Pengamat Sebut Indonesia Pasti Resesi di Kuartal III 2020, Ini Alasannya

Indonesia selangkah lagi masuk jurang resesi jika pertumbuhan ekonomi tetap di bawah nol persen pada kuartal III 2020..

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 06 Agu 2020, 11:15 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2020, 11:15 WIB
Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat negatif -5,32 persen pada kuartal II 2020. Pencapaian tersebut membuat Indonesia selangkah lagi masuk jurang resesi jika pertumbuhan ekonomi tetap di bawah nol persen pada kuartal selanjutnya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, secara umum ekonomi yang tumbuh negatif memang sesuai ekspektasi pasar. Ini mengingat lemahnya belanja pemerintah yang tumbuh lebih rendah dibanding konsumsi rumah tangga.

"Pemerintah kan tidak responsif dalam menanggapi kondisi pandemi dan (bakal) resesi ekonomi. Karena kalau kita melihat di kuartal kedua ini cukup aneh. Masa pertumbuhan belanja pemerintah bisa lebih rendah daripada konsumsi rumah tangga," ujar Bhima kepada Liputan6.com, Kamis (6/8/2020).

Padahal, ia melanjutkan, belanja pemerintah merupakan harapan untuk bisa mendorong perhatian. Namun kenyataannya, hal tersebut minus sampai 6,9 persen secara tahunan (year on year) pada kuartal kedua tahun ini.

"Jadi ini salah satu penyebab kenapa kita dipastikan akan masuk pada resesi di kuartal ketiga, karena ternyata belanja pemerintah tidak bisa diandalkan sebagai motor utama untuk mendorong pemulihan ekonomi," tegas Bhima.

Menurut dia, belanja pemerintah harusnya menjadi andalan di tengah situasi pandemi ini ketika konsumsi rumah tangga dan investasi menurun. Tapi Bhima menyayangkan hal tersebut tidak mampu untuk mendukung pemulihan ekonomi.

"Maka ini akan menjadi catatan yang cukup serius, bagaimana belanja itu ternyata ditahan, bukan kemudian dicairkan justru di saat-saat genting seperti sekarang," tegas Bhima.

"Apakah ada masalah birokrasi, ada masalah ego sektoral, atau ada masalah seperti inkompetensi dari pejabatnya, sehingga di situasi ekonomi ini akan semakin memburuk jika tidak ditangani," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Menkeu Sri Mulyani: Indonesia Belum Resesi

Pandemi COVID-19 Pengaruhi Kesejahteraan Masyarakat dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Warga berjalan di salah satu JPO di kawasan Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (8/7/2020). Wabah Covid-19 memengaruhi kondisi kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 yang diproyeksikan -0,4 sampai dengan 1,0 persen. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati angkat suara mengenai potensi Indonesia memasuki resesi usai pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2020 tercatat minus 5,32 persen. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi negatif tersebut belum menandakan ekonomi Indonesia resesi.

"Sebetulnya kalau secara year on year belum (resesi). Kita belum resesi. Resesi itu secara year on year, dua kuartal (negatif) berturut-turut," ujar Sri Mulyani saat konferensi pers secara online, Jakarta, Rabu (5/8/2020).

Selama Pandemi Kuartal lalu, kata Sri Mulyani, merupakan pertama kalinya pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi. Pemerintah secara terus-menerus akan melakukan sejumlah cara dan kebijakan agar ekonomi bangkit di kuartal III dan IV sehingga tak resesi.

"Ini kuartal pertama RI kontraksi dan ini pemicu kita agar kuartal III dan kuartal IV jangan sampai negatif atau dihindarkan. Ini yang kita lakukan dan kita all out," jelasnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut meminta dunia usaha turut serta membantu pemerintah membangkitkan ekonomi sehingga Indonesia tak jatuh ke jurang resesi. "Kita harap dunia usaha dan stake holder sama-sama pulihkan ekonomi akibat pandemi Covid," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com 

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Minus 5,32 Persen, Terparah Sejak 1999

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Pandangan udara permukiman warga dan gedung pencakar langit di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mencatat pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 negatif -5,32 persen secara year on year (yoy). Pertumbuhan ekonomi tersebut menjadi yang terendah sejak triwulan I-1999 yang pada saat itu mencapai -6,13 persen.

"Kalau kita lacak pertumbuhan ekonomi secara kuartalan, kontraksi 5,32 persen ini adalah terendah sejak kuartal I pada 1999. Jadi pada pada triwulan I 1999 pada waktu itu mengalami kontraksi sebesar 6,13 persen," ujar Suhariyanto melalui konferensi pers secara daring, Jakarta, Rabu (5/8).

Suhariyanto mengatakan, pihaknya belum akan melakukan revisi data pertumbuhan ekonomi untuk tahun ini. Hal tersebut nantinya akan dilakukan pada akhir tahun sebagaimana biasanya. "Nggak ada revisi pada kuartal  II. Kalau ada revisi biasanya dilakukan pada akhir tahun," jelasnya.

Dia berharap pertumbuhan ekonomi pada kuartal III tahun ini akan membaik seiring dilakukannya pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa kota.

Namun, pertumbuhan ekonomi akan membaik apabila penanganan penyebaran pandemi Virus Corona dilakukan dengan optimal.

"Saya ajak semua membangun optimisme. Sejak adanya relaksasi PSBB di Juni sudah ada geliat dibandingkan apa yang terjadi di Mei meskipun belum normal. Jadi di kuartal III ini kita harus bergandeng tangan dan optimis sehingga ekonomi bergerak dan yang paling penting gerakan protokol kesehatan supaya Covid nya betul betul tidak menyebar kemana-mana," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya