Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Amerika Serikat Barack Obama kehilangan kesabaran atas komentar 'konyol' yang dilontarkan oleh Donald Trump.
Tak biasanya Obama mengeluarkan kata-kata luar biasa pedas terhadap Trump. Disebutnya, kandidat calon presiden AS dari Partai Republik itu sangat tidak mencerminkan sikap warga Amerika.
Baca Juga
Tak cuma itu, Obama marah karena intervensi Trump ke wilayah pribadi lawannya, Hillary Clinton sudah keterlaluan. Menurutnya, itu mencerminkan buruknya kampanye pilpres yang Trump lakukan.
Advertisement
Kemarahan comamander-in-chief itu nyata terlihat saat ia tampil secara live di TV pada Selasa 14 Juni 2016.
Ini kali pertama dalam sejarah, seorang presiden mengatakan bahwa salah satu dari dua orang yang akan menggantikannya kelak, sebagai sosok yang telah melanggar norma-norma konstitusional dan politik bangsa AS.
Pernyataan Obama itu dipicu oleh respons Trump terhadap teror penembakan Orlando --yang disebut-sebut terparah semenjak 9/11.
Sebelumnya, Trump menuduh Obama membiarkan serangan teror dilakukan oleh muslim. Kepada Fox News, pengusaha properti itu mengatakan, "Ada sesuatu di sini yang mencurigakan sedang berlangsung."
Pernyataan Trump berdasarkan teori konspirasi tentang tempat lahir Obama dan kedekatannya dengan muslim. Miliarder nyentrik itu juga meminta Obama lengser.
Obama juga menyinggung --sekaligus mempermalukan-- para pemimpin Partai Republik yang membiarkan kelakuan liar Donald Trump.
"Ini bukan Amerika yang kita inginkan," kata Obama seperti dilansir dari CNN, Rabu (15/6/2016).
"Ini jelas tidak mencerminkan idealisme demokratisasi AS. Pernyataannya justru makin membuat kita tidak aman," kecam Obama.
Obama juga mempertanyakan analogi Trump yang melarang muslim masuk AS. Bagi orang nomor satu AS, peraturan semacam itu adalah hal paling memalukan dalam sejarah negeri ketika pemerintah memperlakukan rakyatnya dengan tidak adil. Dan itu, tambah dia, jelas melanggar Konstitusi Amerika Serikat.
"Kalau kita sekali meninggalkan nilai itu, kita tidak hanya menciptakan lebih banyak lagi radikalisme di AS apalagi di dunia, tapi kita juga mengkhianati seluruh hal yang selama ini kita lindungi," lanjut Obama.
Obama sebenarnya telah beberapa kali menunjukkan ketidaksukaannya terhadap Trump. Namun, pernyataan terakhir itu yang dilakukan pada Selasa 14 Juni kemarin sanagt keras.
Menurutnya, Amerika kini berada di momen paling bahaya karena memberikan status nominasi capres bagi Trump.
Namun, menurut mantan ketua Komite Intelijen Dalam Negeri Mike Rogers, pernyataan dan kemarahan Obama harusnya diredam.
"Ini saatnya Presiden justru mempersatukan kita. Saya pikir ia terlalu fokus pada kampanye presiden AS yang seharusnya ia tak pikirkan. Ditambah, ia punya motivasi menolong Hillary," kata Rogers.
Respons Trump
Donald Trump tak kalah emosinya membalas sentilan Obama.
"Obama lebih marah ke saya dibanding ke si penembak itu," kata Trump di depan pendukungnya di Greensboro, North Carolina.
"Dari level kemarahan, seharusnya itu ditujukan ke pelaku dan pembunuh-pembunuh macam itu seharusnya tak ada disini," ungkap Trump.
"Dasar, presiden jelek! Selamat atas pekerjaan Anda yang parah...," semprot Trump lagi.
Ejekan Trump didukung oleh Partai Republik yang mencela keputusan Obama menarik pasukan AS dari Irak. Yang menurut Grand Old Party menciptakan kevakuman kepemimpinan di negeri itu menyuburkan kelompok teroris.