7 Juni 1989: Petaka Pesawat Surinam Airways Tabrak Pohon dan Terbelah jadi 4 Bagian, 168 Orang Tewas

Kecelakaan Surinam Airways yang menewaskan 168 orang ini diklaim sebagai kecelakaan pesawat terburuk di Suriname.

oleh Najma Ramadhanya diperbarui 07 Jun 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 07 Jun 2024, 06:00 WIB
Bola Es Jatuh dari Pesawat Terbang
Ilustrasi pesawat terbang. (Unsplash/@jramos10)

Liputan6.com, Paramaribo - Tepat 35 tahun lalu, sebuah pesawat Surinam Airways yang terbang dari Belanda dengan 182 orang di dalamnya jatuh dan hancur di dekat bandara internasional ibu kota pada 7 Juni 1989 dan menewaskan 168 orang, kata maskapai tersebut.

Sementara sebuah laporan pers lain mengatakan bahwa ada 186 orang di dalamnya dan 174 orang tewas.

Melansir dari Deseret News, Jumat (7/6/2024), Suriname News Agency mengatakan pesawat DC-8 itu jatuh sekitar pukul 4.30 pagi waktu setempat, sekitar dua mil atau 3,2 kilometer dari Bandara Internasional Zanderij, Paramaribo, Suriname. 

Juru bicara maskapai, Robbi Lachmising, mengatakan kepada wartawan di Amsterdam bahwa pesawat itu jatuh akibat kabut tebal. Bandara tersebut tidak memiliki radar, tambah Lachmising.

Suriname News Agency mengatakan tiga perwira militer tertinggi negara itu berada di dalam penerbangan dan mengidentifikasi mereka sebagai kepala staf angkatan darat Mayor Lew Yen Tai, komandan angkatan udara Mayor Eddy Djoe, dan kepala operasi angkatan darat Kapten Armand Salomons. Semua diduga tewas, ungkapnya.

Lachmising mengatakan pesawat tersebut membawa 173 penumpang dan sembilan awak. Ia mengatakan 168 orang tewas. Ia mengatakan 14 orang yang selamat dibawa ke rumah sakit universitas di Paramaribo, tetapi identitas dan kondisi mereka tidak segera diketahui.

Pihak maskapai mengatakan pesawat itu diterbangkan oleh orang Amerika dan mengidentifikasi mereka sebagai Kapten Will Rogers, pilot Glyn Tobias, dan insinyur Rose Warren, semuanya adalah karyawan Surinam Airways. Asal kota dan nasib mereka juga tidak segera diketahui.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Sempat Mencoba Mendarat Tiga Kali dan Terbelah jadi Empat Bagian

Ilustrasi Pilot
Ilustrasi pilot. (dok. Unsplash.com/Franz Harvin Aceituna/@franzharvin)

Pesawat Surinam Airways berusia 20 tahun tersebut, yang terdaftar di Amerika Serikat, terpecah menjadi empat bagian tetapi tidak meledak, dan tidak terjadi kebakaran, kata Lachmising.

Lachmising mengatakan "kecelakaan itu bukan disebabkan oleh kondisi teknis pesawat". Tidak ada laporan langsung mengenai penyebab jatuhnya pesawat tersebut.

Juru bicara maskapai mengatakan pesawat jet itu, yang disewa oleh Suriname Airways dari sebuah perusahaan AS yang tidak disebutkan namanya, telah menjalani perombakan ekstensif di Luksemburg sekitar 10 hari sebelum kecelakaan.

Penerbangan PY764, yang lepas landas pada Selasa 6 Juni 1989 malam dari Bandara Schiphol Amsterdam, mencoba mendarat tiga kali di bandara Suriname, sekitar 15 mil atau 24 kilometer selatan ibu kota, kata juru bicara maskapai Leo Marapin di Amsterdam. Cuaca "sangat buruk," dan pada percobaan ketiga, pesawat menabrak puncak pohon, katanya.

Setidaknya ada tiga penumpang yang merupakan pemain sepak bola top Belanda keturunan Suriname, menurut Inter Football, sebuah organisasi pemain sepak bola profesional di Belanda.

Mereka tadinya akan berpartisipasi dalam turnamen nasional di Suriname, sebuah bekas koloni Belanda di pantai utara Amerika Selatan.

Sebagian besar penumpang adalah warga Suriname yang tinggal di Belanda.


Detik-detik sebelum Mendarat dan Terjadi Petaka

58 Penumpang Pesawat Singapore Airlines Korban Turbulensi Masih Dirawat di RS Bangkok, 20 di Antaranya Masuk ICU
Ilustrasi isi pesawat. (dok. Cathal Mac an Bheatha/Unsplash)

Perjalanan pesawat itu sendiri dilaporkan berjalan lancar, dengan para pilot memperkirakan visibilitas yang jelas saat mendekati Paramaribo.

Namun, laporan cuaca yang lebih dekat dengan tujuan menunjukkan adanya kabut tebal, langit berawan, dan visibilitas hanya 900 meter (turun dari enam kilometer), seperti dikutip dari simpleflying.com.

Ini membuat para pilot terkejut, tetapi mereka tidak mengikuti instruksi untuk beralih dari pendekatan ILS ke pendekatan VOR/DME.

Sementara kopilot meragukan sistem ILS (Instrument Landing System), yang diketahui tidak dapat diandalkan dalam kondisi seperti itu di bandara, kapten tetap melanjutkan pendekatan. Meskipun sistem VOR/DME juga diaktifkan, para pilot tidak menggunakannya untuk pendekatan terakhir.

Selama proses mendarat, pesawat terlalu rendah dan mesin kanan menabrak pohon setinggi 82 kaki atau sekitar 25 meter, dengan sayap menghantam pohon lain dan seketika menyebabkan pesawat terbalik dan jatuh.

Semua kecuali sembilan penumpang selamat, dengan semua anggota kru dan yang lainnya tewas dalam kecelakaan itu. Bahkan mereka yang selamat mengalami luka serius setelah kecelakaan maut tersebut.


Investigasi Penyebab Petaka Surinam Airways

Ilustrasi investigasi. (Unsplash/Dan Dimmock)
Ilustrasi investigasi. (Unsplash/Dan Dimmock)

Segera dilakukan penyelidikan atas kecelakaan fatal tersebut, untuk memahami bagaimana pesawat DC-8 bisa jatuh begitu dekat dengan bandara.

Komisi pemerintah Suriname menemukan dua penyebab kemungkinan kecelakaan, salah satunya adalah "kecerobohan dan kelalaian yang mencolok dari sang kapten karena pesawat diterbangkan di bawah ketinggian minimum yang dipublikasikan selama pendekatan dan akibatnya bertabrakan dengan sebuah pohon" dan yang lainnya adalah kegagalan Surinam Airways untuk mengikuti aturan mengenai kualifikasi pilot-pilotnya.

Kecelakaan tersebut secara langsung disebabkan oleh keputusan kapten untuk tidak menggunakan sistem VOR/DME meskipun mengetahui bahwa sistem ILS tidak dapat diandalkan. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh rendahnya bahan bakar di DC-8, tetapi motif pasti untuk tidak mengikuti prosedur yang benar tetap tidak diketahui.

Alasan kedua adalah kegagalan Surinam Airways untuk mempensiunkan kapten pada usia wajib 60 tahun, seperti yang diatur oleh hukum.

Serangkaian masalah administrasi dan kurangnya pengawasan berarti bahwa tidak hanya Rogers terbang pada usia 66 tahun, tetapi juga tidak menyelesaikan pemeriksaan terakhirnya pada DC-8 itu sendiri.

Hal lain yang membuat situasi kian buruk, kopilot dilaporkan menggunakan dokumen identitas palsu dan mungkin juga tidak memiliki sertifikasi untuk menerbangkan DC-8.

NTSB (National Transportation Safety Board) AS mengikuti penyelidikan tersebut dengan cermat karena pesawat terdaftar di negara tersebut dan Surinam Airways terbang ke AS saat itu.

Ini mengarah pada serangkaian persyaratan untuk melaporkan tanggal lahir dan rincian pilot untuk memastikan tidak ada yang berusia di atas 60 tahun yang terbang ke negara tersebut. Sampai saat ini, Penerbangan Surinam Airways 764 merupakan kecelakaan penerbangan terburuk Suriname.

INFOGRAFIS: Deretan Kecelakaan Pesawat di Indonesia dalam 5 Tahun Terakhir (Liputan6.com / Abdillah)
INFOGRAFIS: Deretan Kecelakaan Pesawat di Indonesia dalam 5 Tahun Terakhir (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya