Pemerintah Diminta Jaga Momentum Penguatan Rupiah

Masih ada sentimen eksternal atau global yang akan membayangi mata uang rupiah ke depan.

oleh Bawono Yadika diperbarui 07 Nov 2018, 15:31 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2018, 15:31 WIB
Rupiah Menguat Tipis atas Dolar
Pekerja bank menghitung uang dollar AS di Jakarta, Jumat (20/10). Pagi ini, Rupiah dibuka di Rp 13.509 per USD atau menguat tipis dibanding penutupan perdagangan sebelumnya di Rp 13.515 per USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati memprediksi, nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) tetap berada sesuai dengan asumsi pemerintah di level 15.000 hingga akhir tahun.

Itu mengingat masih ada sentimen eksternal atau global yang akan membayangi mata uang Garuda ke depan.

"Dilihat secara historis itu kan kemarin memang rupiah ini fluktuatif dan sesuai informasi bloomberg rupiah masuk dalam enam mata uang yang rentan.Yang perlu diantisipasi jangan membuat kebijakan ekonomi apapun yang mempunyai dampak terhadap sentimen negatif ke pasar," tutur dia di Jakarta, Rabu (7/11/2018).

Ketidakpastian adalah salah satu indikasi yang tidak disukai investor asing. Ia pun menyarankan agar pemerintah dapat membuat kebijakan yang menciptakan kepastian bagi para investor.

"Jadi jangan buat kebijakan blunder lagi seperti pengumuman harga kenaikan BBM kemarin itu, dinaikkan kemudian diturunkan, itu menjadi sentimen negatif bagi pasar. Dan sentimen pertumbuhan ekonomi yang terjaga," jelas dia.

Dia pun berharap, pemerintah dapat menjaga momentum stabilnya nilai tukar dalam rentang yang terukur. Hal ini menghindari mata uang Garuda terperosok dalam nominal yang cukup dalam.

"Yang dijadikan acuan bukan di level berapa rupiah tapi bagaimana pemerintah menjaga fluktuasi rupiah tidak terlalu jauh dari asumsi yang ditetapkan. Asal besok ini tidak sampai 15.600," ungkapnya.

"Karena tantangan diakhir tahun dari sisi domestik kita mengalami tekanan terhadap kewajiban luar negeri, baik itu bunga dan cicilan utang maupun kebutuhan untuk repatriasi devisa. Dan rencana bank sentral AS The Fed yang akan naikan suku bunga acuan pada akhir tahun," tandas dia.

Terus Menguat, Rupiah Sempat Sentuh 14.695 per Dolar AS

Rupiah Melemah Tipis, Dolar AS Apresiasi ke Rp 13.775/US$
Petugas tengah menghitung uang rupiah di Bank BUMN, Jakarta, Selasa (17/4). Mengacu data Bloomberg, rupiah siang ini pukul 12.00 WIB di pasar spot exchange sebesar Rp 13.775 per dolar AS atau menguat 4,7 poin. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali bergerak menguat pada perdagangan Rabu ini. Data ekonomi yang positif mendorong penguatan rupiah.

Mengutip Bloomberg, Rabu (7/11/2018), rupiah dibuka di level 14.782 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang di angka 14.804 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah sempat menyentuh level 14.695 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.695 per dolar AS hingga 14.805 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 8,83 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.764 per dolar AS. Patokan pada hari ini menguat jika dibandingkan dengan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.891 per dolar AS.

Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk Rully Nova mengatakan, nilai tukar rupiah kembali mengalami apresiasi didukung keyakinan pasar terhadap data cadangan devisa Indonesia.

"Pasar menanti data posisi cadangan devisa Indonesia hari ini, diproyeksikan masih cukup tinggi dan memadai menjaga stabilitas makroekonomi nasional," katanya dikutip dari Antara.

Tercatat, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir September 2018 masih cukup tinggi sebesar USD 114,8 miliar, meski lebih rendah dibandingkan dengan USD 117,9 miliar pada akhir Agustus 2018.

Ia menambahkan penguatan rupiah juga didukung oleh lelang surat utang pemerintah serta kembali masuknya investor asing ke pasar saham domestik.

Selain itu, lanjut dia, data Indeks Penjualan Riil (IPR) September 2018 yang tumbuh 4,8 persen (yoy) mengindikasikan kinerja penjualan eceran tetap optimistis.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menambahkan, tren penjualan ritel sudah menunjukkan kenaikan yang lebih konsisten dan telah melewati titik terendahnya pada 2017.

"Penjualan ritel yang dalam tren naik ini menjadi indikasi membaiknya konsumsi rumah tangga," katanya.

 

Tonton Video Ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya