PBB Desak Komunitas Internasional Bersatu Menentang Rencana Pemilu Myanmar

Myanmar masih berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintahan sipil pimpinan Aung San Suu Kyi hampir dua tahun lalu.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 01 Feb 2023, 11:00 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2023, 11:00 WIB
Ilustrasi Pemilu 1(Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Pemilu 1(Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Naypyidaw - Rencana junta militer Myanmar untuk menggelar pemilu pada tahun ini akan memicu kekerasan yang lebih besar. Hal tersebut disampaikan oleh utusan khusus PBB untuk Myanmar, Noeleen Heyzer, pada Selasa (31/1/2023).

"Setiap pemilihan yang diselenggarakan militer akan memicu kekerasan yang lebih besar, memperpanjang konflik, dan membuat kembali ke demokrasi dan stabilitas lebih sulit," kata Heyzer dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari The Straits Times, Rabu (1/2).

Dia menyerukan komunitas internasional untuk memiliki sikap bersama yang teguh menentang rencana pemilu di Myanmar.

Heyzer bertemu dengan para pemimpin senior junta militer Naypyitaw pada Agustus 2022 selama

Kunjungan pertama Heyzer ke Myanmar terjadi 10 bulan setelah pengangkatannya, yaitu pada Agustus 2022, di mana ia bertemu dengan para pemimpin senior junta militer. Lawatan itu tidak berjalan mulus. Aksesnya untuk bertemu Aung San Suu Kyi ditolak dan junta militer kemudian menuduhnya mengeluarkan pernyataan sepihak soal apa yang telah dibahas.

Myanmar masih berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintahan sipil pimpinan Aung San Suu Kyi hampir dua tahun lalu.

Status darurat yang diberlakukan junta militer akan berakhir pada akhir Januari, setelah konstitusi menyatakan pihak berwenang harus menjalankan rencana untuk mengadakan pemilu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Penolakan dan Dukungan

Ilustrasi bendera Myanmar (AFP Photo)
Ilustrasi bendera Myanmar (AFP Photo)

Amerika Serikat menegaskan bahwa pemilu apapun yang akan digelar di Myanmar palsu.

Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan pada Senin (30/1), dia prihatin dengan niat militer untuk mengadakan pemilihan di tengah penangkapan, intimidasi, dan pelecehan yang terus berlanjut terhadap para pemimpin politik, tokoh masyarakat sipil, dan jurnalis.

"Tanpa syarat yang memungkinkan rakyat Myanmar untuk secara bebas menggunakan hak politik mereka, jajak pendapat yang diusulkan berisiko memperburuk ketidakstabilan," kata pernyataan itu.

Adapun Rusia, yang digambarkan sebagai sekutu junta militer mendukung penyelenggaraan pemungutan suara.


Sedikit Kemajuan

Potret Polisi Myanmar Pukuli Pengunjuk Rasa
Petugas polisi anti huru hara menahan seorang pengunjuk rasa ketika mereka membubarkan demonstrasi di Kotapraja Tharkata di pinggiran Yangon, Myanmar, Sabtu (6/3/2021). PBB Myanmar mengecam tindakan kekerasan aparat terhadap pendemo dalam aksi damai menolak kudeta militer. (AP Photo)

Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi pertamanya tentang situasi di Myanmar pada Desember 2022, mendesak junta militer untuk membebaskan Aung San Suu Kyi dan semua tahanan yang ditahan secara sewenang-wenang.

Anggota tetap Dewan Keamanan China dan Rusia abstain, memilih untuk tidak menggunakan veto. India, yang memiliki hubungan dekat dengan junta militer, juga abstain.

Upaya diplomatik untuk menyelesaikan kebuntuan berdarah Myanmar yang dipimpin oleh PBB dan ASEAN hanya sedikit membuat kemajuan, dengan para jenderal menolak untuk terlibat dalam pembicaraan dengan oposisi.

Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya