BNN: 50% Peredaran Sabu Ada di Lapas

BNN meyakini bandar-bandar narkoba yang saat ini mendekam di sejumlah lapas, intens melakukan komunikasi untuk mengedarkan narkobanya.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 08 Okt 2015, 22:25 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2015, 22:25 WIB
20150918-Kasus-Narkoba-Jakarta
Sindikat Narkotika asal negara Nigeria yang diamankan petugas satuan BNN, Jakarta, Jumat (28/8/2015). Bareskrim Mabes Polri berhasil membongkar penyelundupan sabu seberat 15,5 Kg yang dimasukkan ke dalam mesin pompa air. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Deputi Pemberantasan BNN Irjen Pol Deddy Fauzi Elhakim mengatakan, barang bukti penyelundupan sabu 20,4 kilogram yang digagalkan petugas BNN, rencanya akan diedarkan ke sejumlah lembaga pemasyarakatan (Lapas).

"Sabu yang dibawa oleh sindikat narkoba Jakarta-Surabaya itu kemungkinan besar akan dibawa kurirnya untuk ke sejumlah lapas," ujar Deddy di kantor BNN, Kamis (7/10/2015).

Deddy menuturkan, peredaran narkoba di lapas sudah sangat merajalela. Bisa dikatakan hampir 50% lapas terlibat hal ini.

"Sekitar 50% peredaran sabu ada di lapas Indonesia. Ini yang harus dikhawatirkan," tutur dia.

Bahkan, menurut Deddy, kemungkinan besar para 'big bos'narkoba yang ada di lapas saling berhubungan antar penguasa lapas satu dengan yang lain.

"Mereka itu di lapas-lapas, saling berkomunikasi," kata dia.

Deddy mengungkapkan, dengan ditangkapnya AS (41) pada operasi Rabu kemarin 7 Oktober, maka sudah mulai ketahuan, barang haram ini rencanya akan diedarkan di dalam lapas.

"Ini kurir dari lapas ke lapas, kemungkinan besar. Sabunya juga diduga dari pengedar Guangzho (Tiongkok) yang pernah kita tangkap," kata dia.

Dari informasi yang diungkapkan AS kepada petugas BNN, juga muncul nama R yang diduga kuat sebagai orang yang mengendalikan peredaran tersebut.

"Ada namanya R, dia bukan bandar tapi dia orang-orang yang mengendalikan peredaran si AS yang dikenalnya saat sama-sama mendekam di lapas Malang," pungkas Deddy. (Dms/Rmn)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya