Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menyatakan pihaknya sudah tidak memiliki dokumen hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Bima, dokumen terkait hasil TWK sudah diserahkan kepada KPK.
"BKN menerima hasil TWK, hasilnya kumulatif semuanya, hasilnya dalam dokumen bersegel. Saat ini hasil sudah di KPK, BKN sudah tidak punya dokumen itu," ujar Bima di Komnas HAM, Jakarta, Selasa (22/6/2021).
Baca Juga
Bima menyebut, terkait pernyataan Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri yang menyebut akan berkoordinasi dengan BKN terkait permintaan hasil TWK oleh pegawai, Bima menyebut data hasil TWK bersifat kumulatif dan agregat. Sehingga, data yang diminta pegawai KPK tidak ada di dalam data hasil TWK yang diberikan BKN kepada KPK beberapa waktu lalu.
Advertisement
Bima menyebut data yang diminta oleh para pegawai KPK itu berada di Dinas Psikologi Angkatan Darat dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Yang diminta adalah hal-hal yang tidak ada dalam dokumen itu, karena ini dokumennya bersifat agregat, bukan detail orang per orang. Kalau kami minta, maka kami akan minta pada pemilik instrumen data-data itu karena instrumen tidak di kami. Kalau Indeks Moderasi Bernegara-68 ada di Dinas Psikologi AD, profilingnya di BNPT,” kata dia.
Bima mengaku sempat berkomunikasi dengan Dinas Psikologi AD dan BNPT terkait hal itu. Menurutnya, kedua lembaga itu menyatakan hasil asesmen yang dipegangnya bersifat rahasia.
"Dinas Psikologi AD mengatakan berdasarkan ketetapan Panglima TNI itu rahasia, saya tanya BNPT kalau profiling bisa diminta enggak, ini profiling didapatkan dari suatu aktivitas intelijen sehingga menjadi rahasia negara. Jadi saya sampaikan ini menurut Dinas Psikologi AD dan BNPT rahasia," kata Bima.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Bisa Dibuka dengan Putusan Pengadilan
Bima mengklaim bukan pihaknya yang menyebut hasil TWK bersifat rahasia. Melainkan Psikologi AD dan BNPT yang menyatakan demikian. Sebagai asesor, Bima menyebut pihaknya bisa terjerat pidana jika mengungkap sesuatu yang sudah menjadi rahasia negara.
"Jadi bukan saya yang menyampaikan rahasia, tapi pemilik informasi itu. Karena saya sebagai asesor mempunyai kode etik, kalau menyampaikan yang rahasia bisa kena pidana,” kata dia.
Bima menambahkan, meskipun bersifat rahasia, informasi tersebut masih bisa dibuka bila adanya putusan pengadilan. Sebab dengan putusan pengadilan, pihak-pihak pelaksana dari masing-masing institusi tidak dinyatakan bersalah.
“Apakah bisa dibuka? Ya bisalah. Semua informasi di Indonesia ini bisa dibuka kalau ada ketetapan pengadilan supaya orang-orang yang memberi informasi ini tidak disalahkan,” ujar Bima.
Advertisement