Liputan6.com, Paris - Serangan teror ke 6 titik di Kota Paris, Prancis, pada Jumat, 13 November 2015 membuat Mohammed Chirani meradang. Ia menggugat ISIS yang membunuh 130 manusia dan menebar ketakutan di negaranya. Ia juga murka karena para teroris mengatasnamakan agamanya yang sejatinya cinta damai: Islam.
Ahli dalam bidang radikalisasi atas nama agama itu pun memutuskan untuk melawan.
Memegang salinan kitab suci Alquran dan paspor Prancis, ia mengatakan akan menggunakan keduanya untuk melawan para ekstremis.
"Kami akan melancarkan jihad melawan kalian dengan Alquran," kata Chirani, dalam tayangan televisi Prancis, seperti dikutip dari News.com.au, Jumat (4/12/2015). Pernyataan keras itu ia ditujukan untuk ISIS.
Dan kalimat berikut dia tujukan pada para pengikut organisasi teror itu. "Saya ingin menyampaikan pada pengkhianat yang membelot dari Prancis, mengkhianati negerinya, dan membakar identitas mereka bahwa kami menjunjung tinggi identitas kami sebagai bangsa."
Sikapnya itu menuai pujian dari warga Prancis. Sebaliknya, Chirani menerima ancama pembunuhan dari kelompok radikal.
Baca Juga
Baca Juga
"Kau ada dalam daftar target pembunuhan kami. Sampai jumpa," demikian pesan yang ia terima.
Namun, Chirani tak gentar. Ia menolak perlindungan polisi dan bertekad menerima apa pun yang menjadi takdirnya.
Dalam wawancara bersama Tony Jones dalam program Lateline, Chirani mengaku tak menyesal atas pernyataan keras yang ia tujukan pada ISIS.
"Saya telah memikirkannya dan memutuskan untuk menerima apa pun yang akan terjadi. Saya merasa harus melakukan (menentang ISIS dengan kata-kata). Situasi di Prancis dan dunia sudah sangat kritis," kata dia.
"Sebagai seorang muslim, sebagai seorang warga Prancis, melihat saudara kami disandera para teroris, untukku itu sudah kelewatan," kata dia. "Horor yang terjadi 13 November lalu sudah kelewatan.
Chirani mengaku tak khawatir. "Aku menyerahkan takdirku pada Allah. Apa pun kehendak-Nya."
Ia yakin tak akan tewas di tangan ISIS jika Tuhan tak menghendakinya.
"Saya tinggal di Aljazair selama perang saudara, dari usia 9 sampai 19 tahun. Dan saya telah mempersiapkan diriku untuk melawan para ekstremis," kata dia. "Saya sama sekali tak terkejut, saya siap."
Advertisement
Menolak Jalan Kebencian
Chirani menambahkan mereka yang radikal seperti 'kanker' dan 'virus'. Sesuatu yang harus dilawan dengan ilmu pengetahuan, logika, juga ajaran agama.
Kepada seluruh warga Prancis, Chirani pun menyampaikan imbauannya.
"Kita punya dua pilihan. Pertama jalan kebencian, dengan menuding muslim secara umum sebagai penanggung jawab teror. Padahal, kita tahu, umat Islam adalah korban pertama dari terorisme. Maka kekacauan-lah yang akan terjadi. Itu adalah jebakan ISIS," kata dia.
Sementara pilihan kedua adalah jalan persaudaraan. "Persahabatan seluruh rakyat Prancis, Muslim, Yahudi, Kristen, mereka yang tak memiliki agama, ateis, agnostik, Buddha, siapa pun. Semua bersatu melawan gerakan kebencian."
Chirani mengungkapkan sudah banyak warga Prancis menyambut ajakannya.
"Saat saya pergi ke masjid, lewat Facebook dan Twitter banyak muslim dan non-muslim yang berkata, 'Terima kasih, kami bergabung denganmu."
Chirani mengatakan sekitar 98 persen muslim menentang terorisme. Namun, mereka yang cinta damai justru menjadi korban dari perbuatan para radikal dan ekstremis.**
Advertisement