Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha penunjang sektor minyak dan gas (migas) meminta pemerintah membuat regulasi yang jelas terkait penggunaan komponen dalam negeri dalam aturan baru kontrak migas dengan skema gross split.
Pengusaha khawatir, skema baru ini mengabaikan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dalam proses eksplorasi migas di dalam negeri.
Ketua Dewan Pimpinan Bidang Industri Gabungan Usaha Penunjang Energi dan Migas (Guspenmigas) Willem Siahaya mengatakan, selama ini industri penunjang sektor energi dan migas di Indonesia telah mampu memproduksi komponen dan peralatan penunjang kegiatan eksplorasi migas.
Advertisement
"Kami sudah bisa bikin peralatan migas, sudah bisa bikin rig (instalasi peralatan) pengeboroan, kita sudah punya pipa-pipa pengeboran, jadi ini (industri migas) seolah-olah inginnya impor," ujar dia di Kantor Kementeri‎an Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Senin (13/2/2017).‎
Baca Juga
Bahkan, lanjut Willem, industri dalam negeri telah mampu mengekspor komponen dan peralatan tersebut ke negara lain. Hal ini menunjukan komponen dan peralatan tersebut memiliki kualitas yang baik dan mampu bersaing dengan produk dari negara lain.
"Selama ini kita sudah mampu sudah ekspor malah, namun hanya saja ada halangan-halangan dilapangan bahwa meskipun kita sudah mampu, kualitasnya oke, jumlahnya oke, namun ada saja yang menghambat," kata dia.
Oleh sebab itu, Willem berharap Kemenperin sebagai kementerian teknis agar mendorong pelaku usaha di sektor migas untuk mau meningkatkan TKDN dalam kegiatan migas yang tengah dilakukan, terlebih dengan skema gross split.‎
"Kami berharap Kemenperin agar mendorong supaya semua kegiatan yang dilaksanakan bumi indonesia bisa memakai atau wajib memakai industri barang dan jasa dalam negeri," kata dia.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, menyatakan pihaknya ingin industri di sektor migas untuk tetap memperhatikan TKDN dalam kegiatannya. Menurut dia, selama komponen dan peralatan tersebut sudah bisa diproduksi di dalam negeri‎ maka harus diprioritaskan penggunaannya.
"Ini kami lagi dorong, di migas kebetulan TKDN-nya sudah jelas, jadi kemampuan engineering, procurement and construction (EPC) dalam negeri, kemampuan industri pipa, industri offshore, perkapalan, ini akan kita dorong supaya dengan adanya gross split industri ini semakin berkembang," ujar Airlangga.
Sebelumnya Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, penerapan mekanisme gross split dalam skema bagi hasil migas yang baru akan mempercepat proses perencanaan yang dilakukan kontraktor yang melakukan pencarian migas di Indonesia.
Lantaran kontraktor dalam menentukan anggaran untuk menjalankan rencana tersebut, tidak ada negosiasi lagi dengan pihak Pemerintah. Hal itu karena melalui mekanisme bagi hasil gross split seluruh biaya operasi ditanggung kontraktor, sehingga tidak ada lagi proses negosiasi anggaran yang akan dikeluarkan.
Tidak seperti mekanisme bagi hasil cost recovery, negara mengganti biaya operasi kontraktor, sehingga harus ada proses negosiasi yang memakan waktu.