengan total mencapai Rp10,5 triliun.

Disitat dari Reuters, Rabu (12/10) Nissan mentransfer sahamnya di Niisa Manufacturing Russia LLC ke NAMI milik negara.

Kesepatakan tersebut, akan memberi Nissan hak untuk membeli kembali bisnisnya dalam waktu enam tahun. Demikian disampaikan Kementerian Industri dan Perdagangan rusia.

Sementara itu, dengan keputusan tersebut menjadi Nissan sebagai perusahaan besar baru yang meninggalkan Rusia, sejak Moskow mengirimkan puluhan ribu tentara ke Ukraina, pada Februari 2022.

Hal ini juga mencerminkan langkah pemegang saham utama Nissan, produsen mobil Perancis Renaul yang menjual saham mayoritasnya di pabrikan mobil Avtovaz kepada investor Rusia, pada Mei lalu.

Penjualan ke NAMI, akan mencakup fasilitas produksi dan penelitian Nissan di St Petersburg, serta pusat penjualan dan pemasarannya di Moskow. Nissan memperkirakan kerugian sekitar Rp 10,5 triliun, tetapi mempertahankan perkiraan pendapatannya untuk tahun fiskal yang berakhir pada Maret 2023.

Nissan sendiri telah menangguhkan produksi di pabrik St Petersburg pada Maret lalu, karena gangguan rantai pasokan. Sejak saat itu, Nissan dan unit lokalnya memantau situasi, tetapi tidak ada visibilitas pada lingkungan internal.

Indonesia Bisa Alami Kelangkaan Beras Gara-Gara Perang Rusia-Ukraina

Menlu Retno Marsudi dalam pertemuan Gerakan Non Blok mendesak adanya solusi permanen untuk Palestina. (Dok: Kemlu RI)
Menlu Retno Marsudi dalam pertemuan Gerakan Non Blok mendesak adanya solusi permanen untuk Palestina. (Dok: Kemlu RI)

Beralih ke isu pangan, perang antara Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan berpotensi membawa dampak buruk bagi Indonesia. Salah satunya adalah krisis pangan, yang juga menjadi ancaman bagi dunia. 

Hal ini disampaikan lansung oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang menyatakan bahwa perang bisa berdampak terhadap ketahanan pangan, energi dan perekonomian kawasan. 

"Ukraina dan Rusia adalah negara kunci dalam rantai pasok pangan global 'breadbasket of the world'," kata Retno dalam pidatonya di Seminar Akhir Pendidikan Pasis SESKOAU Angkatan Ke-59, Selasa, 18 Oktober 2022.

Hal ini disebabkan lantaran kedua negara tersebut merupakan produsen 30 persen gandum, 20 persen jagung, minyak biji bunga matahari dan barley. 

"Akibat perang krisis pangan dengan cepat menjadi ancaman bagi dunia. Indeks harga pangan dunia capai titik tertinggi pada Maret 2022," katanya lagi. 

Retno juga menambahkan bahwa ada 179-181 juta orang di 41 negara yang diperkirakan akan menghadapi krisis pangan.

Lebih jauh lagi, ia mengatakan bahwa satu aspek yang kurang jadi perhatian adalah krisis pupuk. Kini, harga pupuk telah naik 230 persen jika dibandingkan dengan harga pada Mei 2020. 

Padahal, Retno menyampaikan bahwa jika harga pupuk tetap tinggi pada musim panen berikut, hingga terjadi kelangkaan, maka dunia akan mengalami krisis beras. 

"Ini dampaknya ke 3 miliar penduduk dunia, termasuk kawasan kita," sambung dia.

Infografis Reaksi Global terhadap Serbuan Rusia ke Ukraina. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Reaksi Global terhadap Serbuan Rusia ke Ukraina. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya