Pemerintah Perkuat Pengelolaan Sampah Guna Dukung Circular Economy

Konsep Circular Economy adalah pemikiran yang paling ideal, karena Indonesia masih sangat membutuhkan pertumbuhan ekonomi.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 12 Nov 2020, 17:30 WIB
Diterbitkan 12 Nov 2020, 17:30 WIB
20151104- Kondisi Bantar Gebang-Jakarta
Kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang pasca penghadangan truk sampah DKI Jakarta, Rabu (4/11/2015). Bantar Gebang terlihat sepi dari pemulung. (Liputan6.com/ Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan regulasi yang mendukung pengelolaan sampah di Tanah Air. Hal ini tentunya membuktikan keseriusan pemerintah dalam pengelolaan sampah untuk mendukung Circular Economy.

Pada 2019, sampah rumah tangga memberikan kontribusi sebesar 62 persen dengan sampah makanan di dalamnya sebesar 44 persen, sedangkan sampah plastik memberikan kontribusi sebesar 15 persen. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah melakukan pendekatan dalam pengelolaan sampah melalui 3 program, yakni program minim sampah (less waste), circular economy dan pelayanan dan teknologi.

“Persoalan persampahan dapat diselesaikan dengan menjadikan sampah sebagai sumber daya, sehingga pertumbuhan ekonomi dapat tumbuh dengan baik,” jelas dia dalam keterangan tertulis, Kamis (12/11/2020). Artinya, sampah bisa dimanfaatkan kembali menjadi uang dan energi.

Sebagai negara berkembang, konsep Circular Economy adalah pemikiran yang paling ideal, karena Indonesia masih sangat membutuhkan pertumbuhan ekonomi sebagai negara yang sedang menuju negara maju. Dijelaskan dalam Circular Economy, bahwa di dalamnya terdapat ekosistem, diantaranya end user, recycling industry, bank sampah, TPS 3R, PKPS (Primer Koperasi Pengelolaan Sampah), recycling center, sektor informal, social enterpreneur dan social movement.

Menurut Alue Dohong, untuk menjalankan Circular Economy, diperlukan kondisi yang mendukung, diantaranya adalah insentif fiskal, kebijakan import scrap, kebijakan EPR (extended producer responsibility) dan standarisasi produk daur ulang, sertua diikuti dengan kebijakan mendorong penggunaan recycling content.

Di Indonesia, industri plastik hilir nasional terdiri dari sekitar 1.580 perusahaan yang memproduksi berbagai macam produk plastik. Terdapat 892 perusahaan yang memproduksi kemasan, dengan total kebutuhan mencapai 5,635 juta ton. Potensi konsumsi plastik di Indonesia cukup besar, didorong oleh pertumbuhan industri makanan dan minuman yang cukup tinggi yaitu sebesaar 10 persen per tahun.

Pengembangan industri plastik masih terkendala dengan pemenuhan bahan baku. Ketergantungan bahan baku plastik impor masih tinggi karena produsen dalam negeri belum mampu mencukupi dari segi kuantitas maupun spesifikasi produk.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Perubahan Budaya

Kabut Metan Kaki Bukit Bantar Gebang
Sejumlah pemulung saat berada ditumpukan sampah di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi menilai, telah terjadi perubahan budaya, dari kearifan lokal menjadi modern, yang menempatkan plastik menjadi kebutuhan pokok. Sayangnya, pembuangan sampah plastik tidak dilakukan dengan baik, sehingga berakhir di sungai dan di gurun.

Di Indonesia belum ada standarisasi pengelolaan sampah, demikian pula dengan kebijakan insentif. Dana bagi hasil desa, menurut Dedi, bisa diambil sebagai salah satu kebijakan untuk pengelolaan sampah. Dedi juga memuji peran para pemulung yang dinilai berjasa bagi pengelolaan sampah, namun masih dianggap sebagai masyarakat marginal. Dedi menyarankan agar para pemulung diberi status formal sebagai tenaga harian lepas oleh pemerintah daerah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya