Hukum Selamatan Orang Meninggal, Ini Pandangan 4 Mazhab

Inti dari selamatan orang meninggal adalah mendoakan dan mohon ampunan kepada Allah agar orang yang telah mendahului kita diterima di sisi-Nya.

oleh Putry Damayanty diperbarui 03 Sep 2023, 18:30 WIB
Diterbitkan 03 Sep 2023, 18:30 WIB
Tahlilan 2 tahun tsunami Anyer
Tahlilan 2 tahun tsunami Anyer

Liputan6.com, Jakarta - Islam masuk ke Indonesia melalui proses akulturasi yang menjadi sebab masyarakat menerimanya dengan sukarela. Sebelum masuknya Islam ke Indonesia khususnya pada masyarakat Jawa, telah memegang teguh kebudayaan yang adiluhung.

Tradisi spiritual sudah melekat pada masyarakat Jawa pra-Islam. Sehingga saat Islam datang, para ulama penyebar agama Islam di Indonesia melakukan proses akulturasi.

Persilangan tradisi Jawa dengan agama Islam ini terbukti dengan banyaknya tradisi yang masih dilaksanakan hingga sekarang, salah satunya adalah selamatan orang meninggal.

Banyak orang menyebut selamatan orang meninggal tidak dilakukan pada zaman Nabi Muhammad SAW. Tentu saja benar, sebab kebudayaan di Arab dan Indonesia khususnya Jawa pun sangat jauh berbeda.

Inti dari selamatan orang meninggal adalah mendoakan dan mohon ampunan kepada Allah agar orang yang telah mendahului kita diterima di sisi-Nya. Isi dari selamatan orang meninggal pun adalah bacaan Al-Qur'an dan doa-doa Islam.

Tradisi yang juga dikenal dengan istilah tahlilan ini biasanya dilakukan dengan mengundang para tetangga untuk ikut serta mendoakan orang yang sudah meninggal. Lantas bagaimana hukum selamatan orang meninggal menurut empat mazhab dalam Islam? Berikut penjelasannya sebagaimana dirangkum dari laman dream.co 

 

Saksikan Video Pilihan ini:

Pendapat Pertama: Boleh

Pendapat pertama ini berasal dari ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi’i dan ulama mazhab Hanbali. Para ulama ini menegaskan, menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur'an  serta kalimat thayyibah kepada mayit hukumnya boleh-boleh saja, dan pahalanya sampai kepada mayit.

Syekh Az-Zaila’i dari mazhab Hanafi menyatakan pendapatnya dalam kitab Tabyinul Haqaiq Syarh Kanzud Daqaiq bahwa seseorang diperbolehkan menjadikan pahala amalnya untuk orang lain, menurut pendapat Ahlussunnah wal Jama’ah, baik berupa sholat, puasa, haji, sedekah, bacaan Al-Qur’an, dzikir, atau sebagainya, berupa semua jenis amal baik. Menurutnya semua pahala dari ibadah-ibadah itu sampai kepada mayit dan bermanfaat baginya.

Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki dalam kitabnya Hasyiyatud Dasuqi Alas Syarhil Kabir menyatakan, "jika seseorang membaca Al-Qur'an , dan menghadiahkan pahala bacaannya kepada mayit, maka hal itu diperbolehkan, dan pahala bacaannya sampai kepada mayit."

Senada dengan hal itu, Syekh Ibnu Qudamah dari mazhab Hanbali mengatakan dalam kitab Al-Mughni:

"Dan apapun ibadah yang dia kerjakan, serta dia hadiahkan pahalanya kepada mayit muslim, akan memberi manfaat untuknya. Insya Allah. Adapun doa, istighfar, sedekah, dan pelaksanaan kewajiban maka saya tidak melihat adanya perbedaan pendapat (akan kebolehannya)."

Selain itu, Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Majmu’ul Fatawa juga membolehkan menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur'an  dan kalimat thayyibah kepada mayit.

Pendapat Kedua: Tidak Boleh

Pendapat kedua ini berkebalikan dengan pendapat pertama, yaitu menyatakan ketidakbolehan menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur'an  kepada mayit pada acara selamatan orang meninggal.

Sebagian ulama mazhab Maliki yang lain menyatakan, pahala bacaan Al-Qur'an  dan kalimat thayyibah tidak sampai kepada mayit. Oleh karenanya hukum selamatan orang meninggal tidak diperbolehkan.

Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki dalam kitab Hasyiyatud Dasuqi Alas Syarhil Kabir menulis:

"Penulis kitab At-Taudhih berkata dalam kitab At-Taudhih, bab Haji: Pendapat yang diikuti dalam mazhab Maliki adalah bahwa pahala bacaan tidak sampai kepada mayit. Pendapat ini diceritakan oleh Syekh Qarafi dalam kitab Qawaidnya, dan Syekh Ibnu Abi Jamrah."

Perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur'an  dan kalimat thayyibah kepada mayit dalam acara selamatan orang meninggal adalah yang wajar.

Dapat diambil kesimpulan bahwa mayoritas ulama meliputi ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi’i, ulama mazhab Hanbali dan Syekh Ibnu Taimiyyah membolehkan inti dari tradisi selamatan orang meninggal. Sedangkan sebagian ulama mazhab Maliki yang lain melarangnya dengan keyakinan pahalanya tidak akan sampai kepada mayit.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya