Liputan6.com, Jakarta - Tak banyak yang tahu, seorang entrepreneur dari Indonesia bernama Santo Purnama, berhasil mengembangkan rapid test mandiri untuk Covid-19.
Santo mengembangkan teknologi pengetesan Covid-19 melalui perusahaannya, Sensing Self--berbasis di Singapura--hanya dalam waktu 4 bulan.
Alat tes ini memungkinkan setiap orang melakukan pengetesan di rumah, hanya dalam waktu 10 menit dan dengan harga yang terjangkau (sekitar Rp 160 ribu per buah).
Advertisement
Baca Juga
Resmi diproduksi sejak bulan Februari, alat rapid test ini telah mendapatkan lisensi edar dari tiga pasar penting dunia, yaitu Eropa (sertifikasi CE), India (disetujui National Institute of Virology dan Indian Council of Medical Research), dan Amerika Serikat (Food and Drug Administration/FDA).
Melalui keterangan resmi yang Tekno Liputan6.com terima, Rabu (1/4/2020), FDA telah memberikan persetujuan bagi alat tes Covid-19 ini, dengan syarat bahwa penggunaannya harus dilakukan di lembaga medis formal.
India, yang mencatatkan angka ribuan kasus positif Covid-19, telah memesan alat tes cepat Sensing Self tersebut sejumlah 3 juta unit.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Siap Diboyong ke Indonesia
Sebagai warga negara Indonesia, Santo siap membawa alat tes mandiri ini untuk membantu pemerintah Indonesia dalam menanggulangi persebaran Covid-19. Namun, ia belum mendapatkan persetujuan dari pihak berwenang.
“Perang melawan Covid-19 adalah perang melawan waktu. Kita harus menekan laju pertumbuhan pandemi ini dengan melakukan tes seluas mungkin. Oleh karena itu, kami berharap pemerintah Indonesia bisa memberikan respons positif bagi inisiatif kami untuk membawa alat tes mandiri ini ke Indonesia," ujar Santo.
Jika setiap orang bisa melakukan tes mandiri, ia melanjutkan, mereka bisa meminimalisir risiko infeksi ketika datang ke rumah sakit untuk melakukan tes, serta mengurangi beban tenaga medis yang sudah amat kewalahan.
Advertisement
Menunggu Putusan Pemerintah RI
Santo mengungkapkan, sudah empat minggu lebih pemerintah Indonesia belum memberikan keputusan persetujuan terhadap alat tes mandiri ini. Sebagai perbandingan, badan farmasi Eropa hanya membutuhkan waktu 2-3 minggu untuk memberikan persetujuan.
"India menghabiskan waktu satu minggu untuk melakukan uji coba, validasi, dan persetujuan akhir. Pemerintah India langsung memesan jutaan unit alat tes, dua hari setelah lisensi diterbitkan," tuturnya.
Ia mengklaim alat tes Covid-19 buatannya tersebut dijual dengan harga produksi, sebab ini merupakan misi sosial untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa.
“Kami telah mengirimkan alat tes mandiri Sensing Self untuk membantu lembaga-lembaga riset ternama, seperti Mayo Clinic, University of California San Francisco, dan Chan Zuckerberg Biohub," Santo menambahkan.
Alternatif Lain
Alat tes mandiri Sensing Self bisa memberikan hasil deteksi yang cepat dan akurat karena menggunakan analisis enzim.
Salah satu alternatif pengetesan Covid-19 adalah dengan nostril swab, di mana metode ini memakan biaya Rp 1,2 juta sekali tes, dan prosesnya memakan waktu hingga 1 jam, sehingga kurang efisien.
"Kehadiran alat tes mandiri dapat membantu pemerintah untuk menyediakan akses tes yang lebih aman, praktis, dan terjangkau bagi masyarakat luas. Ketika terdapat pasien positif, mereka dapat langsung melakukan isolasi mandiri atau pun mendapatkan perawatan di rumah sakit," tutur Santo.
Dengan begitu, para tenaga medis bisa benar-benar memfokuskan diri untuk merawat pasien Covid-19 dengan gejala menengah-parah, alih-alih menghabiskan waktu untuk melakukan tes pada ribuan orang.
Advertisement
Mengembangkan Solusi Lain
Saat ini, Santo dan tim juga sedang mengembangkan solusi lainnya untuk melawan pandemi, yakni tes asam nukleat (nucleic acid test) untuk mendeteksi infeksi Covid-19 sedini mungkin dan dengan harga yang sangat terjangkau.
Hasil tesnya diklaim mampu mendeteksi dengan akurasi hingga 99 persen pada hari pertama mereka terpapar virus. Mereka akan segera meluncurkan produk ini saat sudah siap dalam waktu dekat.
Untuk diketahui, Santo memiliki latar belakang ilmu komputer dan teknologi dari Purdue University dan Stanford University. Sementara partnernya, Shripal Gandhi, merupakan lulusan terbaik jurusan teknik kimia dan biosains dari University of Mumbai dan University of California.
(Isk/Why)