Mengintip Peran Penting Kredit Bagi Masyarakat dan Ekonomi Indonesia

OJK menegaskan Lembaga Jasa Keuangan memainkan peran penting dalam ekonomi dengan memberikan akses kredit bagi individu dan entitas bisnis untuk membiayai kebutuhan mereka.

oleh Tira Santia diperbarui 16 Mar 2023, 10:30 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2023, 10:30 WIB
OJK
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono, menegaskan Lembaga Jasa Keuangan memainkan peran penting dalam ekonomi dengan memberikan akses kredit bagi individu dan entitas bisnis untuk membiayai kebutuhan mereka.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono, menegaskan Lembaga Jasa Keuangan memainkan peran penting dalam ekonomi dengan memberikan akses kredit bagi individu dan entitas bisnis untuk membiayai kebutuhan mereka.

Hal itu disampaikan dalam acara International Seminar on Promoting Digital Finance Inclusion for Micro, Small and Medium Enterprises (MSME) Through the Use of Credit Scoring (Day One), Di Nusa Dua, Bali, Kamis (16/3/2023).

Ogi menjelaskan, penting untuk diakui bahwa ada beberapa jenis lembaga keuangan di Indonesia yang menawarkan produk kredit, termasuk bank, perusahaan multifinance, platform pinjaman peer-to-peer, pegadaian, lembaga keuangan mikro, dan koperasi/serikat kredit.

Namun, setiap lembaga memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing dalam praktik pemberian kredit mereka. Menurutnya, dengan berbagai jenis lembaga keuangan di Indonesia yang menawarkan produk kredit kepada individu dan bisnis, penting bagi lembaga-lembaga ini untuk secara efektif mengurangi risiko kredit.

"Dampak risiko kredit pada layanan keuangan dapat menyebabkan kerugian yang signifikan, menurunkan profitabilitas, dan berpotensi menyebabkan kebangkrutan," kata Ogi.

Oleh karena itu, risiko kredit harus dikelola dengan baik melalui penilaian 5C, yang mencakup penilaian character, capacity, capital, collateral, and conditions, untuk membuat keputusan pemberian pinjaman yang terinformasi.

"5C kredit masih sangat penting di era Fintech dan Big Data, karena mereka memberikan kerangka kerja yang terstruktur dan komprehensif untuk manajemen risiko kredit," ujarnya.

Kendati begitu, tak bisa dipungkiri munculnya pandemi COVID-19 telah menciptakan ekonomi yang lebih tidak pasti, meningkatkan risiko kredit bagi lembaga keuangan, dan menimbulkan tantangan tambahan dalam menilai dengan akurat kapasitas dan kondisi peminjam.

OJK Tak Beri Ampun Iklan Jasa Keuangan yang Bodohi Masyarakat

20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen melakukan pengawasan perilaku pasar (market conduct), khususnya terhadap iklan di sektor jasa keuangan yang kerap membodohi masyarakat agar produk jualannya laku.

Pihak otoritas dalam hal ini telah mendapat penegasan kewenangan untuk memperkuat perlindungan konsumen dan masyarakat, melaluiUndang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

Anggota Dewan Komisaris OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi, mengatakan pihak otoritas menerima banyak pengaduan konsumen, banyak sekali kasus yang terjadi akibat dari perilaku pasar tersebut.

"Kita pasti sebel kalau lihat ada entitas-entitas yang melakukan segala cara untuk dapetin nasabah, segala cara untuk dapetin konsumen, karena itu akan merusak industri. Ini akan kami awasi," tegas Friderica dalam acara sosialisasi OJK di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (14/3/2023).

Berdasarkan hasil pantauan OJK terhadap 21.373 iklan pada 2022 melalui Sistem Pemantauan Iklan Jasa Keuangan (SPIKE), terdapat 460 iklan yang melanggar ketentuan perlindungan konsumen dan masyarakat.

Pelanggaran yang paling banyak ditemukan dalam pemantauan iklan dimaksud. Antara lain, iklan tidak mencantumkan frasa Syarat dan Ketentuan yang Berlaku, mencantumkan frasa Kuota Terbatas, Persediaan Hadiah Terbatas, atau kalimat lain yang bermakna sama tanpa informasi kuota/hadiah yang disediakan.

Lalu juga, tidak mencantumkan informasi yang dapat membatalkan janji manfaat. Contoh, periode program dan minimum pembelian pada badan iklan.

"Contohnya, misalnya, kalau kita melihat (iklan) investasi yang menawarkan return jauh lebih besar daripada kenyataannya. Itu juga masalah conduct," sebut Friderica.

"Yang kemarin baru-baru ramai, masalah debt collector yang tidak manusiawi, itu masalah conduct juga. Asuransi misalnya juga banyak kasus, karena agen, itu juga masalah conduct," paparnya.

Pengawasan

Ilustrasi OJK
Ilustrasi OJK (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Wanita yang akrab disapa Kiki ini menjabarkan, pengswasan market conduct meminta agar pelaku usaha jasa keuangan selalu memperhatikan aspek perlindungan konsumen.

"Objek dari market conduct ini lengkap. Dari mulai lifecycle product, dari mulai produk ini didesain sampai bagaimana terakhirnya format sales-nya, format penjualannya seperti apa pelayanannya, itu akan kami awasi. Itu semua sudah masuk ke ranah undang-undang (P2SK)," paparnya.

Kiki menegaskan, OJK juga sudah mengatur sanksi bagi pelaku usaha sektor keuangan yang melanggar soal perlindungan konsumen. Adapun ketentuan ini tercantum dalam Pasal 306 UU P2SK.

"Untuk pelanggaran market conduct, ini sangat jelas sanksinya. Mulai dari sanksi administratif sampai dengan dicabutnya izin usaha. Kemudian ada sanksi pidana, ancamannya 2-10 tahun. Dan, ada pidana denda sampai Rp 250 miliar," jelasnya.

Langgar UU P2SK, Siap-Siap Kena Denda Rp 1 Triliun hingga Dimiskinkan

20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas tengah melakukan pelayanan call center di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tak ingin memberi ampun pada oknum di sektor jasa keuangan yang melanggar ketentuan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, atau UU P2SK.

Anggota Dewan Komisaris OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi, menegaskan pihak otoritas bersungguh-sungguh memberantas siapa pun pihak yang menghimpun dana masyarakat tanpa izin. Termasuk entitas yang menawarkan pinjaman online, atau pinjol Ilegal tak terdaftar di OJK.

"Tolong disosialisasikan juga dengan UU P2SK, kegiatan tanpa izin di sektor jasa keuangan itu hukumannya sudah sangat berat. Pertama, denda uang bisa sampai Rp 1 triliun sampai dimiskinkan lah. Yang kedua, pidana penjara," tegas Friderica di sela-sela acara sosialisasi OJK di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (14/3/2023).

Sebagai perbandingan, pengenaan denda bagi oknum di sektor jasa keuangan pada UU P2SK memang lebih kejam dari aturan sebelumnya. Contoh, denda maksimal bagi para oknum ilegal naik dari Rp 200 miliar (sesuai UU Perbankan) menjadi Rp 1 triliun, plus pidana penjara maksimal 15 tahun.

Oleh karenanya, Friderica meminta oknum seperti pelaku pinjol ilegal menghentikan tindak nakalnya, dan patuh terhadap ketentuan di UU P2SK.

"Tolong orang-orang yang suka main-main dengan ini sekarang sudah eranya berubah. Kalau kemarin delik umum, jadi mungkin hukumannya ringan tidak semua disita. Tapi ini juga tentu kami akan koordinasi dengan kepolisian. Karena korbannya itu saudara kita, orang terdekat juga," pintanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya