Rupiah Dibuka Melemah, Namun Potensi Kenaikan Masih Terbuka Lebar

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.145 per dolar AS hingga 14.150 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 12 Apr 2019, 11:46 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2019, 11:46 WIB
Rupiah Tetap Berada di Zona Hijau
Teller tengah menghitung mata uang rupiah dan dolar di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (10/1). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah berada di zona hijau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS)bergerak melemah pada perdagangan Jumat ini. Namun analis memperkirakan rupiah masih bisa menanjak jelang akhir pekan ini.

Mengutip Bloomberg, Jumat (12/4/2019), rupiah dibuka di angka 14.145 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.139 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.145 per dolar AS hingga 14.150 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih menguat 1,67 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.153 per dolar AS, menguat tipis jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.156 per dolar AS.

Kepala Riset Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih, menyebutkan beberapa indikator ekonomi global seperti pergerakkan bursa di Asia dan harga minyak mentah menunjukkan harga pembukaan yang bervariasi pada akhir pekan ini.

Di tengah sentimen dari dolar AS, mata uang kuat Asia seperti Yen Jepang dan dolar Singapura mampu menunjukkan penguatan terhadap "greenback" (dolar AS).

"Itu yang bisa menjadi sentimen penguatan rupiah hari ini menuju kisaran antara 14.120 per dolar AS hingga 14.130 per dolar AS," ujar Lana.

Sementara itu, potensi penguatan mata uang Garuda juga datang dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) kuartal I 2019 yang meningkat dengan Saldo Bersih Tertimbang sebesar 8,65 persen, dibandingkan 6,19 persen di kuartal IV 2018.

"Perbaikan ini terkonfirmasi dengan naiknya kapasitas usaha sebesar 76,1 persen, naik dari 75,18 persen pada kuartal IV 2018. Di sektor pengolahan (manufaktur), tercatat 52,56 persen lebih tinggi dibandingkan kuartal IV 2018 yang sebesar 52,58 persen.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi Global, Rupiah Melemah

IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

International Monetery Fund (IMF) kembali memangkas perkiraan pertumbuhan global di 2019 menjadi 3,3 persen dari sebelumnya yakni 3,5 persen pada Januari lalu. Penurunan ini pun disebabkan oleh ketidakpastian potensial dalam ketegangan perdagangan global yang sedang berlangsung, serta faktor-faktor spesifik negara dan sektor lainnya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bima Yudhistira menyatakan bahwa penurunan proyeksi IMF sebesar 3,3 persen tersebut berdampak besar bagi perekonomian Indonesia. Tak terkecuali kepada nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS).

"Dampaknya sangat besar ke perekonomian Indonesia. Nilai tukar Rupiah mulai mengalami koreksi hingga siang ini sebesar 0,21 persen ke level Rp 14.163 per USD," katanya kepada merdeka.com, Rabu (10/4/2019).

Bima mengatakan, dengan adanya penurunan ini maka gejala perlambatan ekonomi akan berlanjut sepanjang tahun. Dia pun memperkirakan. ekonomi Indonesia diproyeksi hanya tumbuh 5 persen tahun 2019 dan bisa terkoreksi ke 4,9 persen.

Dengan kata lain, perlambatan ini juga akan berdampak pada penurunan proyeksi ekspor Indonesia, dan hasilnya neraca perdagangan masih mencatatkan defisit. Para pelaku usaha pun dikhawatirkan akan melakukan efisiensi dibeberapa bidang, baik biaya produksi hingga jumlah tenaga kerja.

"Sektor yang paling terpukul adalah harga komoditas seperti sawit dan karet makin rendah. Pertambangan prospeknya juga negatif khususnya batubara. Dari dalam negeri, dipastikan efek slowdown mulai terasa ke sektor manufaktur," jelas Bima.

IMF Kembali Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

The International Monetary Fund (IMF) kembali memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global di 2019. Peningkatan ketegangan perdagangan dan kebijakan pengetatan moneter yang dijalankan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) menjadi landasan pemangkasan tersebut.

Mengutip CNBC, Rabu (10/4/2019), IMF mengatakan bahwa mereka mengharapkan ekonomi dunia tumbuh di angka 3,3 peren di tahun ini. Angka tersebut turun dari perkiraan sebelumnya yang ada di angka 3,5 persen.

Sedangkan untuk 2020, IMF cukup optimistis dengan memperkirakan ekonomi dunia akan tumbuh di angka 3,6 persen.

Laporan dari IMF ini keluar ketika kongres AS berjuang untuk meloloskan Perjanjian Amerika Serikat-Meksiko-Kanada (USMCA) yang merupakan perjanjian perdagangan yang ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump denga mitra Meksiko dan Kanada. Perjanjian ini menggantikan perjanjian sebelumnya yaitu North Atlantic Free Trade Agreement (NAFTA).

Sementara itu, saat ini pemerintahan Presiden Trump juga masih terus berjuang untuk menuntaskan kesepakatan perdagangan dengan China.

"Neraca risiko condong untuk mengarah ke penurunan," tulis laporan IMF.

Kegagalan menyelesaikan perbedaan yang mengakibatkan hambatan tarif yang menyebabkan biaya yang lebih tinggi dari barang setengah jari dan barang jadi. Hal tersebut membuat harga barang menjadi lebih tinggi bagi konsumen.

 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya