Gara-gara The Fed, Bank of America Ramal 175 Ribu Warga AS Jadi Pengangguran di 2023

Bank of America memperkirakan AS akan kehilangan 175.000 pekerjaan di kuartal pertama 2023.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 11 Okt 2022, 13:55 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2022, 13:55 WIB
Indeks harga konsumen Amerika Serikat
Pelanggan menelusuri kios makanan di dalam Grand Central Market di pusat kota Los Angeles, California, Jumat (11/3/2022). Laju inflasi Amerika Serikat (AS) pada Februari 2022 melonjak ke level tertinggi dalam 40 tahun. Ini didorong naiknya harga bensin, makanan dan perumahan. (Patrick T. FALLON/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Bank investasi multinasional Amerika, Bank of America memperingatkan bahwa upaya The Fed untuk menekan inflasi akan menyebabkan ekonomi AS mulai kehilangan puluhan ribu lapangan kerja mulai awal tahun depan.

Meski pasar pekerjaan di AS masih kuat pada September 2922, The Fed menaikkan suku bunga secara agresif untuk mengurangi permintaan mulai dari mobil dan peralatan rumah tangga.

Dilansir dari CNN Business, Selasa (11/10/2022) Bank of America mengatakan dalam sebuah laporan kepada klien, laju pertumbuhan pekerjaan di AS akan melambat hingga setengahnya selama kuartal keempat tahun ini.

Bank itu memperkirakan, ketika The Fed meningkatkan upaya menekan inflasi, data ketenagakerjaan akan mulai menyusut awal tahun depan. Ini yang berarti hilangnya sekitar 175.000 pekerjaan per bulan di kuartal pertama 2023.

Grafik yang diterbitkan Bank of America menunjukkan menyusutnya lapangan kerja di AS akan berlanjut hingga sebagian besar di 2023.

"Premisnya adalah pendaratan yang lebih sulit daripada yang lembut," kata Michael Gapen, Kepala Ekonom AS di Bank of America, melansir CNN.

"Kita melihat resesi bakal terjadi pada paruh pertama tahun depan," ungkap Gapen.

Laporan soal lapangan pekerjaan menunjukkan bahwa meskipun pasar melambat, AS telah menambahkan 263.000 pekerjaan yang lebih kuat dari perkiraan pada September 2022. Tingkat pengangguran di negara itu juga turun menjadi 3,5 persen, level terendah sejak 1969.

Tetapi Gapen memperkirakan tingkat pengangguran akan naik menjadi sekitar 5 persen atau 5,5 persen selama tahun depan. Sementara The Fed, memperkirakan tingkat pengangguran di Amerika akan mencapai 4,4 persen tahun 2023.

 


Bank of America Ramal Tingkat Pengangguran di AS Bakal Capai 5,5 Persen di 2023

Pemerintahan Biden Longgarkan Pembatasan terhadap Kuba-AP-5
Pasangan yang baru-baru ini tiba di kota mengenakan kemeja dengan motif bendera Amerika, membawa barang bawaan mereka di trotoar di Havana, Kuba, Selasa (17/5/2022). Pemerintahan Presiden AS, Joe Biden mengumumkan akan melonggarkan pembatasan atas pengetatan yang diberlakukan selama pemerintahan Donald Trump terhadap Kuba dan mencabut batas saat ini $1.000 per kuartal yang dapat dikirim imigran kepada anggota keluarga yang masih tinggal di pulau itu. (AP Photo/Ramon Espinosa)

Seperti diketahui, bank sentral AS menaikkan suku bunga pada laju tercepat setidaknya dalam empat dekade dalam upaya untuk mendinginkan inflasi.

Pejabat Fed pun mengatakan mereka tidak terburu-buru untuk beralih dari upaya meredam inflasi untuk menyelamatkan ekonomi dari perlambatan atau bahkan resesi.

"Mereka akan menerima beberapa kelemahan di pasar tenaga kerja untuk menurunkan inflasi," sebut Gapen.

"Kita bisa melihat pelemahan selama enam bulan di pasar tenaga kerja," sambungnya.

Selain itu, Bank of America memperkirakan tingkat pengangguran di AS akan mencapai 5,5 persen tahun depan, jauh di bawah puncak hampir 15 persen pada April 2020.

"Meskipun tidak ada yang ingin berperasaan tentang seseorang yang kehilangan pekerjaan mereka," ucap Gapen, seraya menambahkan bahwa " hal ini dapat diklasifikasikan sebagai resesi ringan".


Eks Menkeu AS: Sejarah Menunjukkan Sulit Redam Inflasi tanpa Resesi

Ilustrasi resesi, ekonomi
Ilustrasi resesi, ekonomi. (Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay)

Mantan Menteri Keuangan Amerika Serikat Larry Summers mengatakan bahwa dirinya melihat kemungkinan Amerika memasuki resesi.

Pernyataan Summers datang menyusul peringatan resiko resesi dari Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional.

"Pengalaman historis menunjukkan bahwa jenis inflasi yang kita hadapi jarang kembali ke tingkat normal, di target sekitar 2 persen tanpa mendorong resesi," kata Summers, dikutip dari CNN Business, Jumat (7/10/2022). 

Namun, Summers mengatakan dia tidak melihat ekonomi AS akan kembali ke situasi krisis keuangan tahun 2008, meski ancaman resesi kian dekat.

"Sekarang, saya tidak berpikir kita akan melihat situasi seperti yang dialami setelah Covid-19 atau selama krisis keuangan (2008), tetapi saya pikir kita memiliki periode stimulus yang sangat substansial dan kemungkinan akan terjadi penurunan," ujarnya, kepada Wolf Blitzer CNN dalam segmen The Situation Room.

Sebelumnya, konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) telah memperingatkan bahwa kebijakan moneter dan fiskal di negara maju, termasuk kenaikan suku bunga The Fed dapat mendorong resesi dan stagnasi global.

Tetapi, Gubernur Federal Reserve atau The Fed, Lisa Cook mengatakan bahwa Amerika Serikat masih memerlukan kenaikan suku bunga lebih lanjut untuk mendinginkan inflasi.

"Inflasi tetap tinggi dan tidak dapat diterima, dan data selama beberapa bulan terakhir menunjukkan bahwa tekanan inflasi tetap berbasis luas," kata Cook dalam pidato pertamanya sebagai anggota dewan bank sentral AS, dikutip dari Channel News Asia.

"Memulihkan stabilitas harga kemungkinan akan membutuhkan kenaikan suku bunga berkelanjutan dan kemudian menjaga kebijakan tetap ketat untuk beberapa waktu sampai kami yakin bahwa inflasi berada di jalur yang tepat menuju tujuan dua persen kami," beber Cook di Peterson Institute for International Economics.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya